TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Penyebab Anak Malas Ikut Lomba, Jangan Dipaksa

Tumbuhkan kepercayaan dirinya dulu jika pemalu

ilustrasi ibu dan putrinya (pexels.com/Kampus Production)

Ada banyak sekali lomba yang bisa diikuti anak untuk mengasah kemampuan serta menyalurkan minat dan hobinya. Gak cuma di lingkungan sekolah, anak juga dapat mengikuti berbagai lomba yang diadakan oleh berbagai pihak. Sebagai orangtua, tentu kita amat mendukungnya.

Bahkan mungkin kita semangat mencarikan informasi aneka kompetisi yang dapat diikuti anak. Namun, bagaimana kalau anak malah gak tertarik dan menolak mengikutinya? Perlukah kita memaksanya demi membentuk jiwa kompetitifnya?

Dorongan supaya anak mau ikut beberapa lomba selagi kesempatannya ada memang diperlukan. Namun, pahami pula apa saja yang membuat anak malas ikut lomba. Jangan bikin anak-anak tertekan hanya oleh perlombaan yang belum tentu akan dimenangkannya seandainya pun dia berusaha dengan begitu keras.

1. Lomba gak sesuai dengan kemampuannya

ilustrasi paduan suara (pexels.com/cottonbro studio)

Walaupun masih kecil, sebagian anak juga bisa mengenali kemampuan dirinya. Ketika ia dihadapkan dengan info tentang sebuah lomba, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah kesesuaian jenis lomba dengan kemampuan dirinya. Sejauh bidang yang dilombakan cocok dengan kemampuan, ia mau saja mengikutinya.

Akan tetapi bila dia merasa gak punya kemampuan di bidang tersebut, buat apa mengikutinya? Ia yakin bakal kalah di tahap awal bahkan mungkin mempermalukan diri sendiri dengan penampilannya yang buruk dan jauh di bawah peserta lain. Misalnya, lomba menyanyi yang kerap diikut anak-anak.

Gak semua anak memiliki suara yang bagus ketika bernyanyi. Di kelas saja dia paling malas maju dan menyanyi ketika pelajaran seni, apalagi kalau mesti ikut lomba. Carikan lomba yang lebih sesuai dengan kemampuan anak supaya ia tertarik mengikutinya.

2. Malu menjadi pusat perhatian

ilustrasi berlatih biola (pexels.com/MART PRODUCTION)

Untuk anak yang pemalu, ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, kita harus membangun kepercayaan dirinya terlebih dahulu. Misalnya, dengan menyadarkan anak bahwa setiap peserta memang akan diperhatikan oleh juri serta penonton sehingga dia bukan satu-satunya yang menjadi pusat perhatian.

Pun berhasil mengambil perhatian banyak orang dengan menunjukkan kemampuan diri merupakan hal yang positif. Mereka jadi mengetahui kemampuannya dan akan lebih menghargainya. Akan tetapi, bila anak masih saja enggan mengikuti lomba perseorangan, kita masuk ke langkah kedua.

Pilihkan beragam kompetisi berkelompok yang bisa diikuti anak. Keberadaan teman-teman dalam satu tim amat membantunya menurunkan rasa gugup ketika tampil. Tidak apa-apa jika anak bahkan memilih posisi paling belakang di antara kawan-kawannya karena lambat laun dia pun bakal lebih berani tampil.

Baca Juga: 6 Kesalahan Parenting yang Bikin Anak Gampang Insecure, Dibandingkan?

3. Takut kalah

ilustrasi pertandingan tenis (pexels.com/RDNE Stock project)

Di setiap perlombaan pasti ada menang dan kalah. Hasil akhir inilah yang membuat anak cemas. Bukan peluang keberhasilan yang menjadi perhatiannya, melainkan kemungkinan kegagalannya. 

Dia takut mengecewakan orangtua, guru, atau pelatihnya. Bisa pula khawatir kekalahannya itu akan selalu diingat oleh orang-orang di sekitarnya dan menjadi bahan olok-olok. Yuk, ajak anak duduk bersama serta membahas perihal menang atau kalah ini.

Sampaikan pada anak bahwa kita tidak menuntut anak untuk harus berhasil dalam lomba dengan gemilang. Baik anak menjadi juara atau tidak, kita bakal tetap bangga padanya. Seandainya pun di luar sana ada beberapa teman yang mengejek kekalahannya, jangan terlalu dipikirkan.

Dia yang sudah berjuang dalam kompetisi tetap lebih hebat ketimbang kawan yang cuma bisa menghina. Anggap saja celaan itu sebagai pujian yang tertunda. Artinya, anak hanya perlu belajar dan berlatih lagi hingga kelak berhasil memenangkan pertandingan dan membuat orang yang sama mulai mengakui kemampuannya.

4. Enggan mesti berlatih secara intensif

ilustrasi anak berlatih (pexels.com/RDNE Stock project)

Lomba di tingkat apa pun tentu butuh persiapan. Makin besar lombanya dan berat lawan-lawannya, persiapan dilakukan sejak jauh-jauh hari dan secara intensif. Ini yang bikin anak belum tentu siap.

Bagaimanapun juga, latihan khusus persiapan kompetisi akan mengurangi waktunya buat hal-hal lain, seperti bersantai dan bermain. Anak yang lebih kecil, belum punya semangat bersaing, dan masih sibuk dengan dunianya sendiri kadang tidak mau berlatih setiap hari. Kalau anak dipaksa, nanti malah menangis.

Apakah ini berarti anak perlu dibiarkan saja tak mau mengikuti semua lomba? Kita masih bisa memilihkan kompetisi yang lebih ringan sehingga gak perlu latihan secara khusus. Contohnya, mendorong anak mengikuti berbagai lomba 17 Agustus yang lebih ke seru-seruan saja, seperti makan kerupuk atau memasukkan pensil ke botol.

5. Lebih suka belajar dengan menonton perlombaan

ilustrasi pertandingan (pexels.com/Martin Boháč)

Hanya karena anak tidak terjun langsung ke perlombaan, bukan berarti dia gak belajar apa-apa. Ia mungkin lebih suka menjadi penonton dari jalannya pertandingan. Dia tak sekadar menikmati, melainkan juga aktif memperhatikan serta menarik sejumlah pelajaran selama lomba berlangsung.

Contohnya, kegigihan salah satu tim yang bertanding dalam menghadapi lawannya yang berat. Walau secara kemampuan di awal sepertinya lawan lebih unggul, semangat pantang menyerah justru membuat tim tersebut memenangkan pertandingan. Pelajaran yang sampai padanya ini akan memengaruhi karakter dirinya ke depan.

Sekalipun anak tidak suka mengikuti kompetisi dan mengalahkan orang lain, sikap gigih dan pantang menyerah itu tertanam dalam dirinya. Ia tetap tumbuh hebat dan punya prestasi berbekal karakter tersebut. Kelak anak tidak mudah menyerah dalam mewujudkan impiannya.

Baca Juga: 9 Bahaya Parenting yang Toxic bagi Anak, Sering Kali Tak Disadari

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya