TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Perilaku Orangtua yang Menyebabkan Luka Inner Child, Hindari! 

Biarkan anak tumbuh dengan bahagia

ilustrasi orangtua memarahi anak (pexels.com/Monstera Production)

Sebagian besar waktu anak yang dilalui bersama orangtua akan menjadi kenangan baginya di masa depan nanti. Pengalaman hidup baik itu bahagia maupun sedih akan memberkas dan mempengaruhi bagaimana ketika bersikap saat sudah dewasa.

Sebagai orangtua pastinya menginginkan buah hati tumbuh menjadi pribadi yang bahagia dan penuh kasih sayang. Namun secara tidak sadar kadang sikap yang dilakukan bisa menjadi trauma bagi anak yang menyebabkan luka inner child.

Beberapa orangtua beranggapan jika pola asuh yang dilakukan demi kebaikan anak, padahal tindakan kurang baik yang dilakukan berulang bisa berpotensi menjadi trauma. Untuk mengantisipasinya orangtua harus mengetahui perilaku yang menyebabkan luka inner child serta mengetahui solusinya.

Berikut beberapa tindakan orang tua yang bisa menyebabkan luka inner child berdasarkan penuturan Dr.Nicole Lepera di buku How To Do The Work: Recognise Your Pattern, Heal From Past, & Create Your Self.

1. Menyangkal apa yang dirasakan anak

ilustrasi orangtua berbicara kepada anak (pexels.com/Mikhail Nilov)

Setiap anak pasti beranggapan jika orangtua merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk menceritakan keluh kesah hidupnya. Namun secara tidak sadar orangtua kerap menyangkal apa yang sedang dialami oleh anak dan menganggapnya sebagai hal yang sepele.

Misalnya saat anak menceritakan sikap temannya yang kurang baik, orangtua hanya merespon dengan mengatakan hal tersebut bukan masalah besar. Padahal anak butuh untuk didengarkan, memperoleh solusi, dan mendapat rasa aman dari apa yang dirasakan.

Maka dari itu orangtua perlu untuk lebih menghargai, menerima semua perasaan anak, menenangkan, dan memberikan solusi terbaik. Usahakan untuk menghadirkan fisik dan hati dengan menatap dengan penuh cinta dan memberikan pelukan penenang.

2. Lupa mengisi kebutuhan emosional anak

ilustrasi ibu sibuk bekerja (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Beberapa orangtua hanya berfokus untuk memenuhi basic needs anak hingga lupa jika anak juga membutuhkan emotional needs. Banyak anggapan jika sudah mencukupi kebutuhan materi dan memberikan apa yang diinginkan sudah cukup membuat anak bahagia.

Padahal pengabaian emosi pada anak sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan sikap di masa depan. Anak akan menjadi rendah diri, susah membangun hubungan dengan sesama, sering mengalami cemas, bahkan bisa depresi.

Memang tidak ada yang salah dengan orangtua  bekerja apa lagi untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika tidak bisa hadir sepenuhnya di samping anak, paling tidak orangtua harus mengusahakan hadir di golden moment, yaitu saat anak sedih, sakit, dan berprestasi.

3. Menitipkan mimpi yang belum tercapai kepada anak

ilustrasi anak yang bersedih (pexels.com/Pixabay)

Seringkali orangtua menitipkan mimpi yang tidak tercapai kepada anak untuk mengobati rasa sakit karena kegagalan yang dialami. Padahal anak adalah individu berbeda yang juga mempunyai keinginan dan mimpi yang ingin diwujudkan.

Orangtua harus memahami anak dengan tidak menuntutnya melebihi kemampuan bahkan hingga merenggut kebahagiaannya. Kenali dengan baik potensi anak, jangan pernah memaksa, dan biasakan untuk melakukan diskusi sebelum memutuskan suatu hal.

Baca Juga: 3 Fakta Orangtua dengan Luka Inner Child, Berdampak pada Pengasuhan

4. Tidak bisa membuat batasan ketika berelasi dengan anak

ilustrasi anak yang bersedih (pexels.com/Pixabay)

Memberikan perhatian kepada anak dengan mengawasi setiap perilakunya memang hal yang wajar, namun ingat jika anak juga mempunyai privasi. Jangan sampai orangtua terlalu ikut campur dan melakukan tindakan diluar batas, seperti membuka buku diary anak tanpa ijin.

Terapkan aturan keluarga yang jelas mengenai batasan dan berikan contoh yang baik dengan tidak melanggarnya. Ajarkan anak untuk berani mengungkapkan perasaaan dan berani mengatakan tidak saat ada kondisi yang membuatnya tidak nyaman.

5. Melampiaskan rasa marah kepada anak

ilustrasi ayah marah kepada anak (pexels.com/August de Richelieu)

Saat kondisi lelah secara tidak sadar perlakuan orangtua kepada anak menjadi lebih keras dibanding biasanya. Anak kerap dijadikan alat untuk melampiaskan emosi, seperti memarahi anak karena hal sepele bahkan melakukan kekerasan.

Kondisi lelah yang berpotensi menyebabkan emosi memang wajar dialami, namun orangtua harus bisa mengendalikan diri agar anak tidak menjadi korban. Tenangkan diri dan coba menjauh saat emosi sedang menguasai diri, setelah kondisi sudah baik baru temui kembali anak.

Verified Writer

Sani Eunoia

We write to taste life twice, in the moment and in retrospect- Anais Nin

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya