TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tips Mengajari Anak Membela Diri, Ajarkan Sejak Dini!

Bicaralah dengan mereka tentang arti persahabatan

Ilustrasi bullying (pexels.com/RDNE Stock project)

Membela diri sendiri merupakan kewajiban yang dimiliki setiap orang. Tidak ada orang yang mau diinjak-injak harga dirinya oleh orang lain. Namun, keberanian membela diri sendiri tidak selalu tertanam dalam benak setiap orang.

Kalau kamu merupakan orangtua, mengajari anak untuk membela diri sendiri sejak kecil bisa banget dilakukan. Hal ini bisa menjadi bekal untuk mereka agar mereka berani dan tidak membiarkan diri mereka diremehkan dan disepelekan oleh orang lain. Nah, ada cara apa saja yang bisa kamu lakukan? Berikut tipsnya di bawah ini.

1. Bicara kepada anakmu tentang persahabatan

Ilustrasi interaksi ibu dan anak (pexels.com/Pixabay)

Jangan ragu untuk membicarakan persahabatan bersama anakmu. Ini bisa membuat mereka memahami apa arti persahabatan sesungguhnya. Jadi, jika anakmu mendapatkan perlakuan yang sekiranya tidak menggambarkan "persahabatan", anakmu bisa lebih menyadari dan mulai membela diri. Dilansir Parents, Emily Edlynn, PhD, seorang psikolog klinis berlisensi mengatakan, kamu dapat membantu anakmu memahami apa artinya menjadi seorang teman.

"Sepertinya dia perlu mengubah dengan siapa dia menghabiskan waktu, karena saya tahu banyak anak yang tidak "menindas dan memukul" teman-temannya. Pergantian kelompok teman sebaya mungkin merupakan hal yang dia perlukan untuk membangun kepercayaan dirinya dan belajar bagaimana rasanya memiliki teman sejati," katanya.

2. Ajari mereka bersikap tegas

ilustrasi anak-anak (pexels.com/Michael Morse)

Jika kamu masih khawatir tentang anak yang belajar melindungi dirinya sendiri, intervensi pertama untuk mencegah perundungan adalah dengan mengajarkan keterampilan dan ketegasan kepada anak-anak. Penting untuk membedakan antara asertif dan agresif, di mana asertif berarti membela diri sendiri, sedangkan agresif adalah mengarahkan kekerasan verbal atau fisik kepada seseorang.

Edlynn menambahkan, "Beritahu anak yang melakukan pelanggaran tersebut untuk berhenti. Jika perilaku buruk terus berlanjut, tinggalkan. Sikap asertif melampaui interaksi masalah dengan juga memungkinkan anak-anak berlatih mengekspresikan ide dan kebutuhan lebih banyak dalam semua situasi sosial".

"Anakmu mungkin perlu belajar berbicara secara umum, yang kemudian akan membantunya lebih percaya diri dalam interaksi negatif yang lebih menegangkan. Hal ini dapat terlihat seperti menyampaikan ide dan pendapatnya, menanyakan apa yang dia inginkan dan butuhkan, dan mengatakan tidak ketika dia tidak ingin melakukan sesuatu," tambahnya.

Baca Juga: 6 Tips Bergaul Tanpa Minder, Independensi Cegah Bingung Jati Diri

3. Tawarkan dukungan

Ilustrasi keluarga (pexels.com/Monstera)

Kelompok keterampilan sosial juga dapat menjadi kunci bagi anak-anak yang mengalami kesulitan sosial untuk belajar dan mempraktikkan keterampilan yang efektif. Sekali lagi, banyak sekolah yang menawarkan hal ini atau kamu dapat melihat apa yang mungkin tersedia di komunitasmu.

"Jika intervensi ini tidak membantu sebanyak yang kamu inginkan atau jika menurutmu akan lebih baik jika anakmu mendapat lebih banyak dukungan, kamu dapat memeriksakannya ke ahli kesehatan mental anak. Meskipun anak-anak pada usia semuda ini jarang mengalami depresi, hal ini mungkin saja terjadi dan interaksi negatif dengan teman sebaya dapat berkontribusi dan berakibat pada rendahnya harga diri anak dalam lingkaran yang berbahaya. Jika ada masalah suasana hati dan harga diri yang mendasari masalah dengan teman sebaya, hal ini paling baik diatasi dengan terapi individu," saran Edlynn.

4. Ajarkan tentang kecerdasan emosional

Ilustrasi keluarga (pexels.com/Any Lane)

Membantu anak-anak membangun kecerdasan emosional harus dilakukan sejak dini dan terus-menerus. Kemampuan seorang anak untuk mengidentifikasi emosinya dan menangkap isyarat tentang apa yang mungkin dirasakan orang lain merupakan aspek perkembangan yang memiliki banyak segi yang disebut sebagai teori pikiran.

Meskipun anak kecil mungkin mengalami kesulitan memahami sudut pandang orang lain secara intuitif, penyampaian cerita yang interaktif dapat memperkaya perkembangan mereka.

"Pemikiran egosentris sangat wajar terjadi pada anak kecil. Jadi, jika kita dapat menggunakan buku cerita untuk memberikan konteks, hal ini akan memberi anak-anak cara untuk mulai memahami sudut pandang orang lain melalui sebuah cerita yang agak dihilangkan. Namun penting bagi kami untuk mengambil alur cerita itu dan membantu anak melihat di mana ada hubungannya dengan kehidupan dan pengalaman mereka sendiri," ungkap Lauren Starnes, Ed.D., Ph.D., Kepala Staf Akademik di The Goddard School, melansir dari Fatherly.

Baca Juga: 7 Kualitas Diri dari Orang Gemar Menjelajah, Mandiri dan Teliti!

Verified Writer

Alma S

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya