TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Dampak Buruk Fast Beauty, dari Limbah hingga Impulse Buying

Fast beauty, tren kecantikan yang tidak sustainable!

ilustrasi perawatan kulit (pexels.com/ekaterina-bolovtsova)

Selain fast fashion, ada juga istilah fast beauty yang mulai merambah industri kecantikan. Bisnis kecantikan dan skincare sedang berada di puncak karena permintaan pasar yang terus meningkat. Hampir setiap bulan, brand-brand skincare akan mengeluarkan produk baru sambil memberikan diskon besar-besaran.

Dari antusiasme dan permintaan yang tinggi inilah, produk kecantikan diproduksi dan dipasarkan secepat mungkin yang mengakibatkan fenomena fast beauty. Sama seperti fast fashion, fast beauty juga punya banyak dampak buruk bagi konsumen bahkan lingkungan. Berikut dampak buruk akibat fast beauty yang serba cepat dan instan. 

1. Limbah produk sekali pakai

ilustrasi produk skincare (pexels.com/ivan-samkov)

Permintaan yang tinggi membuat proses produksi skincare tidak berhenti. Tak jarang banyak brand kecantikan baru yang bermunculan, dan brand lama juga turut mengeluarkan produk kecantikan baru untuk mempertahankan penjualan.

Dampak buruk bagi lingkungan yang paling terasa dari fast beauty mulai dari proses produksi hingga barang sampai ke tangan konsumen adalah bungkus atau wadah dari skincare. Botol-botol makeup atau skincare baik yang terbuat dari kaca atau plastik akan menghasilkan limbah baru dalam industri kecantikan. Limbah dari produk kecantikan sekali pakai tentu menjadi momok bagi lingkungan, terutama limbah wadah plastik yang sulit terurai. 

Solusi untuk mengurangi limbah produk sekali pakai dari fast beauty adalah mendaur ulang wadah-wadah tersebut. Daur ulang jadi cara terbaik agar wadah skincare sekali pakai tidak terbuang begitu saja dan mengotori ekosistem. Sebagai konsumen, kamu bisa memulai dengan mengumpulkan wadah bekas skincare atau makeup, mencucinya, dan mengantarkannya ke pengepul atau pos daur ulang khusus wadah skincare.

2. Jejak karbon dan kerusakan lingkungan dalam proses produksi

ilustrasi masker wajah (pexels.com/shiny-diamond)

Selain limbah dari wadah dan bungkus makeup, proses produksi juga berpotensi merusak lingkungan. Permintaan produk kecantikan yang tinggi membuat permintaan bahan baku pembuatan skincare dan makeup juga tinggi. Misalnya, pembukaan lahan pertanian besar-besaran pohon sawit dan pohon zaitun yang menjadi salah satu komposisi skincare dan produk perawatan.

Rantai pasokan dari hulu hingga hilir dari fenomena fast beauty juga meningkatkan jejak karbon. Mulai dari polusi pabrik hingga transportasi, apalagi produk dan bahan baku yang berasal dari luar negeri. Dinamika dari fast beauty yang dapat meningkatkan jejak karbon, juga meningkatkan gas rumah kaca, yang berpengaruh pada pemanasan global dan perubahan iklim.

3. Konsumen cenderung menginginkan hasil yang instan

ilustrasi peralatan makeup (pexels.com/polina-tankilevitch)

Tren fast beauty membuat konsumen mengharapkan hasil yang instan. Berbagai produk kecantikan menampilkan embel-embel mencerahkan dan menghilangkan jerawat dalam kurun beberapa minggu bahkan hari. Tentu konsumen sangat tergiur dengan produk-produk yang langsung menampakkan hasil, apalagi dengan harga yang lumayan terjangkau.

Laman Clove Research mengungkapkan bahwa, fast beauty membuat konsumen terfokus pada perawatan bagian luar kulit, dan lupa akan pola hidup yang sangat memengaruhi kondisi kulit. Bahwa selain memperbaiki dari luar melalui berbagai produk skincare, perawatan kulit membutuhkan asupan gizi yang seimbang. Sebagai konsumen, jangan sampai melupakan bahwa dalam proses menghasilkan kulit sehat membutuhkan waktu tidak instan.

Baca Juga: Pandangan Masyarakat tentang Produk Kecantikan Berlabel Sustainable

4. Mendorong impulse buying

ilustrasi peralatan makeup (pexels.com/enginakyurt)

Iklan produk kecantikan yang semakin masif akan mendorongmu untuk membelinya. Berbagai brand kecantikan membagikan diskon besar-besaran hampir di tiap bulan untuk menarikmu membeli produk mereka. Diskon yang besar ini terkadang membuatmu tergiur dan kalap membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Selain karena diskon, kamu menjadi enggan ketinggalan tren kecantikan terbaru. Jadi, kamu berusaha untuk membeli produk-produk makeup terbaru dengan berbagai formula dan warna. Namun, tren makeup terbaru hanya berlalu sesaat saja. Tren akan terus berganti, dan makeup yang baru saja kamu beli mungkin tidak akan terpakai di bulan-bulan berikutnya. 

Membeli barang tidak sesuai kebutuhan, atau hanya mengikuti tren hanya akan membawamu pada perilaku impulse buying. Perilaku ini akan membuatmu menjadi lebih boros dan terkesan menghamburkan uang. Untuk menghindari sikap boros akibat fast beauty, tentu kamu perlu membuat skala prioritas dan hanya membeli makeup dan skincare saat benar-benar dibutuhkan.

5. Beberapa kandungan skincare merusak ekosistem

ilustrasi merias wajah (pexels.com/ekaterina-bolovtsova)

Tidak hanya pada proses produksi, beberapa kandungan skincare juga berpotensi merusak lingkungan. Contohnya kandungan microbeads yang hampir ada di setiap produk kecantikan seperti scrub. Meskipun efektif mengangkat sel kulit mati, microbeads merupakan partikel plastik yang tidak dapat terurai dan ukurannya sangat kecil.

Menurut Earth Org, microbeads sejenis mikroplastik dapat membahayakan ekosistem khususnya biota laut dan terumbu karang. Air dari bekas mencuci muka atau mandi akan mengalir ke sungai membawa butiran-butiran microbeads. Ukurannya yang kecil membuat ikan-ikan menganggap microbeads sebagai fitoplankton yang merupakan makanan utama mereka. Hal ini akan berpengaruh pada rantai makanan dan berpotensi membuat manusia mengonsumsi ikan-ikan yang terkontaminasi microbeads.

Microbeads yang juga mikroplastik dapat merusak biota laut seperti terumbu karang. Mikroplastik dapat mengikis permukaan terumbu karang yang mengakibatkan pada pemutihan karang. Mikroorganisme mungil akan kehilangan habitat mereka bila terjadi pemutihan terumbu karang.

6. Eksploitasi tenaga kerja

ilustrasi produk skincare (pexels.com/karolina-grabowska)

Melansir Vogue India, tren fast beauty dapat mengarah pada eksploitasi tenaga kerja untuk terus memproduksi barang. Hampir sama dengan fenomena fast fashion, perusahaan tetap menginginkan keuntungan melalui penjualan produk dengan harga murah, mereka rela memberikan diskon besar-besaran agar produknya laris di pasaran. Hal ini menyebabkan perusahaan cenderung menekan biaya produksi dengan tidak mengupah para pekerja secara layak.

Sebagai konsumen, kita perlu bijak untuk memilah dan memilih brand-brand kecantikan yang mendukung keberlanjutan pada proses produksi. Selalu utamakan produk kecantikan yang benar-benar cocok dan berkhasiat untuk kulit. Serta, jangan mudah tergiur pada skincare yang instan dengan diskon besar-besaran. 

Baca Juga: Pengusaha Wajib Tahu, Ini Fungsi Kemasan untuk Produk Kecantikan! 

Verified Writer

Ema Endrawati

Temannya burung hantu

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya