TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Novel Crime Fiction Jepang Bikin Ketagihan? Ini Penjelasannya!

Bukan whodunit biasa

The Mill House Murders (instagram.com/pushkinpress_us)

Sastra Jepang memang sedang bergeliat hebat di seluruh dunia. Novel-novel penulis Jepang jadi rebutan penerbit untuk diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, tak terkecuali Indonesia. Namun, ada satu genre yang tampaknya mendominasi. 

Kalau kamu penikmat novel Jepang, pasti gak asing dengan genre crime fiction mereka. Mulai yang berlatarkan restorasi Meiji sampai era kontemporer menghiasi rak-rak toko buku, semuanya menarik untuk diikuti kisahnya.

Dari testimoni para pembaca dan penggemarnya, novel crime fiction Jepang bikin nagih. Bagaimana bisa? Mari kupas lebih jauh, yuk!

Baca Juga: 7 Rekomendasi Novel Jepang Bertemakan Teror Mengerikan

1. Eksplorasi psikologi dan kerumitan cerita yang di atas rata-rata

The Little Sparrow Murders (instagram.com/pushkin_press)

Crime fiction biasanya fokus pada siapa dan bagaimana sebuah kejahatan terjadi. Namun, tidak buat novel-novel kriminal asal Jepang. Kebanyakan novel mereka justru mencoba menjelajahi mengapa kejahatan itu dilakukan. Eksplorasi psikologi manusia yang mendasari motif kejahatan jadi nyawa dalam sastra Jepang yang mengusung genre ini.

Eksplorasi motif tersebut jadi menarik karena manusia tertarik untuk memahami jalan pikir sesamanya. Bisa saja ada kemiripan dengan pola pikir kita sendiri bila berada di posisi serupa para karakter yang sedang kita amati. 

Selain itu, kerumitan ceritanya juga patut diacungi jempol. Tak sedikit novel Jepang yang dibuka dengan sebuah fakta atau situasi yang hampir mustahil. Salah satu yang cukup populer adalah pembunuhan di ruang tertutup atau yang dikenal dengan istilah locked-room mystery.

Teka-teki di novel-novel crime fiction Jepang dijalin dengan penuh ketelitian. Tak ada ruang untuk lubang plot dan pelintiran alurnya pun disusun serapi mungkin. Hampir pasti pelaku kejahatan sudah eksis sejak awal novel, tetapi pembaca dipastikan tak akan tahu siapa sampai penulis bersedia membuka kedoknya.  

2. Bisa jadi media nonkonvensional untuk belajar konteks kultural dan sosial Jepang

Butter (instagram.com/4thestatebooks)

Muncul sejak 1920-an, genre ini memang sedikit banyak didasari oleh masalah-masalah sosial yang berkembang di Jepang dari era ke era. Sudah disinggung sebelumnya, isu-isu seperti ketimpangan, kemiskinan, dan korupsi jadi motif yang sering dipakai penulis, terutama setelah Perang Dunia II saat Jepang berusaha bangkit dari keterpurukan.

Menariknya, pada 1980--1990-an, seiring dengan munculnya penulis-penulis perempuan, isu dinamika keluarga dan diskriminasi gender mulai menginvasi novel crime fiction Jepang.  Cara masyarakat Jepang memandang perempuan lewat peran dan stigma jadi elemen tambahan yang menambah kedalaman cerita.

Hal lain yang tak kalah sering kita temukan adalah kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur juga sering mewarnai novel Jepang. Dalam realitasnya, ini adalah polemik dan kekhawatiran publik mengingat anak-anak itu akan mudah terbebas dari hukuman karena status mereka sebagai minor. 

Secara tak langsung, novel-novel crime fiction bisa jadi media nonkonvensional untuk mengenal kultur dan tatanan sosial Jepang. Seperti kita tahu, Jepang punya aturan dan norma yang sedemikian spesifik dan kaku. Itu salah satu bahan diskusi menarik karena implikasinya bisa sangat multifaset. 

Baca Juga: 7 Novel Jepang Bertemakan Perjalanan Waktu

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya