[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngena

Diproduksi oleh alumni Studio Ghibli, lho!

Intinya Sih...

  • Film anime The Imaginary baru dirilis di Netflix setelah tayang di bioskop Jepang pada Desember 2023.
  • Cerita film berfokus pada kepolosan dan kreativitas anak-anak dalam melihat dunia lewat petualangan fantasi.
  • Visual indah dan kualitas animasinya bagus, tetapi desain karakter terasa generik serta latar hambar tanpa warna mencolok.

Pada 5 Juli 2024, film anime The Imaginary baru dirilis di Netflix. Film ini sebenarnya telah tayang di bioskop Jepang pada Desember tahun lalu. Namun, baru pada bulan inilah, audiens internasional dapat menikmatinya. The Imaginary sendiri merupakan proyek terbaru Studio Ponoc.

Studio Ponoc merupakan studio anime yang didirikan pada 2015 dan beranggotakan segudang mantan anggota Studio Ghibli. Oleh karena itu, The Imaginary patut ditonton. Penulis sendiri sudah menontonnya dan kini akan membagikan review The Imaginary. Apa saja kelebihan dan kekurangannya? Yuk, langsung saja disimak!

1. Cerita tentang kepolosan anak-anak dan teman khayalan mereka

[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngenacuplikan anime The Imaginary (dok. Studio Ponoc/The Imaginary)

The Imaginary berfokus pada Rudger, bocah Imaginary yang lahir dari imajinasi bocah perempuan bernama Amanda. Mereka bersahabat dan selalu bermain bersama. Namun, Imaginary rupanya dapat menghilang jika kreatornya melupakannya. Tidak hanya itu, ternyata Rudger juga dalam bahaya karena ia dikejar oleh Tuan Bunting, pemakan Imaginary.

Cerita The Imaginary bertema besar kepolosan dan kreativitas anak-anak dalam melihat dunia. Selama hampir 2 jam, The Imaginary menyuguhkan dunia lewat kacamata anak-anak yang penuh warna, teman khayalan, dan petualangan fantasi. Ini juga jadi pengingat bagi orang dewasa bahwa mereka dulu melihat dunia dengan cara serupa.

Di sisi lain, The Imaginary tak lupa menjelaskan bahwa teman khayalan anak-anak sebenarnya merupakan perwujudan kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, Imaginary terasa sangat nyata bagi mereka. Untuk Amanda, Rudger bukan hanya teman main, melainkan juga pengisi kekosongan hatinya yang dulu pernah diisi oleh ayahnya.

Akan tetapi, eksekusi ceritanya tak sempurna. Dalam beberapa menit pertama, kita langsung dikasih tahu bahwa Rudger merupakan Imaginary melalui monolog meski rasanya lebih baik kalau menggunakan konsep show, don't tell. Konsep tersebut padahal dapat menambah worldbuilding dan pendalaman karakter jika dipakai.

Pertengahan film juga rumit diikuti dan kehilangan fokus. Terlalu banyak peraturan tentang cara kerja Imaginary dan itu tak dijelaskan dengan baik. Ada beberapa poin dalam cerita yang sama sekali tak terjawab, seperti kenapa ada anak-anak yang tak bisa menciptakan Imaginary mereka sendiri sehingga mereka harus memakai Imaginary yang telah ada?

2. Kita menemani Rudger dalam petualangannya sepanjang film

[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngenacuplikan anime The Imaginary (dok. Studio Ponoc/The Imaginary)

Sepanjang film, kita selalu menemani Rudger dalam petualangannya. Alhasil, karakterisasi dan perkembangan karakternya sangat terasa dan berkesan untuk audiens. Interaksi Rudger dengan berbagai karakter juga terasa hangatseperti Rudger selalu memanggil, Lizzie, ibu Amanda, dengan sebutan ibu.

Akan tetapi, kita justru tak dipertemukan dengan Amanda sesering itu. Oleh karena itu, kita tak terlalu mengenal Amanda terlalu dalam. Hal ini sayangnya membuat pendalaman karakter Amanda terasa tanggung. Sementara itu, karakter-karakter lain, seperti Emily dan Tuan Bunting, terasa cukup untuk kita merasa peduli terhadap mereka.

Baca Juga: 3 Film Anime Standalone 2023 yang Dirilis di Netflix 2024

3. Visual indah meski agak hambar

[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngenacuplikan anime The Imaginary (dok. Studio Ponoc/The Imaginary)

Digarap oleh beberapa veteran Studio Ghibli, wajar rasanya kalau penulis memiliki ekspektasi tinggi terhadap visual The Imaginary. Hasil akhirnya untungnya tak mengecewakan. Film ini berhasil memanjakan mata audiens dengan visual indah dan kualitas animasinya yang bagus.

Sayangnya, ini masih tak mampu memenuhi ekspektasi. Ponoc menjanjikan adanya inovasi dari segi cahaya dan bayangan dalam gaya visual The Imaginary dengan berkolaborasi dengan berbagai artis Prancis. Namun, mereka justru menghasilkan latar hambar tanpa warna mencolok. Tidak hanya itu, desain karakternya sangatlah generik.

4. Scoring dan lagu tema sama-sama bagus

[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngenapotret A Great Big World dan Rachel Platten (instagram.com/agreatbigworldx.com/StudioPonoc)

Studio Ponoc memercayai agehasprings dan Kenji Tamai untuk menggarap scoring The Imaginary. Mereka lantas berhasil membayar kepercayaan tersebut dengan menghasilkan musik emosional. Scoring The Imaginary didominasi dengan alunan indah biola sehingga cocok untuk melengkapi filmnya.

Sementara itu, lagu temanya diisi oleh A Great Big World dan Rachel Platten. Bertajuk "Nothing's Impossible", lagu ini diputar saat akhir film. Liriknya berpesan bahwa tak ada yang tak mungkin selama kita terus mencoba dan melihat dunia dengan sedikit keajaiban dan fantasi. "Nothing's Impossible" amat cocok menjadi pelengkap The Imaginary.

5. Karya yang cukup oke dari Studio Ponoc dan Yoshiyuki Momose

[REVIEW] The Imaginary—Petualangan Imajinatif yang Kurang Ngenapotret Yoshiaki Nishimura, Kokoro Terada, dan Yoshiyuki Momose (x.com/StudioPonoc)

Film ini digarap oleh dua veteran Studio Ghibli, yakni Yoshiyuki Momose sebagai sutradara dan Yoshiaki Nishimura sebagai penulis naskah dan produser. Sayangnya, The Imaginary dibumbui dengan desain karakter yang tak memorable dan latar yang hambar sehingga gagal mencapai ekspektasi penulis.

Meski begitu, The Imaginary tetap bisa dinikmati dan jadi karya yang cukup solid dari Studio Ponoc. Sebagai film kedua mereka, The Imaginary memang tak mampu melampaui atau bahkan menyamai bagusnya film debut mereka, yakni Mary and the Witch's Flower pada 2017. Namun, film ini tetap menawarkan cerita yang menyentuh dan soundtrack yang menawan.

Secara keseluruhan, penulis memberikan The Imaginary skor 3/5. Bagaimana denganmu? Bagikan skor The Imaginary versimu di kolom komentar setelah menontonnya di Netflix, ya!

Baca Juga: 3 Fakta The Rose of Versailles, Film Anime MAPPA yang Rilis 2025

Rakha Alif Photo Verified Writer Rakha Alif

out here makin lemonade via email

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya