Sundance Film Festival: Asia 2022, Kritik Film Seiring Perubahan Zaman

Seiring perubahan zaman, tekanan sineas kini lebih berat

Sundance Film Festival: Asia 2022 yang diselenggarakan oleh Sundance Institute, IDN Media dan XRM Media pada 25-28 Agustus ini memulai acaranya. Selain screening film yang dinantikan publik, acara ini juga menggelar beragam diskusi soal industri perfilman lewat "Festival Chat".

Eric Sasono, Adrian Jonathan, dan Umi Lestari hadir sebagai pembicara dalam "Festival Chat 3: Film Critics as Part of the Ecosystem" di ASHTA District 8, Jakarta, Indonesia. Simak diskusi seru mereka di bawah ini!

1. Perkembangan zaman mengubah medium kritik

Sundance Film Festival: Asia 2022, Kritik Film Seiring Perubahan Zaman"Festival Chat 3: Film Critics as Part of the Ecosystem" di Sundance Film Festival: Asia 2022 by IDN Media (Dok. Pribadi/Elizabeth Chiquita)

Fenomena kritikus yang kian menjamur dalam berbagai medium turut dibahas dalam diskusi seru ini. Adrian mengaku sejak adanya Twitter, industri film lebih menarik dengan adanya interaksi cepat antara filmmaker dengan penonton.

Adrian yang merupakan salah satu pendiri Cinema Poetica ini takjub dengan mudahnya penonton dapat mengemukakan pendapat atau kritiknya. Lalu, filmmaker juga bisa dengan cepat mengoreksi hingga membahas soal kekurangan di filmnya.

Di sisi lain, kemunculan kritikus di media sosial dan Letterboxd malah membuat Eric Sasono merasa jika fenomena ini malah membuat industri film memiliki masa depan.

"Penulis-penulis (baru) ini berusaha membuktikan sebaliknya. Bahwa film itu punya masa depan. Film itu kalau sekarang menurut saya, film sendiri sudah punya definisi ulang. Maka dari itu, sosial media, Letterboxd, dan sebagainya itu ikut membantu mendefinisikan film di masa sekarang," ungkap Eric.

2. Budaya antikritik di Indonesia

Sundance Film Festival: Asia 2022, Kritik Film Seiring Perubahan Zaman"Festival Chat 3: Film Critics as Part of the Ecosystem" di Sundance Film Festival: Asia 2022 by IDN Media (Dok. Pribadi/Elizabeth Chiquita)

Kritikus kian banyak di berbagai platform, ketiganya pun membahas soal budaya antikritik yang sempat muncul dalam industri perfilman. Menurut Adrian, filmmaker di masa sekarang memiliki tekanan yang lebih dibandingkan sineas zaman dahulu.

"Mungkin karena budaya diskusi film, kritik film, zaman sekarang banyaknya di internet dan sering terjadi dalam lindungan internet. Dalam arti, kamu bisa mengkritik dalam anonimus, kamu bisa melontarkan opini tanpa argumen," ungkapnya.

3. Cancel culture dalam industri perfilman

Sundance Film Festival: Asia 2022, Kritik Film Seiring Perubahan Zaman"Festival Chat 3: Film Critics as Part of the Ecosystem" di Sundance Film Festival: Asia 2022 by IDN Media (Dok. Pribadi/Elizabeth Chiquita)

Akhir-akhir ini, industri perfilman juga diguncang oleh kasus hukum dari para sineas yang merembet jauh pada karyanya. Sebagai kritikus film, Umi Lestari mengaku di awal dirinya memilih tak mempromosikan karyanya, tetapi kini mulai memiliki cara pandang yang berbeda.

"Kita harus melihat lagi, bahwa dalam film itu ada orang lain. Misalkan ada satu orang yang salah, apakah semuanya juga salah? Ya, pertanyaannya itu," ungkap Umi di Sundance Film Festival: Asia 2022 by IDN Media pada Jumat (26/8/2022).

Di sisi lain, Eric Sasono berpendapat jika dirinya tidak mendukung karya dari sineas yang melakukan pelanggaran hukum. Eric juga mengungkapkan beberapa film yang akhirnya tak lagi ia kagumi usai sineasnya bermasalah.

"Tidak ada film yang sedemikian bagusnya, hingga mengorbankan kesehatan mental seseorang," tegas Eric.

Sundance Film Festival: Asia 2022 by IDN Media masih digelar hingga tanggal 28 Agustus mendatang di ASHTA District 8, Jakarta, Indonesia. Yuk, ikutan dan dukung perfilman Indonesia!

Topik:

  • Triadanti

Berita Terkini Lainnya