TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Justin Chon dan Kesetiaannya Hadirkan Perspektif Asia di Hollywood

Kamu pasti pernah nonton salah satu film arahannya

Justin Chon dan Rich Brian di set film Jamojaya (instagram.com/justinchon)

Gaungnya memang belum sekeras Greta Gerwig, namun Justin Chon salah satu sutradara yang wajib kamu kenal mulai sekarang. Sama dengan Gerwig, Chon memulai kariernya sebagai aktor. Ia sempat tampil di beberapa serial televisi Amerika Serikat dan mungkin paling dikenang usai dapat peran pendukung di Twilight. 

Namun, kariernya sebagai sutradara justru yang membuatnya mulai diperhitungkan. Chon debut di balik layar pada 2013 lewat sebuah film pendek. Dilanjut dengan film fitur debutnya Man Up yang juga ia bintangi. Dua film awalnya tak seberapa sukses, tetapi sejak Gook rilis pada 2017, karier Chon sebagai sutradara tak terbendung lagi.

Lantas, apa yang jadi daya tarik dari karya-karya sinematiknya? Salah satunya adalah Chon selalu menghadirkan perspektif Asia di setiap filmnya.

Baca Juga: Greta Gerwig dan Kepiawaiannya Sertakan Narasi Feminis dalam Film

1. Dikenal luas setelah film Gook (2017)

Gook (dok. Samuel Goldwyn Films/Gook)

Gook adalah titik balik karier Chon sebagai aktor dan sutradara. Film hitam putih ini tayang perdana di Sundance Film Festival. Judulnya diambil dari istilah yang digunakan untuk merendahkan imigran Asia di Amerika Serikat, terutama yang berasal dari Korea, Vietnam, Filipina. Sesuai judulnya, Chon memerankan sang lakon, seorang imigran Korea bernama Eli yang tinggal di Los Angeles pada 1990an. 

Ia bersama sang adik membuka toko sepatu dan berkawan dengan seorang bocah kulit hitam yang memaksa untuk diizinkan menghabiskan waktu di toko mereka setelah pulang sekolah. Pertemanan mereka jadi kompleks karena saat itu orang-orang keturunan Asia dan kulit hitam sedang berseteru.

Gook bisa dibilang salah satu pelopor film soal migran Asia di Amerika Serikat yang berhasil tembus Hollywood. Ia dirilis sebelum Searching (2018), Minari (2020), Tigertail (2020), dan The Farewell (2019).

2. Angkat tema serupa lewat Ms. Purple (2019)

Ms. Purple (dok. Oscilloscope/Ms. Purple)

Setelah kesuksesan Gook, Justin Chon kembali meramaikan Sundance Film Festival lewat Ms. Purple. Ia masih setia mengangkat karakter Korea-Amerika. Kali ini soal dua kakak beradik yang dibesarkan sang ayah tanpa ibu. Ketika ayah mereka dalam kondisi memprihatinkan karena penyakitnya, Carey yang telah lama meninggalkan rumah terpaksa kembali untuk membantu sang kakak merawat orangtua mereka. 

Chon berusaha mengeksplorasi dinamika hubungan anak dan orangtua. Rasa enggan dan terbebani tidak bisa disangkal tumbuh di benak kedua kakak beradik itu. Apalagi dengan masalah di masa lalu dan gaya parenting sang ayah yang bertolakbelakang dengan kultur negara di mana mereka besar. 

Baca Juga: 7 Rekomendasi Film Asia Pemenang Palme d'Or, Korea hingga Thailand

3. Kembali ke depan layar di Blue Bayou (2021)

Blue Bayou (dok. Focus Features/Blue Bayou)

Perspektif Asia ia bawa kembali di Blue Bayou. Kali ini, ia kembali ke depan layar sebagai salah satu lakon. Beradu akting dengan Alicia Vikander, Chon memerankan seorang pria Korea yang diadopsi sejak bayi oleh pasangan Amerika. Saat dewasa dan tak lagi memiliki orangtua, ia terjerat masalah hukum yang membuatnya terancam dideportasi. 

Hanya sang istri dan putri mereka yang jadi semangatnya untuk bertahan. Chon kembali mengekspos perspektif imigran Korea yang sedikit berbeda. Tidak datang secara sukarela, ini soal anak-anak yang diadopsi saat kecil dan tertolak di masyarakat. 

4. Menyutradarai beberapa episode Pachinko (2021)

serial Pachinko (dok. Apple TV+/Pachinko)

Chon kembali memamerkan talentanya sebagai sutradara lewat kehebatan serial Pachinko. Bergantian dengan sutradara Korsel, Kogonada, ia menyutradarai 4 dari total 8 episodenya. Meski bukan naskah garapannya sendiri, Pachinko beresonansi dengan proyek-proyek Chon sebelumnya yang hadirkan perspektif imigran Korea. 

Kali ini, imigran Korea di Jepang selama masa pendudukan hingga era kontemporer. Pachinko banyak dipuji karena ketekunan para kreatornya menciptakan semesta yang realistis dan autentik. Dari latar tempat, bahasa, sampai akurasi sejarahnya benar-benar dipikirkan masak-masak. 

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Asia tentang Bullying yang Wajib Ditonton! 

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya