TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Neuropati, ketika Tangan dan Kaki Kebas dan Kesemutan

Pernahkah kamu mengalaminya?

ilustrasi kaki kesemutan (pexels.com/Cats Coming)

Apakah kamu familier dengan neuropati? Ini merujuk pada kerusakan saraf tepi dengan gejala seperti kebas dan kesemutan. Sering dianggap remeh, padahal neuropati bisa menurunkan kualitas hidup seseorang.

Memperingati Neuropathy Awareness Week, P&G Health beserta Kementerian Kesehatan Indonesia dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) mengadakan kampanye Feel Life pada Senin (20/6/2022).

Digelar secara virtual, acara ini menghadirkan dr. Imran Agus Nurali, SpKO, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat - Ditjen Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K), Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Indonesia PP PERDOSSI; serta Anie Rachmayani, Brand Director Personal Healthcare P&G Health Indonesia. Simak, yuk!

1. Apa itu neuropati?

Neuropati didefinisikan sebagai kerusakan saraf yang menyebabkan mati rasa, kesemutan, kelemahan otot, dan kebas. Mengutip Cleveland Clinic, neuropati sering terjadi di tangan dan kaki, tetapi tidak menutup kemungkinan memengaruhi bagian tubuh lain.

"Salah satu penyebab terbanyak adalah penyakit metabolik seperti diabetes. Angka kejadian neuropati karena diabetes mulai dari 9,6 sampai 88,7 persen. Yang bikin prihatin, neuropati diabetes hanya terdiagnosis 30 persen, sisanya tidak terdiagnosis," tutur dr. Manfaluthy.

Keterlambatan diagnosis memiliki konsekuensi tersendiri. Sekitar 55 persen pasien neuropati datang dalam keadaan berat. Ini menjadi masalah karena makin berat kondisinya maka makin sulit diatasi.

2. Penyebabnya bermacam-macam

ilustrasi diabetes (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Neuropati memiliki banyak penyebab. Mulai dari cedera traumatis, infeksi, masalah metabolisme, bawaan genetik, menjalani gaya hidup sedenter, duduk terlalu lama, hingga paparan racun. Akan tetapi, penyebab paling umum adalah diabetes.

Dilansir National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, kadar glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah kecil (yang fungsinya memberi oksigen dan nutrisi pada saraf). Tanpa oksigen dan nutrisi yang cukup, saraf tidak bisa berfungsi dengan baik.

Perlu diingat, semua orang berisiko terkena neuropati. Meski begitu, menurut dr. Manfaluthy yang paling berisiko adalah:

  • Berusia tua.
  • Menderita diabetes.
  • Memiliki riwayat neuropati dalam keluarga.
  • Mengidap hipertensi.
  • Merokok.
  • Mengonsumsi alkohol.
  • Menderita kanker.
  • Menderita penyakit-penyakit pembuluh darah.
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Baca Juga: 6 Jenis Ketidakseimbangan Elektrolit dan Gejalanya

3. Seperti apa gejalanya?

ilustrasi tangan mati rasa (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Gejala neuropati mudah dikenali, seperti kesemutan, kram, mati rasa, kebas, terasa kaku, sulit bergerak, kaki atau tangan terasa nyeri, kehilangan keseimbangan, muncul rasa terbakar, hingga kulit menjadi kering dan pecah-pecah.

Dokter Manfaluthy memaparkan fakta mengejutkan, yaitu 28,4 persen orang merasakan gejala neuropati pada usia 26-30 tahun. Gejala yang paling banyak dikeluhkan adalah pegal (66,1 persen), kesemutan (53,6 persen), dan kram (44,6 persen). Ini berdasarkan riset yang dilakukan di kota-kota besar di Indonesia, seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar.

4. Bisa menurunkan produktivitas dan kualitas hidup

Dampak neuropati tidak main-main, seperti mudah terluka karena penurunan sensasi rasa dan sensitivitas. Kondisi tersebut tidak bisa memberikan peringatan kalau ada sesuatu yang tajam atau panas.

Selain itu, terjadi penurunan kekuatan motorik. Karena tidak pernah digerakkan, struktur otot berubah dan menjadi kecil. Dampak lainnya adalah menyebabkan penurunan berat badan karena gangguan saraf otonom memengaruhi sistem pencernaan.

"Bahkan, bisa menyebabkan impotensi dan depresi. Pada akhirnya, neuropati menyebabkan penurunan kualitas hidup dan produktivitas," ujar dr. Manfaluthy.

Baca Juga: Mutisme Selektif: Gejala, Penyebab, dan Penanganan 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya