TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspada Hipotensi Postprandial, Merasa Pusing setelah Makan

Sering terjadi pada lansia

ilustrasi mengalami hipotensi postprandial (freepik.com/stefamerpik)

Pernahkah kamu mengalami sakit kepala atau pusing setelah makan? Jika iya atau bahkan sering mengalaminya, maka bisa jadi kamu mengalami hipotensi postprandial. Hipotensi postprandial adalah kondisi yang terjadi ketika tekanan darah turun secara signifikan sesudah makan. 

Kata "postprandial" mengacu pada periode waktu tepat sesudah makan, sedangkan "hipotensi" berarti tekanan darah rendah. Perubahan sementara ini bisa mengakibatkan gejala seperti pusing, mual, dan bahkan pingsan serta cedera jatuh akibat pingsan. 

Bagi sebagian besar individu, kondisi ini ringan dan tidak memicu gejala. Namun pada beberapa orang, hipotensi postprandial dapat menjadi sangat serius. Penurunan tekanan darah bisa menyebabkan pusing dan jatuh, yang bisa menyebabkan komplikasi serius. 

Untuk mengetahui lebih jauh seputar kondisi ini, berikut deretan fakta medis seputar hipotensi postprandial yang perlu kamu ketahui.

1. Penyebab

ilustrasi makan roti (freepik.com/freepik)

Sementara penyebab hipotensi postprandial tidak sepenuhnya dipahami, kondisi ini diduga berhubungan dengan pengumpulan darah di organ perut. Ada bukti yang mengaitkan kondisi tersebut dengan faktor-faktor berikut:

  • Komposisi makanan dan jenis makanan, serta nutrisi yang dimakan. 
  • Pengosongan lambung, atau seberapa cepat makanan bergerak dari lambung ke usus. 
  • Seberapa baik (dan di mana) nutrisi diserap dari saluran pencernaan. 

Akibat penyatuan tersebut, jumlah darah yang tersedia untuk sirkulasi umum berkurang, mengakibatkan penurunan tekanan darah. Berdiri bisa meningkatkan efek ini.

Beberapa akumulasi darah di organ perut sesudah makan merupakan normal, karena mencerna makanan membutuhkan peningkatan aliran darah. Untuk mengimbanginya, maka pembuluh darah di kaki secara alami menyempit sebagai refleks. Hipotensi postprandial diduga terjadi akibat salah satu dari kondisi berikut:

  • Volume darah di usus berlebihan. 
  • Penyempitan normal pembuluh darah di ekstremitas bawah berkurang. 

2. Faktor risiko

ilustrasi mendapatkan perawatan di rumah sakit (freepik.com/freepik)

Hipotensi postprandial paling sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Dilansir Verywell Health, hingga 1 dari 3 orang dewasa yang lebih tua, akan mengalami beberapa tingkat hipotensi postprandial, yang didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik hingga 20 mmHg, dalam waktu dua jam sesudah makan. 

Sampai batas tertentu, penuaan disertai dengan peningkatan pengumpulan darah di perut, yang biasa terjadi sesudah makan. Ini jarang terjadi pada orang yang lebih muda. Pada orang dewasa yang lebih tua atau lansia yang sehat, penurunan tekanan darah akibat makan sering terjadi, namun kebanyakan tanpa gejala. Namun pada lansia dengan hipertensi, mengalami peningkatan frekuensi postprandial.

Di rumah sakit dan populasi institusional, prevalensi hipotensi postprandial pada orang lanjut usia lebih tinggi dibandingkan komunitas, karena frekuensi yang lebih tinggi dari kondisi, dan penyakit penyerta, serta peningkatan jumlah obat, yang semuanya kemungkinan mempunyai efek pada pengaturan tekanan darah.

Perlu diketahui bahwa hampir seluruh penghuni panti jompo mengalami hipotensi postprandial. Pada hampir 40 persen populasi tersebut, tekanan darah sistolik menurun lebih dari 20 mmHg dalam waktu 75 menit sesudah makan. Dilansir Cureus, hipotensi postprandial lazim terjadi pada sekitar 24-33 persen populasi lansia yang menerima perawatan di panti jompo. Selain itu, hipotensi postprandial juga terjadi pada sekitar 67 persen pasien geriatri, dan sekitar 50 persen pasien yang menderita sinkop yang tidak bisa dijelaskan. 

Secara nyata, kondisi ini 33 persen umum di antara populasi yang sehat. Hipotensi sebagai respons terhadap glukosa oral atau menelan makanan campuran, umum di kalangan muda dan tua, pasien normotensi, dan hipertensi di panti jompo. Selain itu, hipotensi postprandial juga sangat umum pada pasien yang menderita kondisi komorbid seperti penyakit kardiovaskular, insufisiensi otonom, diabetes melitus, paraplegia, dan gagal ginjal. 

Pasien dengan gagal jantung, sinkop, penyakit Parkinson, pasien dialisis, dan pasien dengan disfungsi otonom, cenderung mengalami hipotensi postprandial yang lebih buruk. Pada pasien ini, prevelansi hipotensi postprandial berkisar antara 40 persen hingga lebih dari 80 persen. Selain itu, hipotensi postprandial juga sangat lazim pada pasien lansia dengan depresi. Pengobatan dengan nortriptyline atau paroxetine, tidak memengaruhi respons dan gejala tekanan darah postprandial. 

Jika seseorang mengalami penurunan tekanan darah pada waktu lain yang tidak terkait dengan makan, maka ia mungkin mengalami kondisi lain yang tidak terkait dengan hipotensi postprandial. Penyebab lain dari tekanan darah rendah yaitu meliputi:

  • Penyakit katup jantung. 
  • Dehidrasi. 
  • Kehamilan. 
  • Penyakit tiroid. 
  • Kekurangan vitamin B-12.

3. Tanda dan gejala

ilustrasi pusing setelah makan (freepik.com/DCStudio)

Orang yang mengalami hipotensi postprandial, sering mengalami sakit kepala ringan, pusing, lemas, atau bahkan sinkop ketika mereka berdiri dalam satu atau dua jam sesudah makan. Perlu diketahui bahwa sinkop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pingsan akibat penurunan tekanan darah.

Hipotensi postprandial juga bisa terjadi baik pada posisi duduk maupun terlentang, dan bisa terjadi pada semua waktu makan. Meskipun tidak ditemukan diseluruh penelitian, hipotensi postprandial tampak lebih sering terjadi dan lebih parah pada pagi hari.

Dalam The Journals of Gerontology Series A, yang diterbitkan Oktober 2005, Vloet dan rekannya menunjukkan bahwa hipotensi postprandial paling banyak terjadi pada pagi hari, dan paling sedikit di malam hari. Selain itu, makanan uji pada waktu makan malam menginduksi periode hipotensi postprandial yang secara signifikan lebih pendek, dan  paaien ini hampir tidak mempunyai gejala, dibandingkan dengan mereka pada waktu sarapan atau makan siang. 

Selain itu, gejala hipotensi postprandial cenderung lebih parah sesudah makan besar atau makan yang mengandung banyak karbohidrat. Mengonsumsi alkohol sebelum atau selama makan dapat menjadi kontributor lain. Gejala ini biasanya hilang dalam waktu dua jam atau lebih setelah selesai makan. 

Baca Juga: Migrain saat Menyusui, Kenali Penyebab dan Penanganannya

4. Komplikasi yang bisa ditimbulkan

ilustrasi pingsan akibat hipotensi postprandial (freepik.com/freepik)

Komplikasi paling serius terkait hipotensi postprandial yaitu pingsan dan cedera yang bisa terjadi setelahnya. Pingsan bisa mengakibatkan jatuh, yang bisa menyebabkan patah tulang, memar, atau trauma lainnya. Kehilangan kesadaran ketika mengendarai mobil dapat sangat serius. Selain itu, berkurangnya suplai darah ke otak juga bisa menyebabkan stroke. 

Hipotensi postprandial biasanya merupakan kondisi sementara, namun jika tekanan darah rendah menjadi parah, maka beberapa komplikasi serius bisa terjadi. Contohnya, seseorang dengan hipotensi postprandial dapat mengalami syok. Selain itu, Jika suplai darah ke organ terganggu secara signifikan, maka orang tersebut kemungkinan juga mengalami kegagalan organ, mengutip Healthline.

5. Diagnosis

ilustrasi dokter memeriksa pasien (freepik.com/pressfoto)

Untuk menegakkan diagnosis hipotensi postprandial, dokter akan meninjau riwayat dan gejala medis pasien. Jika pasien telah melacak tekanan darahnya dengan monitor rumah, maka ia bisa menunjukkan hasilnya kepada dokter, terutama catatan saat tekanan dicatat sesudah makan. 

Untuk mempermudah diagnosis, dokter harus mencoba untuk mendapatkan pembacaan tekanan darah awal sebelum makan, dan kemudian pembacaan postprandial (setelah makan) untuk mengonfirmasi pemeriksaan rumah pasien.

Tekanan bisa dilakukan pada beberapa interval sesudah makan, mulai dari 15 menit, dan berakhir sekitar 2 jam sesudah makan. Pada sekitar 70 persen orang dengan hipotensi postprandial, tekanan darah turun dalam waktu 30 hingga 60 menit sesudah makan. Pasien bisa didiagnosis menderita hipotensi postprandial, jika ia mengalami penurunan tekanan darah sistolik minimal 20 mm Hg, dalam waktu dua jam sesudah makan. 

Dokter kemungkinan juga mendiagnosis pasien dengan hipotensi postprandial jika tekanan darah sistolik sebelum makan pasien, minimal 100 mm Hg, dan pasien mempunyai tekanan darah sistolik 90 mm Hg dalam waktu dua jam sesudah makan. Nah, karena kemungkinan besar hipotensi postprandial terjadi sesudah sarapan, maka evaluasi penurunan tekanan darah terkait makanan harus dilakukan di pagi hari. 

Tes lain bisa diberikan dokter untuk menentukan kemungkinan penyebab lain dari perubahan tekanan darah pasien. Ini termasuk:

  • Tes darah untuk memeriksa anemia atau gula darah rendah.
  • Elektrokardiogram untuk mencari masalah irama jantung. 
  • Ekokardiogram untuk mengevaluasi struktur dan fungsi jantung. 

Baca Juga: Migrain Okular, Migrain yang Sebabkan Gejala Visual

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya