TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Fakta Paxlovid, Obat COVID-19 yang Baru Diberi Izin oleh BPOM

Efektif untuk menurunkan risiko rawat inap dan kematian

ilustrasi vitamin B kompleks (unsplash.com/James Yarema)

Seiring tingginya kenaikan kasus harian COVID-19 di Indonesia akhir-akhir ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyetujui Paxlovid sebagai obat baru untuk pasien COVID-19. Paxlovid ialah pil antivirus yang diberikan kepada pasien COVID-19 yang berisiko tinggi agar mereka tidak perlu dirawat di rumah sakit.

Obat ini dikembangkan oleh Pfizer dan memiliki banyak kelebihan, seperti menurunkan risiko rawat inap dan kematian dalam uji klinis sebanyak 89 persen, harganya lebih murah daripada banyak obat COVID-19 lainnya, dan diharapkan dapat bekerja melawan varian Omicron

Di sini, kita akan mempelajari lebih jauh seputar Paxlovid sebagai obat untuk COVID-19. Berikut informasinya dirangkum dari laman Yale Medicine dan European Medicines Agency.

1. Cara kerja Paxlovid

ilustrasi paxlovid (pexels.com/Michelle Leman)

Paxlovid ialah obat antivirus yang bekerja dengan menurunkan kemampuan SARS-CoV-2 untuk berkembang biak di dalam tubuh. Zat aktif PF-07321332 mencegah aktivitas enzim yang dibutuhkan oleh virus untuk berkembang biak. Kandungan ritonavir dosis rendah dalam Paxlovid juga memperlambat pemecahan PF-07321332 sehingga bertahan lebih lama di dalam tubuh. 

Kedua zat aktif ini bekerja bersama-sama membantu tubuh mengatasi infeksi virus. Ini kemudian mencegah penyakit menjadi parah.

2. Kapan perlu minum Paxlovid?

ilustrasi minum Paxlovid (pexels.com/JESHOOTS.com)

Pasien yang dites positif COVID-19 harus meminum Paxlovid dalam waktu lima hari setelah gejala berkembang. Paxlovid bekerja paling baik pada awal kemunculan penyakit. Sebab, jika membiarkan virus berada di dalam tubuh selama lebih dari seminggu, kerusakan yang terjadi dapat makin parah hingga tidak dapat diperbaiki oleh antivirus.

Jika dokter meresepkan Paxlovid, pasien akan diminta minum tiga pil Paxlovid dua kali sehari selama lima hari. Jadi, total pil yang diberikan adalah 30 butir. 

Baca Juga: 5 Penyakit yang Mulai Kebal Obat, Apa Saja?

3. Seberapa baik Paxlovid bekerja

ilustrasi minum Paxlovid (pexels.com/Ron Lach)

Uji klinis Paxlovid dilakukan oleh Pfizer antara pertengahan Juli dan awal Desember pada tahun 2021. Data menunjukkan bahwa peserta yang tidak divaksinasi yang diberi Paxlovid memiliki kemungkinan 89 persen lebih kecil untuk mengembangkan penyakit parah dan kematian dibandingkan dengan peserta uji coba yang menerima plasebo. 

Sementara pasien direkomendasikan untuk minum Paxlovid dalam waktu lima hari setelah timbulnya gejala, peserta dalam uji klinis diberi obat dalam waktu tiga hari. Hingga kini, efektivitas obat untuk merawat pasien di dunia nyata masih terus dipelajari.

4. Efek samping dan risiko

ilustrasi diare karena minum Paxlovid (unsplash.com/Giorgio Trovato)

Efek samping yang paling umum dari Paxlovid adalah gangguan rasa, diare, sakit kepala dan muntah. Namun, ini hanya mempengaruhi kurang dari 1 dari 10 orang.

Paxlovid juga tidak boleh digunakan dengan obat-obatan yang saling berinteraksi dan menurunkan efektivitas satu sama lain, seperti:

  • Obat anti-penolakan organ yang dikonsumsi pasien transplantasi.
  • Obat untuk mengobati aritmia jantung. 
  • Obat antikoagulan atau pengencer darah.
  • Obat penurun kolesterol.

Untuk pasien yang sedang hamil atau menyusui, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah boleh mengonsmsi Paxlovid atau tidak.

5. Efek rebound dari Paxlovid

ilustrasi efek rebound dari Paxlovid (freepik.com/DCstudio)

Terdapat laporan tentang efek rebound gejala COVID-19 pada beberapa orang yang telah menyelesaikan pengobatan lima hari Paxlovid, yang mana pasien melaporkan gejala kambuh empat atau lima hari setelah menyelesaikan perawatan. Beberapa juga melaporkan hasil tes COVID-19 yang positif setelah diobati dengan Paxlovid. 

Dalam uji klinis Paxlovid, Pfizer juga mengungkapkan bahwa peserta tampaknya mengalami peningkatan virus sekitar hari ke 10 atau hari ke 14, tetapi ini juga terjadi pada peserta yang diberi plasebo.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), kembalinya gejala secara singkat ini kemungkinan merupakan bagian dari riwayat alami infeksi SARS-CoV-2 pada beberapa orang, terlepas dari pengobatan yang digunakan dan tidak ada bukti diperlukannya pengobatan tambahan.

6. Apakah vaksinasi masih diperlukan?

ilustrasi vaksin COVID-19 (pixabay.com/torstensimon)

Meskipun obat untuk COVID-19 tersedia, tetapi vaksinasi tetap menjadi bagian penting dari pencegahan. Dengan demikian, vaksinasi, upaya mitigasi, seperti masker, dan pengujian harus tetap dilanjutkan.

Para ahli juga menyatakan bahwa meskipun Paxlovid memiliki kemanjuran yang tinggi, tetapi ini tidak sempurna dan virus masih dapat bermutasi dan mengembangkan resistansi terhadap obat antivirus. Dengan demikian, setiap individu masih tetap perlu menerapkan langkah pencegahan.

Baca Juga: Obat HIV Bisa Jadi Obat Kanker Stadium 4? Ini Hasil Penelitiannya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya