TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gejala Cacar Monyet saat Ini Beda dengan yang di Negara Endemik?

Penelitian sementara menemukan virus telah bermutasi

ilustrasi monkeypox atau cacar monyet (flickr.com/Jernej Furman)

Belum usai pandemik COVID-19, saat ini penyakit monkeypox atau cacar monyet turut menjadi perhatian dunia. Cacar monyet pada awalnya hanya terjadi di beberapa negara di Afrika saja. Namun, saat ini cacar monyet telah menyebar ke berbagai negara dengan cepat.

Cacar monyet yang saat ini sedang mewabah di berbagai negara disebut-sebut berbeda dengan yang cacar monyet yang sebelumnya pernah terjadi di negara endemik. Benarkah demikian? Jika tidak sama, apa saja yang membedakannya? Berikut penjelasannya!

1. Penyebab monkeypox

ilustrasi virus cacar monyet (pixabay.com/SamuelFrancisJohnson)

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), dr. Mohammad Syahril, SpP, MPH, menjelaskan bahwa cacar monyet merupakan penyakit zoonosis. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Denmark pada monyet tahun 1958.

Kemudian, cacar monyet dideteksi pada manusia di Republik Kongo tahun 1970. Penyakit tersebut selanjutnya menjadi endemik di sepuluh negara di Afrika Barat dan Afrika Tengah, belum menyebar ke negara lain, seperti dijelaskan dr. Syahril dalam konferensi pers yang disiarkan pada kanal Youtube Kemenkes.

Baca Juga: 5 Fakta Monkeypox yang Ditetapkan sebagai Darurat Kesehatan Global

2. Virus monkeypox telah bermutasi

ilustrasi mutasi virus (pixabay.com/FrankundFrei)

Dikatakan oleh dr. Robert Sinto, Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, virus monkeypox telah bermutasi dengan sangat cepat, mengutip laman Kemenkes. Ini berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat.

Dokter Robert menjelaskan bahwa peneliti telah menemukan 50 titik mutasi baru pada strain yang sedang bersirkulasi pada tahun 2022, dibandingkan strain virus monkeypox sebelumnya pada tahun 2018 sampai 2019. Ini yang memunculkan hipotesis bahwa tampilan klinis agak berbeda dengan tampilan klinis yang ditemukan di Afrika yang sebelumnya pernah dilaporkan beberapa tahun lalu.

3. Tampilan cacar monyet saat ini tampak agak berbeda dengan yang sebelumnya di Afrika

ilustrasi sakit kulit (flickr.com/NIAID)

Dokter Robert mengatakan bahwa tampilan klinis terlihat berbeda dari laporan kasus cacar monyet yang ada di Afrika dengan kasus cacar monyet yang merebak beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya, gejala cacar monyet di negara endemik tampak seperti lesi kulit yang menyebar di seluruh tubuh. Namun, tampilan klinis cacar monyet saat ini yaitu lesi kulit hanya muncul terlokalisir atau hanya di beberapa bagian tubuh saja, misalnya sekitar mulut, wajah, kaki, telapak tangan, atau area kelamin.

Selain itu, jumlah lesi juga antara 5 sampai 10 dan tidak menyebar ke seluruh tubuh.

Perbedaan lainnya yaitu monkeypox di Afrika menyerang semua rentang usia, mulai dari anak-anak hingga lansia. Sementara itu, monkeypox yang ada di negara-negara non endemik didominasi laki-laki.

Dokter Syahril menyebutkan, sebanyak 99,5 persen kasus menginfeksi laki-laki dengan rata-rata usia 37 tahun. Meskipun banyak dialami laki-laki, tetapi semua orang tetap berpotensi tertular virus monkeypox apabila berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi.

4. Mutasi virus diduga menyebabkan virus lebih cepat menular

ilustrasi peta negara (pexels.com/Suzy Hazelwood)

Adanya strain virus monkeypox baru juga diduga membuat virus menjadi lebih cepat menular daripada sebelumnya. Akibatnya, terjadi kenaikan kasus yang signifikan di berbagai negara, seperti dijelaskan pada laman Kemenkes.

Sejak Mei 2022, kasus cacar monyet menjadi perhatian karena telah dilaporkan di berbagai negara non endemik tanpa riwayat perjalanan ke negara endemik cacar monyet. Adanya kenaikan kasus di berbagai negara tersebut membuat Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan cacar monyet sebagai Public Health Emergency of International Concern atau darurat kesehatan global pada 23 Juli 2022.

Baca Juga: Perbedaan Gejala Omicron BA.2.75 Centaurus dan Flu Biasa 

Verified Writer

Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya