TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenali Potensi Manfaat dan Risiko Clean Eating

Ada risiko pembatasan makanan secara berlebihan

ilustrasi makan semangka (unsplash.com/Taylor Heery)

Intinya Sih...

  • Fondasi clean eating melibatkan pemilihan makanan alami dan padat nutrisi serta menghindari makanan olahan dan rafinasi.
  • Pola makan clean eating bisa baik untuk gaya hidup sehat dan pengelolaan berat badan. Namun, beberapa interpretasi clean eating bisa membawa konsekuensi yang tidak sehat.
  • Para ahli lebih menyarankan untuk menerapkan pola makan bergizi seimbang.

Clean eating adalah salah satu pola makan yang populer. Pendukungnya mengklaim pola makan ini mendukung penurunan berat badan, kulit yang lebih sehat, dan peningkatan energi.

Walaupun tidak ada definisi resminya, tetapi fondasi clean eating melibatkan pemilihan makanan alami dan padat nutrisi serta menghindari makanan olahan dan rafinasi.

Pola makan clean eating bisa baik untuk gaya hidup sehat dan pengelolaan berat badan. Namun, beberapa interpretasi clean eating bisa membawa konsekuensi yang tidak sehat.

Sebelum mencoba menjalani pola makan clean eating, yuk kenali dulu apa saja potensi manfaat dan risiko untuk menjadi bahan pertimbangan.

Potensi risiko clean eating

ilustrasi clean eating (unsplash.com/Thought Catalog)

Menurut penelitian, clean eating bisa menyebabkan pembatasan makanan secara berlebihan, yang mana ini dapat mengakibatkan defisiensi nutrisi dan hilangnya hubungan sosial. Hal ini juga dapat menciptakan tekanan mental.

Kurangnya kejelasan mengenai rekomendasi pola makan dalam seruan clean eating berpotensi orang-orang melabeli makanan tertentu sebagai "buruk" atau "kotor" dan makanan lain sebagai "bersih" atau "baik" tanpa bukti kuat yang mendukung pelabelan tersebut. Hal ini bisa menciptakan tekanan untuk makan dengan cara tertentu dan bisa menyebabkan obsesi terhadap pola makan sehat yang merugikan.

Clean eating, mirip diet, meningkatkan risiko ortorexia nervosa. Ortorexia nervosa adalah jenis gangguan makan yang ditandai dengan fokus ekstrem pada pola makan “sehat”. Atau dalam kata lain, orthorexia nervosa merupakan tindakan penghindaran ketat terhadap makanan yang dianggap tidak sehat oleh seseorang. Ini mungkin termasuk bahan tambahan, makanan non organik, dan makanan olahan.

Istilah "ortorexia nervosa" pertama kali digunakan oleh Stephen Bratman, MD, pada tahun 1996. Ia menyebutnya sebagai “fiksasi pada pola makan yang benar”.

Walaupun tidak diakui secara resmi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-5) sebagai gangguan makan tersendiri, tetapi banyak peneliti percaya bahwa ortorexia nervosa harus berada dalam kategori avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID).

Penting untuk dicatat, ada perbedaan antara ortorexia dan pembatasan makan (dietary restriction). Walaupun beberapa orang mungkin menghindari makanan tertentu karena alasan etika, agama, atau kesehatan, tetapi pengidap ortorexia memiliki pemikiran obsesif tentang kebiasaan makan mereka.

Selama pola makan kamu mencakup makanan dari semua kelompok makanan, itu tidak perlu dikhawatirkan. Pola makan yang sehat dan seimbang adalah pendekatan makan terbaik, apa pun pola makan yang kamu jalani.

Baca Juga: Kontroversi seputar Clean Eating, Pasti Lebih Sehat?

Potensi manfaat clean eating

ilustrasi clean eating (pexels.com/戴 宇扬)

Pelaku clean eating biasanya mengurangi asupan natrium, minuman dengan pemanis buatan, dan makanan ultra proses.

Versi clean eating yang mencakup pola makan padat nutrisi yang mencakup biji-bijian utuh, buah-buahan, sayur-mayur, kacang-kacangan, legum, dan protein sehat akan mendukung kesehatan dan pengelolaan berat badan.

Walaupun belum ada penelitian ilmiah yang mengaitkan clean eating dengan manfaat kesehatan, tetapi ada penelitian yang menghubungkan kesulitan dalam mengonsumsi makanan seimbang, yang biasanya dihindari oleh orang yang menjalani clean eating, dengan penyakit kronis.

Misalnya, satu penelitian besar tahun 2019 menemukan bahwa mengonsumsi 10 persen lebih banyak makanan ultra olahan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit kardiovaskular setidaknya 10 persen. Makanan ultra olahan dalam penelitian ini termasuk produk daging rekonstruksi (misalnya untuk dibuat sosis, nuget, atau produk daging olahan lainnya), makanan ringan gurih, dan makanan beku siap saji.

Selain itu, kesulitan secara keseluruhan dalam mengikuti pola makan seimbang, termasuk konsumsi minuman manis, natrium, dan makanan olahan secara berlebihan, dapat meningkatkan risiko penyakit kronis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya