TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Makanan Tinggi Protein Hewani Lebih Diprioritaskan dalam MPASI?

Bisa membantu mencegah stunting pada bayi

ilustrasi sumber protein hewani (pexels.com/Doralin Tunas)

Saat memasuki usia 6 bulan, bayi biasanya sudah mulai mendapatkan makanan padat atau makanan pendamping air susu ibu (MPASI).

Makanan ini disiapkan untuk memenuhi kebutuhan gizi si kecil, sebab pada usia tersebut ASI sudah tidak lagi bisa mencukupi kebutuhan nutrisinya. Oleh sebab itu, pemberian MPASI dengan menu bergizi seimbang dan berkualitas sangat penting.

Dalam penyiapan MPASI, pemberian makanan yang kaya akan protein hewani, seperti telur, daging, ikan, dan makanan laut sering kali dianjurkan dan menjadi prioritas daripada protein nabati. Mengapa demikian? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!

1. Protein hewani mengandung asam amino lengkap

ilustrasi sumber protein hewani (pexels.com/Alexander Zvir)

Saat mengonsumsi makanan tinggi protein, yang dibutuhkan dari protein tersebut adalah asam aminonya.

Dilansir WebMD, tubuh membutuhkan 20 asam amino berbeda, yang mana beberapa di antaranya secara alami dibentuk oleh tubuh. Namun, beberapa lainnya harus diperoleh dari makanan—ini kemudian disebut dengan asam amino esensial.

Asam amino esensial tersebut meliputi histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin.

Nah, protein hewani adalah protein lengkap yang menyediakan semua asam amino tersebut. Berbeda dengan protein nabati, yang sering kali merupakan sumber protein yang tidak lengkap.

Keberadaan asam amino yang lengkap ini sangat penting dalam tubuh. Ini berfungsi untuk memastikan semua protein tubuh dapat dirakit dan menjalankan fungsi vitalnya dengan baik, seperti pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal.

Anak-anak yang tidak cukup mengonsumsi sumber protein hewani memiliki insiden stunting yang lebih besar (Maternal and Child Nutrition, 2021).

2. Protein hewani memiliki kualitas protein yang tinggi

ilustrasi memotong ikan (pexels.com/Huy Phan)

Selain alasan di atas, protein hewani juga memiliki kualitas protein yang tinggi.

Kualitas protein ini mengacu pada ketersediaan dan daya cerna asam amino setelah makanan dicerna dan diserap oleh tubuh.

Asam amino pada protein hewani memiliki daya cerna yang tinggi sehingga lebih optimal diserap oleh tubuh (Maternal and Child, 2021).

Meskipun memiliki kandungan protein yang tinggi, tetapi pola makan nabati memiliki kualitas rendah dan daya cerna protein yang rendah (Nutrients, 2019). Protein nabati juga memiliki ketersediaan zink, zat besi, kalsium, dan mineral lainnya dalam jumlah rendah.

Sebaliknya, makanan sumber hewani memberikan kualitas protein dan ketersediaan hayati vitamin B12, zat besi heme, vitamin A, zink, kalsium, dan mineral lainnya yang lebih baik.

Protein hewani memiliki bioavailabilitas dan nilai biologis yang lebih baik dibandingkan dengan protein nabati (Sage Journals, 2023). Ini karena sumber makanan nabati lebih banyak mengandung zat antinutrisi yang bisa memengaruhi kecernaan protein.

Contoh zat antinutrisi pada tumbuhan seperti tanin pada serelia, hemagglutinin pada kacang-kacangan, dan polifenol atau asam fitat pada beras.

Baca Juga: Apakah Mencegah Stunting Dimulai dari Ibu Hamil?

3. Protein hewani memiliki kandungan zat besi heme

ilustrasi susu (pixabay.com/Imoflow)

Seperti yang disinggung sebelumnya, selain asam amino, protein hewani juga mengandung zat besi. Ketersediaan komponen ini sangat penting bagi tubuh, yaitu:

  • Membuat hemoglobin (protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh).
  • Membuat mieglobin (protein yang menyediakan oksigen ke otot).
  • Membuat beberapa hormon.

Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia defisiensi besi pada si kecil.

Menariknya lagi, protein hewani menyediakan zat besi dalam bentuk heme.

Sebagai informasi, zat besi dalam makanan terdiri dari dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.

Besi heme adalah bentuk yang mudah diserap oleh tubuh, sedangkan non-heme lebih sulit diserap oleh tubuh.

Zat besi non-heme umumnya ditemukan pada makanan nabati seperti biji-bijian, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun hijau.

Penyerapan zat besi heme bisa mencapai 25–30 persen dalam tubuh, sedangkan penyerapan zat besi non-heme hanya sekitar 1–10 persen (Nutrients, 2019).

Mangkanya, pemberian makanan yang kaya akan protein hewani sangat direkomendasikan pada bayi agar mereka bisa mendapatkan asupan zat besi yang cukup dari makanan.

Bayi yang tidak cukup mendapatkan asupan zat besi bisa berisiko mengalami beberapa kondisi ini:

  • Pertambahan berat badan yang lambat.
  • Kulit pucat.
  • Tidak nafsu makan.
  • Rewel.
  • Perkembangan otaknya tidak optimal.
  • Kurang aktif secara fisik.
  • Perkembangan yang lambat.

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya