[CERPEN] Rahasia di Balik Senja Bali

Seorang wanita muda tergeletak tak bernyawa di atas pasir

Intinya Sih...

  • Seorang detektif muda bernama Alya memulai petualangan hidupnya di Bali.
  • Alya menemukan jejak kaki menuju hutan dan mendapatkan bantuan dari saksi kunci serta ahli spiritual.
  • Gede, seorang penduduk lokal, terlibat dalam kasus tersebut dan mengakui semua perbuatannya setelah tertangkap.

Di sebuah desa kecil di Bali, senja selalu menghadirkan pemandangan yang memukau. Warna jingga keemasan yang memancar dari matahari tenggelam seolah menjadi latar yang sempurna bagi cerita-cerita misteri yang tak terungkapkan. Di sinilah, di tengah keindahan alam yang begitu menenangkan, seorang detektif muda bernama Alya memulai petualangan hidupnya.

Alya, seorang perempuan berusia 28 tahun, memiliki bakat alami dalam memecahkan teka-teki. Sejak kecil, dia selalu tertarik pada misteri dan detil-detil kecil yang sering kali terlewatkan oleh orang lain. Sahabatnya, Sinta, adalah sosok yang selalu berada di sampingnya, mendukung setiap langkah yang diambil Alya. Namun, di balik senyum manis dan sikap ramahnya, Sinta menyimpan rahasia gelap yang hanya dia sendiri yang tahu.

Di kantor kepolisian, Alya bekerja di bawah bimbingan Budi, seorang detektif senior yang sudah banyak makan asam garam dalam dunia penyelidikan. Budi adalah sosok yang tegas dan penuh perhitungan, selalu memberikan nasihat-nasihat berharga kepada Alya. Meski begitu, ada kalanya Alya merasa metode Budi terlalu kaku dan membatasi kreativitasnya.

Pada suatu sore, ketika matahari mulai terbenam, Alya menerima panggilan dari Budi. "Alya, kita punya kasus baru. Korban ditemukan di pantai dekat Pura Luhur Uluwatu. Segera ke TKP," suara Budi terdengar serius di telepon. Alya segera mengambil jaket dan bergegas menuju lokasi yang dimaksud.

Di tempat kejadian, Alya disambut oleh pemandangan yang tak biasa. Seorang wanita muda tergeletak tak bernyawa di atas pasir putih. Wajahnya memucat dengan mata terbuka lebar, seolah menyimpan ketakutan terakhir yang dirasakannya. Di sekitarnya, polisi sudah mulai memasang garis pembatas dan mengumpulkan bukti-bukti.

Alya mengamati sekeliling dengan seksama. Setiap detil kecil tak luput dari perhatiannya. "Ada jejak kaki yang menuju ke arah hutan," kata Alya kepada Budi. "Kita harus memeriksa itu."

Budi mengangguk setuju. "Baik, Alya. Kau pimpin penyelidikan di sini. Aku akan berbicara dengan saksi yang pertama kali menemukan korban."

Alya merasa tantangan ini semakin menarik. Dia tahu, di balik setiap kasus pembunuhan, selalu ada cerita yang lebih dalam dan rumit. Dan kali ini, dia bertekad untuk mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik senja Bali yang memukau.

Hari berganti malam ketika Alya masih berkutat di tempat kejadian perkara. Rasa penasaran dan tanggung jawab menguasai pikirannya. Setiap petunjuk, sekecil apapun, harus diperiksa dengan teliti. "Rani, tolong periksa jejak kaki yang mengarah ke hutan itu. Pastikan kita tidak melewatkan apapun," perintah Alya kepada salah satu polisi yang bertugas.

Rani, polisi perempuan yang tegas dan cekatan, mengangguk dan segera menjalankan tugasnya. Alya kemudian mendekati Maya, saksi kunci yang pertama kali menemukan korban. Maya adalah seorang pelayan kafe di dekat pantai. Wajahnya masih terlihat pucat dan gemetar, jelas sekali bahwa dia sangat terguncang dengan kejadian ini.

"Tenang, Maya. Bisa ceritakan apa yang kamu lihat?" tanya Alya dengan lembut, mencoba menenangkan Maya.

"Saya... saya sedang membersihkan kafe saat melihat sesuatu di pantai. Awalnya saya kira hanya orang yang pingsan, tapi setelah saya dekati, saya lihat dia sudah tidak bernyawa," jawab Maya sambil menahan tangis.

Alya mengangguk memahami. "Apakah kamu melihat seseorang di sekitar sini sebelum kejadian?"

Maya menggeleng. "Tidak, saya tidak melihat siapa-siapa. Pantai cukup sepi saat itu."

Percakapan ini memberikan Alya beberapa informasi penting, meski belum cukup untuk menyimpulkan apa-apa. Dia kemudian melanjutkan pemeriksaan bukti-bukti di sekitar TKP bersama Budi. Saat sedang memeriksa jejak kaki, Alya mendapat pesan dari Sinta.

"Alya, kamu di mana? Kok nggak ada kabar?" bunyi pesan itu.

Alya tersenyum kecil, lalu mengetik balasan, "Aku lagi di TKP. Ada kasus baru. Nanti aku cerita ya."

Meskipun Sinta selalu ceria dan penuh perhatian, Alya merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Tapi dia menepis perasaan itu dan fokus kembali pada kasus. Detil demi detil mulai terbentuk di benaknya.

Ketika malam semakin larut, Alya dan timnya kembali ke kantor polisi untuk mendiskusikan temuan awal mereka. "Kita punya beberapa petunjuk, tapi belum cukup untuk menyimpulkan apapun," kata Budi sambil memeriksa laporan.

"Wira, bisakah kamu memeriksa rekaman CCTV dari kafe dan sekitarnya? Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan," tambah Budi lagi, mengarahkan perintah kepada salah satu anggota tim.

Wira, kekasih Alya yang juga seorang ahli IT di kepolisian, mengangguk. "Tentu, Pak. Saya akan segera memeriksanya."

Alya tahu ini adalah langkah penting. Setiap detik dari rekaman CCTV bisa mengungkapkan banyak hal. Dia berharap ada petunjuk yang jelas di sana.

Beberapa hari kemudian, Alya dan timnya mendapatkan terobosan penting. Dari rekaman CCTV, terlihat ada seseorang yang mencurigakan berkeliaran di sekitar kafe sebelum kejadian. Wajahnya tertutup topi dan masker, membuat identifikasinya sulit. Namun, gerak-geriknya menarik perhatian Alya.

"Ada yang aneh dengan cara orang ini bergerak," kata Alya saat menonton rekaman bersama Wira. "Dia seperti sengaja menghindari kamera."

Wira mengangguk setuju. "Aku juga merasa begitu. Kita harus menyelidiki lebih lanjut."

Sementara itu, Sinta semakin sering menghubungi Alya. Dia tampak sangat tertarik dengan perkembangan kasus ini. "Kamu sudah menemukan sesuatu, Alya?" tanya Sinta dengan antusias.

"Belum banyak, Sinta. Tapi kita sedang bekerja keras," jawab Alya singkat. Ada perasaan aneh setiap kali berbicara dengan Sinta belakangan ini. Sesuatu yang membuat Alya merasa tidak nyaman.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Di tengah kebingungan ini, muncul Gede, seorang penduduk lokal yang dikenal sebagai ahli spiritual dan penyelidik mandiri. Dia datang ke kantor polisi menawarkan bantuannya. "Saya punya firasat tentang kasus ini," kata Gede dengan suara tenang namun penuh keyakinan.

Awalnya, Alya ragu menerima bantuan dari luar, tapi Gede menunjukkan beberapa bukti yang sepertinya relevan dengan kasus mereka. "Ada sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa," kata Gede sambil menunjukkan foto-foto dari tempat kejadian.

Budi yang awalnya skeptis, akhirnya setuju untuk mendengar penjelasan Gede. "Baiklah, kita lihat apa yang bisa dia tawarkan," katanya kepada Alya.

Kerjasama dengan Gede membawa warna baru dalam penyelidikan. Meski Alya dan Budi tetap mengandalkan metode ilmiah, petunjuk-petunjuk dari Gede mulai menunjukkan hasil. Mereka menemukan jejak yang mengarah ke sebuah villa tua di pinggiran desa, tempat yang dikenal penuh dengan cerita-cerita mistis.

Alya merasa semakin dekat dengan jawaban. Namun, perasaan curiga terhadap Sinta semakin kuat. Setiap kali dia mencoba berbicara tentang kasus ini dengan Sinta, selalu ada sesuatu yang tidak beres. Sinta terlalu banyak tahu tentang detil yang seharusnya tidak dia ketahui.

Suatu malam, Alya memutuskan untuk mengkonfrontasi Sinta. Mereka bertemu di sebuah kafe kecil, tempat favorit mereka sejak kuliah. "Sinta, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," kata Alya sambil menatap mata sahabatnya.

Sinta tersenyum. "Apa, Alya? Kenapa serius banget?"

"Aku merasa kamu tahu lebih banyak tentang kasus ini daripada yang kamu akui," kata Alya dengan hati-hati.

Ekspresi Sinta berubah seketika. "Apa maksudmu, Alya?"

"Aku merasa ada yang kamu sembunyikan dariku. Kamu terlalu tertarik dengan detil-detil kasus ini. Apakah kamu terlibat, Sinta?" tanya Alya tanpa basa-basi.

Sinta tertawa kecil, tapi matanya tidak ikut tertawa. "Alya, kamu sahabatku. Aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu. Tapi, kalau kamu tidak percaya padaku, itu masalahmu."

Alya merasa ada sesuatu yang hilang dari percakapan ini. Sinta terlalu tenang, terlalu yakin. "Aku harap kamu benar, Sinta. Karena kalau tidak, aku akan tahu," kata Alya sambil berdiri.

Ketika Alya kembali ke kantor polisi, dia menemukan Gede sedang berbicara dengan Budi. "Kita menemukan sesuatu di villa tua itu," kata Gede. "Ada ruangan tersembunyi yang mungkin menjadi tempat persembunyian pelaku."

Alya merasa ini adalah petunjuk penting. "Kita harus periksa tempat itu secepatnya," katanya.

Mereka segera menuju villa tua tersebut. Di sana, mereka menemukan ruangan tersembunyi yang penuh dengan bukti-bukti mengerikan. Foto-foto korban, alat-alat yang digunakan untuk menyiksa, dan jurnal yang mencatat setiap langkah pembunuhan.

Ketika mereka membaca jurnal tersebut, Alya terkejut menemukan nama Sinta di dalamnya. "Ini tidak mungkin," bisik Alya. "Sinta bukan pelakunya. Tapi kenapa namanya ada di sini?"

Gede yang berada di samping Alya, menjelaskan dengan tenang. "Ada yang ingin membuatmu percaya bahwa Sinta terlibat. Tapi sebenarnya, pelaku sebenarnya ada di antara kita."

Tiba-tiba, Wira muncul dengan wajah panik. "Alya, kamu harus melihat ini. Kami menemukan rekaman CCTV lain yang menunjukkan seseorang memasuki villa ini beberapa jam sebelum kita tiba."

Ketika mereka memutar rekaman tersebut, terlihat jelas wajah Gede yang memasuki villa. Alya terkejut dan tidak percaya. "Gede, kenapa kamu melakukan ini?"

Gede tersenyum. "Aku membantu kalian, tapi kalian terlalu lambat. Aku yang sebenarnya menangkap pelaku, tapi kalian yang akan mendapatkan pujian."

Alya tidak tahu harus berkata apa. Semuanya terasa begitu kacau. "Kita harus menangkap Gede," kata Budi dengan tegas.

Namun, Gede sudah menghilang sebelum mereka bisa bertindak. Alya merasa begitu lelah dan bingung, tapi dia tahu ini belum berakhir.

Setelah berhari-hari pencarian, Gede akhirnya tertangkap. Dia mengakui semua perbuatannya dan menjelaskan motivasinya yang aneh. "Aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih baik dari kalian semua. Aku ingin membuktikan bahwa kalian membutuhkan bantuanku," katanya dengan senyum licik.

Alya merasa lega tapi juga sedih. Kasus ini telah membuka matanya tentang banyak hal, terutama tentang persahabatan dan kepercayaan. Dia menemui Sinta untuk meminta maaf. "Aku salah menuduhmu, Sinta. Maafkan aku," kata Alya dengan tulus.

Sinta memeluk Alya. "Tidak apa-apa, Alya. Aku mengerti. Yang penting kita tetap sahabat."

Dengan berakhirnya kasus ini, Alya merasa ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Keindahan senja Bali kini mengingatkannya bahwa di balik setiap keindahan, selalu ada rahasia yang menunggu untuk diungkap. 

Baca Juga: [CERPEN] Sidang Terakhir 

Yudhistira Yudha Sulisworo Photo Writer Yudhistira Yudha Sulisworo

Yudhistira Yudha Sulisworo Contact Information Email: yudhistirasulisworo11@gmail.com Phone: +6282153234925

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya