TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[CERPEN] Nenek dan Burung Kecil yang Jatuh Cinta pada Teko

Kisah Nenek dan burung kecil

Ilustrasi Teko (Pexels.com/Tommy Cha Yee Wen)

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh ladang bunga, hiduplah seorang nenek bernama Nyai Marni. Setiap pagi, Nyai Marni selalu duduk di teras rumahnya sambil menyeruput teh dari sebuah teko tua kesayangannya. Teko itu usianya sudah setua dirinya, namun tetap kuat dan setia. Bagi Nyai Marni, teko itu bukan hanya alat untuk membuat teh, tetapi sahabat yang selalu menemaninya melewati waktu.

Suatu pagi yang cerah, seekor burung kecil berwarna kuning hinggap di pagar rumah Nyai Marni. Burung itu bernyanyi dengan merdu, melompat dari satu sudut pagar ke sudut lainnya, hingga akhirnya pandangannya tertuju pada teko Nyai Marni. Matanya berbinar-binar seolah melihat keindahan yang tak tertandingi. Burung kecil itu jatuh cinta pada pandangan pertama—bukan pada Nyai Marni, tapi pada teko tua itu.

"Ah, betapa indahnya dirimu!" cicit burung itu sambil terbang mendekati teko. Ia terbang mengitari teko, seakan ingin memeluknya dengan sayap kecilnya. "Kau mengkilap, kuat, dan pasti bijak. Oh, izinkan aku menyanyikan lagu untukmu, wahai Teko yang agung!"

Nyai Marni, yang memperhatikan kejadian itu, tersenyum simpul. "Burung kecil, apakah kau benar-benar jatuh cinta pada teko tuaku yang sudah usang?" tanyanya dengan suara lembut.

Burung kecil itu berhenti sejenak dan menatap Nyai Marni. "Oh, Nenek, kau tak mengerti. Teko ini adalah keajaiban! Lihatlah betapa anggunnya bentuknya, betapa tenangnya ia duduk di atas meja. Ia adalah yang tercantik yang pernah kulihat."

Nyai Marni tertawa kecil, suaranya seperti musik yang hangat di pagi itu. "Teko ini memang sudah menemaniku selama bertahun-tahun. Ia setia, tetapi sudah sangat tua. Tidak seperti kamu yang muda dan penuh semangat."

Burung kecil itu tidak peduli. Setiap pagi ia kembali ke rumah Nyai Marni, bernyanyi dan berputar-putar di sekitar teko. Hari demi hari, cintanya semakin besar. Namun, meski begitu, teko tetap diam, tidak pernah membalas cinta si burung.

Suatu hari, Nyai Marni menyadari bahwa burung kecil itu mulai terlihat murung. Suaranya tak lagi seceria biasanya. "Burung kecil, apa yang terjadi? Apakah teko membuatmu sedih?" tanya Nyai Marni.

Burung kecil itu terbang mendekat dan hinggap di dekat tangan Nyai Marni. "Aku sudah menyanyikan lagu terindah, terbang mengelilinginya setiap hari, tapi ia tetap diam. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi."

Nyai Marni tersenyum lembut dan mengelus kepala burung kecil itu dengan hati-hati. "Teko ini memang indah, tapi ia hanya sebuah benda, sayang. Ia tak bisa merasakan cinta seperti yang kau rasakan. Tapi lihatlah sekelilingmu, ada begitu banyak keindahan di dunia ini yang bisa mencintaimu kembali."

Burung kecil terdiam, merenungkan kata-kata Nyai Marni. Ia menoleh ke arah ladang bunga yang luas, di mana angin bertiup lembut, membawa wangi bunga yang manis. Ia melihat matahari yang hangat bersinar di langit, dan mendengar burung-burung lain yang bernyanyi di kejauhan.

"Benarkah, Nenek?" tanya burung kecil, matanya kini mulai berbinar lagi. "Ada cinta yang lain untukku di luar sana?"

Nyai Marni mengangguk. "Cinta bukan hanya tentang benda yang terlihat indah, tapi tentang kehangatan dan kebersamaan yang bisa kau rasakan. Teko ini selalu menemaniku, tapi ia tidak bisa memberikan cinta yang nyata. Carilah di tempat yang tepat, dan kau akan menemukannya."

Burung kecil itu mengepakkan sayapnya dengan semangat baru. Ia memandang teko sekali lagi, kali ini dengan senyum kecil di paruhnya. "Terima kasih, Teko, kau telah mengajarkanku sesuatu. Dan terima kasih, Nenek, atas kebijaksanaanmu."

Burung itu terbang tinggi ke langit, melintasi ladang bunga, menyapa dunia dengan lagunya yang lebih ceria dari sebelumnya. Nyai Marni menatapnya dengan penuh kasih, sambil menuangkan teh dari teko tuanya yang tetap diam dan setia.

"Kadang cinta harus ditemukan, bukan dikejar," gumam Nyai Marni sambil menyesap tehnya. Ia tahu, hari itu bukan hanya burung kecil yang belajar tentang cinta, tapi juga dirinya yang tersadar bahwa cinta bisa datang dalam berbagai bentuk, bahkan dari seekor burung kecil yang mencintai sebuah teko.

Baca Juga: [CERPEN] Cerita Lewat Tengah Malam

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya