TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[CERPEN] Cerita Lewat Tengah Malam

Cerpen tentang perjalanan spiritual Usman

ilustrasi laki-laki (unsplash.com/@an7sins)

Intinya Sih...

  • Usman menjaga anaknya, Ali, yang menderita Spinal Muscular Atrophy
  • Usman bermimpi mengantar Ali pulang dengan motor dan mengetahui bahwa Ali merokok
  • Penjelasan dari Ali membuat Usman kembali ke kenyataan dan menyadari keberuntungannya bertemu dengan Ali yang sebenarnya

Sudah lewat tengah malam, Usman masih terjaga. Ia duduk di ruang tamu, menunggui anak sulungnya, Ali, yang berada di atas kursi roda, yang juga masih bangun, mengerjakan sesuatu, dan berdiskusi secara online, dengan teman-teman SMA-nya.

Sehari-harinya, Usman lah yang selalu membantu mobilitas anaknya, Ali, mengangkatnya dari kursi roda ke tempat tidur, dan berbagai tempat lainnya. Ali menderita sebuah sindrom langka, yang bernama Spinal Muscular Atrophy, atau kelainan syaraf tulang ekor. Orang kebanyakan, biasa menyebutnya dengan lumpuh layu.

Ali sendiri, adalah seorang anak yang jenius, kreatif, berbakat, periang, tampan, berambut keriting tebal, dengan kulit cerah. Hidungnya mancung, dan alis matanya tebal, dengan bulu mata agak lentik. Usman dan Annie, kadang-kadang sering membayangkan dan berkhayal, tentang kondisi Ali, jika ia tidak terkena sindrom langka tersebut.

Dengan wajah yang tampan dan kulit yang cerah, tentulah Ali akan jadi idola banyak perempuan. Khayalan yang biasanya berbuah senyum lebar di bibir keduanya, Usman dan Annie.

Walaupun demikian, mereka berdua memilih untuk tidak larut dalam khayalan. Memang butuh tenaga, waktu, dan biaya ekstra, untuk Ali, akan tetapi, Usman dan Annie, dengan ikhlas menjalani itu semua. Hanya khayalan itu, terkadang masih membayang dalam pikiran mereka berdua, seolah-olah itu adalah hal yang ada dalam kenyataan.

***

Sudah hampir jam satu pagi, Usman sudah sangat mengantuk, Annie dan Fatimah, anak perempuan mereka yang bungsu, sudah terlelap. Beberapa kali, didatanginya kamar Ali, yang bersangkutan ternyata masih asyik mengobrol dan bermain game online dengan teman-temannya. Karena besok libur, Usman memilih untuk membebaskan Ali untuk tidur, jika ia sudah mengantuk saja.

Usman mencoba melawan kantuknya, dengan membuat secangkir kopi hitam panas, dan menyeruputnya beberapa kali. Akan tetapi, karena memang kantuknya sudah tak bisa dilawan, tertidurlah Usman di atas kursi tamu dari kayu jati, yang dudukan dan sandarannya berupa rotan anyaman, cukup enak untuk duduk dan bersandar. Sandaran tangan di kanan dan kiri kursi, membuat posisi duduk menjadi semakin nyaman.

Tanpa sadar, jiwa Usman ternyata melayang ke semesta lain. Di sana, Usman tiba-tiba berada di atas motornya, yang sedang melaju melewati SMA (Sekolah Menegah Atas) tempat Ali bersekolah. Di balik pagar sekolah, dilihatnya seorang remaja, berambut keriting tebal. Usman merasa bahwa sepertinya ia kenal remaja itu. Setelah melewati pagar sekolah, dan belokan ke kiri, Usman kemudian berbelok ke kiri lagi memutari sekolah anaknya itu. Di gerbang utama sekolah, yang sebelah selatan, Usman berbelok dan memasuki gerbang.

Satpam sekolah menyapanya, dengan ramah, “Mau jemput Ali ya Pak?”.

Usman tergagap dan agak sedikit kebingungan menjawab, “I iya Pak”. Ia bingung karena biasanya, untuk menjemput Ali, ia harus membawa mobilnya. Ali dan kursi rodanya, hanya bisa dibawa dengan mobil, Adalah hal yang mustahil membawanya dengan motor.

Tak berapa lama, remaja dengan rambut keriting tebal tadi muncul dan berdiri di dekatnya, lalu kemudian berkata pada Usman, “Ayo Yah, kita pulang, aku sudah selesai”.

Usman kaget bukan kepalang, remaja itu memiliki wajah seperti Ali, hanya pipinya lebih tirus, bahunya bidang. Ia mengenakan seragam sekolah, yaitu kemeja lengan pendek putih, yang ujung lengannya sedikit digulung, sementara kancing bajunya dibuka satu, memperlihatkan dadanya yang bidang, di balik seuntai kalung perak dan kaos dalam tanpa lengan yang dikenakannya. Remaja itu lebih tinggi beberapa sentimerter daripada Usman, bajunya dikeluarkan, di pergelangan tangan kanannya, terdapat sebuah gelang besi, yang cukup besar.

“K kamu Ali?”, tanya Usman tergagap.

“Iya Yah, masa Ayah lupa sama anak sendiri”, jawab Ali sambil tersenyum lebar.

Usman kemudian memandangi Ali dari ujung kaki sampai kepala, kemudian ia bertanya, “Ali sudah bisa berjalan sekarang?”.

“Aduh Yah, dari dulu Ali sudah bisa berjalan Yah, Ayah seperti bertanya pada anak kecil saja, he he he”, jawab Ali sambil tertawa kecil.

“Baiklah, ayo kita pulang Nak”. Ucap Usman.

Setelah Ali naik di boncengan motornya, Usman kemudian menyalakan motornya, dan menjalankannya keluar dari gerbang sekolah, lalu melewati belokan ke kiri yang tadi.

Di tengah jalan, Usman ingin bertanya lagi pada Ali, tapi diurungkannya. Bau asap, kemudian tercium dari boncengan motor. Hal yang membuat Usman menghentikan motor dan melihat ke belakang.

“Mengapa Yah? Kok berhenti?”, tanya Ali kebingungan.

“Ada bau asap Nak, takutnya ada yang terbakar”, jawab Usman.

“Tenang saja Yah, itu asap rokokku, he he he”, ucap Ali sambil memperlihatkan rokok di jarinya.

Usman kaget bukan kepalang melihat hal itu. “Sejak kapan kamu merokok Nak?”, tanya Usman kepada Ali.

“Sudah lama Yah, kan aku sudah beri tahu Ayah dan Bunda soal ini, lagipula rokok ini kubeli dari uang yang kucari sendiri kok Yah. Bukan minta dari Ayah”, jawab Ali sedikit ketus.

“Iya Nak, tapi kan kamu tahu, kalau merokok itu tidak baik untuk kesehatan. Ayah kan sudah menjelaskannya berkali-kali padamu, soal itu”. Ucap Usman menasehati Ali.

“Lagipula, Ayah dulu berhenti merokok, waktu Ali lahir, tujuannya untuk memberi contoh yang baik padamu, supaya kamu tidak menjadi seorang perokok Nak”, ucap Usman lagi.

“Berhenti? Kata siapa ayah berhenti merokok, coba cek kantong jaket Ayah, biasanya ada sebungkus rokok dan korek di sana”, ucap Ali menanggapi perkataan Usman.

Usman kemudian merogoh kantong jaketnya, dan ternyata benar, ada bungkusan rokok dan korek, seperti kata Ali. Ia kemudian bingung dan pusing, dunia serasa berputar. Usman lalu jatuh terduduk di pinggir jalan.

“Ayah tidak apa-apa?” Tnya Ali khawatir.

Usman tidak menjawab, ia hanya bisa diam membisu, memandangi Ali, meminta penjelasan. Ali yang paham pikiran ayahnya, kemudian menjelaskan pada Usman, beberapa hal. Pertama, bahwa, Ali bekerja sebagai seorang ilustrator freelance, di luar jam sekolah. Ia juga merupakan seorang pelukis, yang karya-karyanya dihargai tinggi oleh para kolektor seni. Kedua, Ali merokok, adalah tuntutan pekerjaannya, yang selalu membutuhkan inspirasi. Hal yang bisa didapatnya dengan merokok, karena merokok membuat pikirannya rileks. Ketiga, Usman masih belum berhenti merokok, ialah yang membuat Ali menjadi seorang perokok, dengan menawarkan rokok, suatu kali, pada Ali yang tengah kebingungan mencari inspirasi.

Usman semakin bingung setelah mendengar penjelasan Ali. Ia tidak mau Ali yang seperti ini, ia ingin Ali yang seperti biasa, yang di kursi roda, sopan, tidak merokok.

“Apa aku saja yang bawa motor Yah, Ayah duduk di belakang saja di boncengannya”. Ucap Ali tiba-tiba.

Ali kemudian membantu Usman berdiri. Setelah Usman duduk di boncengan motor, Ali menjalankan motornya menuju perempatan Condong Catur, menuju ke arah rumah mereka.

Pikiran Usman melayang ke mana-mana, “Dunia apa ini?”, tanyanya dalam hati. “Setauku, aku sudah berhenti merokok selama 17 tahun lamanya, semenjak Ali lahir, tapi mengapa, di sini, aku masih merokok?” Ucap Usman membatin.

Tiba-tiba Ali menghentikan motornya, dan menepi ke pinggir jalan, untuk mengangkat telepon. Suara perempuan terdengar dari speaker telepon. Ali kemudian berbincang sebentar dengan perempuan itu lewat telepon. Setelah selesai, ia kembali menyalakan motor dan menjalankannya ke arah timur. Setelah melewati kantor polisi dan rumah sakit, motor berbelok ke kiri, melewati gang ke arah rumah mereka, Usman kemudian bertanya kepada Ali, “Siapa yang menelepon tadi Nak?”

“Biasa Yah, si Janet, pacarku, dia mengajakku untuk menonton film di bioskop nanti malam, katanya ada film baru, yang bagus”, jawab Ali.

“Ali sudah punya pacar, kok ayah tidak tahu sebelumnya?” Tanya Usman.

“Aduh Yah, Ayah lupa lagi ya? Kan sudah lama Janet jadi pacarku. Dia juga sering main ke rumah kita”, jawab Ali lagi.

Usman kemudian terdiam. Ia memilih untuk tidak menanggapi hal dan kondisi yang di luar kelaziman, yang didengar dan dilihatnya.

Seingat Usman, Ali anaknya, belum punya pacar, ia memang pernah menyatakan ketertarikannya pada Janet, akan tetapi, Janet ternyata tidak memiliki ketertarikan yang sama, dan lebih memilih untuk berteman saja dengan Ali. Mereka kemudian tetap berteman baik, dan tidak berpacaran. Ali juga memilih untuk fokus belajar, dan mengembangkan bakatnya, sebagai seorang ilustrator dan perupa.

Kepala Usman kembali pusing, dunia serasa berputar, ia sangat kebingungan. Tiba-tiba, sebuah suara menyadarkan Usman dari kebingungan, dan mengembalikan jiwanya ke semesta tempat ia biasa hidup.

“Yah, bangun Yah, Ali sudah mengantuk, mau tidur”, ucap Ali membangunkan Usman. Ia ternyata telah keluar dari kamarnya, menjalankan kursi roda, menuju kursi di ruang tamu tempat Usman tertidur.

Usman kemudian terbangun, dan memandangi Ali yang duduk di atas kursi roda. Sebuah senyum tersungging di bibir Usman. Ia senang sekali, bertemu dengan Ali yang biasa, anaknya yang sangat disayanginya.

“Baik Nak, yuk Ayah angkat Ali ke tempat tidur”, ucap Usman.

Setelah mengangkat Ali ke tempat tidur, dan mengatur posisi tidur yang nyaman untuk anaknya itu, Usman kembali ke ruang tamu. Di atas kursi tamu, ia mengenang kembali pengalamannya yang tadi. Usman kemudian menyadari bahwa Ali yang lain, yang ia temui tadi, bukanlah anaknya yang sehari-hari hidup bersamanya. Ia tidak paham, mengapa ia bisa bertemu dengan Ali yang lain itu. Ia bersyukur, bisa kembali bertemu dengan Ali yang biasa, yang pakai kursi roda, sopan, hormat pada orang tua, dan yang paling penting tidak merokok, seperti Ali yang lain, yang ditemuinya tadi.

Baca Juga: [CERPEN] Gugur dari Sekolah 

Writer

Harsa Permata

Alumni Filsafat UGM. Dosen di berbagai universitas di Yogyakarta.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya