[PUISI] Jejak Literasi di Pusara Kata

Dalam sunyi nisan, literasi memohon untuk tetap dihidupi

Di sini aku berdiri di depan makam pujangga
Pukul sepuluh pagi, matahari membakar cerita
Dedaunan gugur, menyelimuti derita
Di bawah langit kelabu, hatiku merana

Mengenang masa ketika sajak-sajak hidup berseri
Buku-buku berjajar penuh misteri
Literasi bagaikan samudra tak bertepi
Namun kini semuanya hanyut dalam sunyi

Bayangkan saat pena-pena menari di kertas
Menyulap kata menjadi makna yang keras
Namun kini sosial media datang mengemas
Menggerus makna hingga menjadi tiada bekas

Dulu, membaca adalah jalan menuju semesta
Menguak rahasia dunia dengan tanpa cela
Namun kini hanya sisa cerita
Literasi tergantikan oleh euforia maya

Aku ingat, masa silam penuh aksara
Di mana kata-kata mengalir seperti gema
Kini sepi, sunyi tanpa irama
Pusara penyair, menyimpan luka dan trauma

Pujangga itu kini tertidur dalam bisu
Meninggalkan kita dengan perih yang sendu
Dimanakah masa depan yang dulu
Saat literasi menjadi satu-satunya guru

Jiwaku meratap di antara nisan
Melihat tradisi yang kini terasingkan
Bagaimana kita bisa bertahan
Di tengah gempuran teknologi yang mengkhianati harapan

Terlintas bayangan, masa kecil yang gemilang
Ketika puisi menjadi pelipur lara yang tenang
Kini hanya tinggal kenangan yang suram
Terhapus oleh aliran konten yang bising dan riang

Pandanganku tertuju pada batu yang sunyi
Di sini penyair itu tidur dengan damai
Menyisakan tanya yang tak pernah selesai
Mengapa literasi kini menjadi sepi dan sendu sekali

Mari kita renungkan sejenak dalam duka
Menjaga warisan yang begitu berharga
Agar anak cucu tetap bisa merasakan
Indahnya dunia dalam bait-bait yang menawan

Di bawah nisan ini, aku berjanji
Tidak akan biarkan literasi mati
Walau sosial media terus menghantui
Sajak dan puisi akan terus berseri

Aku percaya, di balik kematian ini ada hidup yang baru
Membawa kita kembali pada tradisi yang syahdu
Walau kini literasi sedang terpuruk pilu
Kelak akan bangkit, seperti matahari di pagi yang baru

Mengalir darah penyair dalam setiap kata
Menghidupkan kembali puisi yang telah lama sirna
Dari pusara ini, semoga lahir generasi pujangga
Yang menjaga literasi dengan jiwa penuh cinta

Pusara penyair ini menjadi saksi
Bahwa literasi takkan pernah mati
Selama ada hati yang mengingini
Dan jiwa yang setia menghidupi

Baca Juga: [PUISI] Menyandang Gelar Pecundang 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Nur Cholis Photo Writer Nur Cholis

Penulis yang sebenarnya sangat tertarik dengan topik politik, tapi justru fokus menulis soal lainnya. Anda heran?

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya