TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dialami Gen Z, Apa Itu Doom Spending dan Gimana Mencegahnya?

Ini yang patut diketahui

ilustrasi boros (pexels.com/Tim Douglas)

Intinya Sih...

  • Kebiasaan doom spending meningkat akibat kekhawatiran ekonomi dan stres finansial.
  • Survei menunjukkan 96% warga Amerika khawatir terhadap kondisi ekonomi, dengan 27% melakukan pengeluaran karena putus asa.
  • Generasi muda, terutama Gen Z dan milenial, lebih rentan terhadap tren ini akibat inflasi dan kenaikan biaya hidup.

Jakarta, IDN Times - Kekhawatiran terhadap masa depan ekonomi semakin meningkat, namun di saat yang sama, banyak orang justru gagal menabung dan cenderung mengeluarkan lebih banyak uang dibanding sebelumnya.

Dilansir Tech.co, fenomena itu disebut sebagai doom spending. Istilahnya merujuk pada kebiasaan mengeluarkan uang demi kepuasan instan dan kesenangan saat ini, daripada menabung untuk masa pensiun atau keadaan darurat.

Meskipun dianggap sebagai cara untuk mengatasi stres, perilaku semacam itu dapat berdampak negatif dalam jangka panjang.

Baca Juga: Cara Mengelola Gaji Rp4 Juta agar Tidak Boros dan Bisa Menabung

1. Awal mula muncul istilah doom spending

ilustrasi orang sedang cemas (pexels.com/ Liza Summer)

Istilah doom spending pertama kali muncul di media sosial, namun popularitasnya melonjak setelah survei dari Intuit’s Credit Karma pada November 2023. Survei tersebut mengaitkan istilah tersebut dengan berbagai data baru terkait kebiasaan belanja masyarakat Amerika.

Beberapa temuan utama survei tersebut menunjukkan, 96 persen warga Amerika khawatir terhadap kondisi ekonomi saat ini.

Selain itu, lebih dari seperempat warga (27 persen) melakukan pengeluaran karena putus asa sebagai cara untuk meredakan stres, sementara hampir sepertiga (32 persen) menambah utang dalam enam bulan terakhir akibat meningkatnya pengeluaran (27 persen).

Faktor-faktor seperti inflasi (56 persen), kenaikan biaya hidup (50 persen), dan perumahan yang tidak terjangkau (23 persen) menjadi penyebab utama stres keuangan.

Akibatnya, 30 persen responden mengaku khawatir di masa depan mereka tidak dapat lagi membelanjakan uang untuk hal-hal yang membawa kebahagiaan, yang mendorong pola belanja saat ini.

2. Doom spending mayoritas dialami Gen Z dan milenial

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Generasi muda, terutama Gen Z dan milenial, lebih rentan terhadap tren doom spending. Data menunjukkan, 33 persen Gen Z dan 34 persen milenial mengalami peningkatan pengeluaran dalam enam bulan terakhir, yang juga disertai dengan peningkatan utang.

Alasan di balik peningkatan pengeluaran tersebut masih belum jelas. Bisa jadi karena gaya hidup, seperti bepergian atau belanja yang berlebihan, atau juga dampak dari kenaikan biaya sewa.

Selama satu dekade terakhir, inflasi sewa di AS melonjak 40,7 persen, jauh melampaui inflasi mata uang, dan generasi muda lebih banyak menyewa daripada memiliki rumah.

Meskipun ada bukti generasi muda semakin sulit menabung, belum banyak bukti yang mendukung mereka terus-menerus membuat keputusan keuangan yang buruk, seperti yang digambarkan dalam tren doom spending.

3. Tips untuk menghindari doom spending

ilustrasi orang membuat invoice (pexels.com/Mikhail Nilov)

Meskipun pengeluaran berlebihan memberikan kepuasan sementara, ada langkah-langkah lebih sehat untuk mengatasi stres. Berikut tiga strategi yang dapat membantu menghindari doom spending dilansir US News!.

Pertama, buat pengeluaran impulsif menjadi lebih sulit. Konsumen sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan barang yang dibeli atau dampaknya terhadap keuangan mereka.

Memperketat metode pembayaran, seperti menghapus informasi kartu kredit di toko online atau menggunakan uang tunai, dapat memberi waktu untuk berpikir ulang sebelum membeli.

Kedua, ubah kebiasaan online dan media sosial. Doom spending sering dipicu oleh konten yang dilihat di media sosial, mirip dengan fenomena doomscrolling. Mengurangi waktu di media sosial atau hanya berinteraksi dengan konten yang positif dapat mengubah pola pikir dan mengurangi dorongan untuk berbelanja.

Ketiga, fokus pada kesehatan finansial untuk masa depan. Pengeluaran impulsif untuk mengatasi stres saat ini bisa memperburuk masalah keuangan di masa depan. Menabung, meski dalam jumlah kecil, akan membantu menciptakan stabilitas finansial dan mengurangi kecemasan.

Menetapkan target yang realistis dapat membuat pencapaian keuangan lebih mudah dicapai dan memberi motivasi untuk menabung lebih banyak di masa mendatang.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya