Kemenperin dan Kemendag Saling Sentil soal Penyebab Kontainer Numpuk

Kemenperin singgung penerbitan PI di Kemendag

Intinya Sih...

  • Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan beradu pernyataan terkait penumpukan 26.145 kontainer di pelabuhan.
  • Hingga Jumat kemarin, Kemenperin menerima 3.338 permohonan penerbitan Pertek untuk 10 komoditas dengan sebagian besar permohonan dikembalikan.
  • Kemendag telah menghapus syarat Pertek atas tujuh kelompok barang sebagai bentuk perlindungan dari pemerintah untuk produksi dari dalam negeri.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) beradu pernyataan terkait penumpukan 26.145 kontainer di pelabuhan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan, ribuan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak yang sebagian besar berisi bahan baku industri  tak bisa keluar karena persoalan penerbitan Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kemenperin.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menepis pernyataan tersebut. Febri menuturkan, penumpukan itu tak ada kaitannya langsung dengan Kemenperin.

“Kami sampaikan bahwa Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut,” tutur Febri di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Baca Juga: 26 Ribu Kontainer Numpuk di Pelabuhan, Kemenperin: Tak Ganggu Suplai 

1. Penerbitan Pertek lebih banyak dibandingkan PI dari Kemendag

Kemenperin dan Kemendag Saling Sentil soal Penyebab Kontainer NumpukSejumlah menteri lepas kontainer di Jakarta Internasional Container Terminal. (IDN Times/Triyan)

Febri mengatakan, hingga Jumat (17/5) kemarin, Kemenperin menerima 3.338 permohonan penerbitan Pertek untuk 10 komoditas. Dari seluruh permohonan tersebut, telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan yang ditolak, dan 1.098 permohonan (69,85 persen) yang dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya.

Lebih lanjut, berdasarkan Rapat Koordinasi yang dilakukan pada Kamis (16/5), diperoleh data yang menunjukkan perbedaan jumlah Pertek dan PI yang diterbitkan Kemendag.

Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI. Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24 ribu kontainer.

“Di dalam rapat yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum atau Angka Pengenal Importir Produsen,” ucap Febri.

2. Kemenperin sebut penumpukan juga diakibatkan penerbitan PI Kemendag

Kemenperin dan Kemendag Saling Sentil soal Penyebab Kontainer NumpukSejumlah menteri lepas kontainer di Jakarta Internasional Container Terminal. (IDN Times/Triyan)

Febri mengatakan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setiap barang impor yang masuk ke Indonesia, khususnya barang-barang yang masuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas) wajib memiliki dokumen perizinan impor.

Untuk mendapatkan perizinan impor tersebut, salah satunya adalah memiliki Pertek yang diterbitkan oleh Kemenperin.

“Dengan demikian, barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud mestinya tidak bisa masuk ke daerah pabean sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini,” ujar Febri.

3. Alasan diberlakukannya Pertek

Kemenperin dan Kemendag Saling Sentil soal Penyebab Kontainer NumpukMenteri Keuangan Sri Mulyani memanjat truk di Pelabuhan Tanjung Priok. (IDN Times/Triyan).

Saat ini, Kemendag sendiri telah menghapus syarat Pertek atas tujuh kelompok barang, yaitu elektronik; alas kaki; pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi; tas; katup; obat tradisional dan suplemen kesehatan; serta kosmetik dan perbekalan rumah tangga. Menurut Kemendag, Pertek itu adalah syarat yang diusulkan Kemenperin terhadap barang impor.

Febri mengatakan, Kemenperin bertugas untuk melindungi keberlangsungan industri dalam negeri, dengan menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dengan pasarnya.

“Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi,” ucap Febri.

Adapun Pertek adalah bentuk perlindungan dari pemerintah untuk produksi dari dalam negeri. Dengan demikian, kebijakan larangan terbatas (Lartas) diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri.

“Kami memiliki kepentingan agar ada pembatasan terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri,” ujar Febri.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya