Cerita Owner Coconud: Berinovasi, Bersaing, dan Mengedukasi

Gencar edukasi jadi kunci perkembangan bisnis Coconud

Intinya Sih...

  • Dwiki Septianto mendirikan Coconud setelah mendapat inspirasi dari Singapura pada 2022.
  • Coconud fokus pada minuman olahan kelapa dengan penetrasi pasar yang besar dan masih memerlukan edukasi masyarakat.
  • Coconud memberikan nilai tambah dengan varian rasa, bahan lokal, harga terjangkau, dan rencana ekspansi gerai.

Jakarta, IDN Times - Bisnis minuman termasuk bisnis dengan persaingan yang sangat ketat. Akan tetapi hal itu tak membuat Dwiki Septianto (34), pemuda asal Bandung, berhenti melakoni bisnis minuman olahan kelapa.

Dwiki mendirikan bisnis minuman bernama Coconud. Dia mendapat inspirasi membuat bisnis itu usai melancong ke Singapura pada 2022 silam.

“Saya berpikir di Singapura itu yang tidak banyak sumber kelapanya kok bisa nih menjual produk kelapa. Sedangkan di Indonesia dan khususnya di Jawa Barat, itu kan sumber kelapa banyak banget,” kata Dwiki saat dihubungi IDN Times, Minggu (30/6/2024).

Baca Juga: Kisah Pebisnis Bandung Jual Ribuan Gelas Minuman Kelapa Tasikmalaya

1. Gencar edukasi khasiat minuman kelapa

Cerita Owner Coconud: Berinovasi, Bersaing, dan MengedukasiProses pembuatan minuman Coconud. (dok. Coconud)

Dwiki mengakui, bisnis minuman memiliki kompetisi yang sangat ketat. Bahkan, menurutnya di daerah asalnya yakni Bandung, hampir setiap bulan ada pembukaan gerai minuman baru. Namun, kata dia, khususnya untuk minuman olahan kelapa (coconut shake), peluangnya masih besar.

“Saya akhirnya berpikiran ini produk punya penetrasi yang cukup baik untuk di masyarakat dengan value selain juga enak, tapi juga menyehatkan,” kata Dwiki.

Sebelum membuka gerai pertama di Jatinangor, Dwiki mengembangkan produk minuman olahan kelapa bersama rekannya, dan juga melakukan sejumlah tes apakah minuman itu enak untuk dikonsumsi.

“Akhirnya ketemulah formulasi yang pas untuk lidah masyarakat Indonesia setelah saya validasi produk R&D ini ke kurang lebih sekitar 80-an orang lah, atau teman-teman saya lah, dan hampir 80 persen-nya itu bilang produknya sudah oke,” ucap Dwiki.

Meski sudah menemukan formula yang cocok untuk masyarakat Indonesia, Dwiki mengaku pihaknya masih gencar melakukan edukasi. Sebab, masih banyak masyarakat yang tak familiar dengan minuman berbasis kelapa yang diolah dengan blender.

“Dengan menjual value lebih dengan khasiat dari kelapanya sendiri. Maksudnya, khasiat kelapa itu sudah sangat banyak diketahui oleh banyak orang. Nah, saya mencoba mengolah kelapa ini untuk menjadi minuman yang lebih, yang lebih bisa dinikmati dengan cara yang berbeda,” tutur Dwiki.

2. Lebih banyak kompetitor lebih baik

Cerita Owner Coconud: Berinovasi, Bersaing, dan MengedukasiGerai minuman olahan kelapa Coconud di kawasan Bandung, Jawa Barat. (dok. Coconud)

Dwiki mengatakan, persaingan bisnis minuman memang sangat ketat. Namun, berbeda dengan bisnis minuman olahan kelapa. Dia mengatakan, hingga saat ini persaingannya belum terlalu ketat. Namun, hal itu juga dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat akan produk minuman olahan kelapa yang masih minim.

“Menurut analisa saya (orang-orang yang tahu minuman coconut shake) itu adalah orang-orang yang sudah pernah ke Singapura atau ke Thailand, atau orang-orang yang melihat influencer yang pernah posting produk di Singapura atau Thailand,” ujar Dwiki.

Oleh sebab itu, dia lebih memilih banyak kompetitor untuk bisa mempercepat proses edukasi minuman olahan kelapa kepada masyarakat.

“Semakin banyak penjual, semakin banyak juga market yang teredukasi, nah disitu baru lebih enak nih secara berkompetisi antara brand satu dengan brand yang lain,” kata Dwiki.

3. Memberi nilai tambah bagi konsumen

Cerita Owner Coconud: Berinovasi, Bersaing, dan MengedukasiProses pembuatan produk minuman Coconud. (dok. Coconud)

Untuk bisnisnya sendiri, Dwiki terus berupaya memberikan nilai tambah kepada konsumen. Selain menggunakan kelapa asli Tasikmalaya yang khasiatnya bagus, Dwiki juga menyediakan varian Coconud Shake dengan tambahan buah-buahan asli.

“Sekarang ada sekitar 19 varian rasa, 14-nya varian Coconud Shake, 5-nya non-shake. Bahan-bahannya itu kebetulan kita ngambilnya masih lokal, karena ada yang berbahan pakai buah asli. Jadi Coconud ini selain rasa sama value kesehatannya, kita tuh pakai buah-buahan asli, bukan konsentrat ataupun selai,” ujar dia.

Dari sisi harga, Coconud juga berupaya memberikan harga yang terjangkau, mulai Rp22 ribu sampai Rp25 ribu. Harga tersebut di bawah harga sejumlah kompetitor.

“Nah ini kita juga salah satu value point dari Coconud itu adalah pricing point. Jadi berhubung saya dapat bahan bakunya ini dari sumbernya langsung, jadi bisa sedikit menekan harga lah,” ujar Dwiki.

4. Ingin buka 100 outlet di Jabodetabek dan luar negeri

Cerita Owner Coconud: Berinovasi, Bersaing, dan MengedukasiGerai minuman olahan kelapa Coconud di kawasan Bandung, Jawa Barat. (dok. Coconud)

Saat ini, Coconud sendiri memiliki satu gerai di Jalan Anggrek nomor 42, Kota Bandung, dan satu gerai di Jatinangor National Park.

Dwiki mengatakan, awalnya dia hanya bisa menjual 1.000-1.500 gelas per bulan. Setelah lebih dari satu tahun berdiri, Coconud bisa menjual sekitar 5 ribu sampai 6 ribu gelas per hari.

“Jadi banyaknya cup (gelas) yang terjual selama satu bulan kurang lebih 5 ribu-6 ribu cup, naik-turun. Kalau bicara di outlet di Anggrek awalnya itu 1.000-1.500, sekarang bisa meningkat secara market setelah terdukasi, bisa sampai 3 ribu sampai 4 ribu cup satu bulan,” ucap Dwiki.

Rencana jangka pendek, Dwiki ingin membuka 10 cabang Coconud di Bandung. Lalu dalam jangka panjang, dia ingin membuka 100 gerai di kawasan Jabodetabek dan juga sejumlah negara tetangga.

“Kita sih inginnya kalau misalkan ada rezekinya dari 100 itu ada beberapa yang bisa tersebar lah di Asia Tenggara. Kayak di Thailand, Singapura, Malaysia yang iklimnya sama seperti Indonesia. Kita lagi mencoba mengejar ke sana, yang saya dan tim inginkan sih seperti itu,” ujar Dwiki.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya