Terungkap, Ini Biang Kerok Rupiah Terus Melemah menurut BI
Intinya Sih...
- Rupiah ditutup pada level Rp16.430 per dolar AS.
- Pelemahan rupiah disebabkan tingginya ketidakpastian pasar global dan arah penurunan Fed Fund Rate (FFR).
- Perry Warjiyo menjelaskan laju rupiah tetap terjaga, namun data menunjukkan pelemahan 5,92 persen dari Desember 2023.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia menyampaikan pelemahan rupiah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir disebabkan oleh tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan arah penurunan Fed Fund Rate (FFR).
Berdasarkan data Bloomberg, pada Kamis (20/6/2024), rupiah ditutup pada level Rp15.430 per dolar AS atau melemah 65 poin atau 0,40 persen.
"Rupiah melemah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan mata uang Dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik," ucap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (20/6/2024).
1. Rupiah melemah 5,92 persen dibandingkan Desember 2023
Secara keseluruhan, Perry menjelaskan bahwa laju rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia.
Namun data menunjukkan bahwa rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023 dan lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen dan 10,78 persen.
2. Sentimen dari domestik berkaitan persepsi kesinambungan fiskal ke depan
Editor’s picks
Perry menjelaskan untuk sentimen dari pasar domestik juga berasal dari persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan, kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk repatriasi dividen.
Meski demikian, Perry memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Baca Juga: Kebat-kebit Pengusaha saat Ketahanan Rupiah Diuji
3. BI bakal optimalkan instrumen SRBI, SVBI dan SUVBI
Menurut Perry, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri.
"Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI," jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun BI, posisi instrumen SRBI, SVBI dan SUVBI masing-masing tercatat Rp666,53 triliun, kemduian 2,3 juta dolar AS dan 395 juta dolar AS.
"Penerbitan SRBI telah menarik aliran masuk asing ke dalam negeri, tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp179,86 triliun (26,98 persen dari total outstanding)," ungkap Perry.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong berlanjutnya aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik.