Tak Cuma Tingkatkan Kemacetan, Ini Efek Lain Tiket KRL Berbasis NIK

Jumlah penumpang KRL terus meningkat

Intinya Sih...

  • KRL mengangkut 280-336 juta penumpang setiap tahunnya sejak 2016
  • Jumlah penumpang diprediksi terus meningkat hingga mencapai 410 juta pada 2027

Jakarta, IDN Times - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI menilai wacana penerapan tiket KRL atau commuterline berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada 2025. Hal ini akan menyebabkan sebagian pengguna, terutama yang tidak memenuhi kriteria penerima subsidi PSO berdasarkan NIK, harus membayar biaya transportasi yang lebih mahal.

Hal ini terungkap dalam laporan khusus LPEM UI yang disusun oleh Andhika P. Pratama, Firli W. Wahyuputri dan Yusuf Reza Kurniawan yang dirilis bulan ini.

1. Layanan KRL jadi tulang punggung moda transportasi publik warga Jabodetabek

Tak Cuma Tingkatkan Kemacetan, Ini Efek Lain Tiket KRL Berbasis NIKSuasana kepadatan di KRL stasiun Tanah Abang di jam pulang kerja (IDN Times/Lia Hutasoit)

Andhika menjelaskan, layanan KRL yang dioperasikan oleh KAI Commuter merupakan tulang punggung moda transportasi publik di wilayah Jabodetabek.

"Tidak hanya menjadi pilihan opsi transportasi yang vital untuk mobilitas harian bagi ratusan ribu pekerja dan pelajar, KRL juga menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin menghindari kemacetan lalu lintas di wilayah Jakarta dan kota-kota penyangganya," jelas Andhika dalam laporan LPEM UI, dikutip Senin (16/9/2024).

Baca Juga: Wacana Tarif Berbasis NIK, Pengguna KRL: Balik ke Kendaraan Pribadi

2. Jumlah penumpang KRL terus meningkat

Tak Cuma Tingkatkan Kemacetan, Ini Efek Lain Tiket KRL Berbasis NIKSuasana kepadatan di KRL stasiun Tanah Abang di jam pulang kerja (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dalam catatanya, sejak 2016, KRL telah mengangkut 280-336 juta penumpang setiap tahunnya. Bahkan, angka penumpang saat masa pandemi COVID-19 pun masih menyentuh angka lebih dari 131 juta penumpang per tahun.

Berdasarkan data KAI, jumlah penumpang tahunan ini diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 410 juta penumpang pada 2027. Sayangnya, dengan jumlah penumpang yang masif dan terus bertambah, KRL masih dihadapkan pada tantangan besar dalam hal pendanaan.

"Untuk menjaga tarif tetap terjangkau bagi masyarakat luas, terutama bagi golongan pekerja dan pelajar yang merupakan mayoritas pengguna, pemerintah memberikan subsidi melalui skema public service obligation," tuturnya.

3. Subsisi PSO telah bantu jaga keterjangkauan tarif KRL

Tak Cuma Tingkatkan Kemacetan, Ini Efek Lain Tiket KRL Berbasis NIKSuasana kepadatan di KRL stasiun Tanah Abang di jam pulang kerja (IDN Times/Lia Hutasoit)

Meskipun subsidi PSO telah membantu menjaga keterjangkauan tarif KRL, besarnya biaya yang ditanggung pemerintah terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penumpang dan biaya operasional yang semakin tinggi hingga mencapai Rp1,6 triliun pada 2022.

"Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan skema subsidi yang ada. Untuk mengatasi tantangan ini, muncul wacana untuk merancang skema subsidi yang lebih tepat sasaran melalui penerapan tiket berbasis NIK " tuturnya.

Baca Juga: Deretan Solusi Alternatif Tiket Berbasis NIK yang Bisa Diadopsi KAI

4. Penerapan tiket KRL berbasis NIK bakal tingkatkan kemacetan di Jakarta

Tak Cuma Tingkatkan Kemacetan, Ini Efek Lain Tiket KRL Berbasis NIKLalu lintas di Tol Gatot Subroto arah Slipi macet total dampak demonstrasi di depan gedung DPR ricuh, Kamis (22/8/2024). (IDN Times/Rochmanudin)

Andhika menjelaskan, salah satu rasionalisasi dari wacana kebijakan subsidi KRL berbasis NIK adalah isu fiskal dan keberlanjutan dari operasional KRL.

Sementara itu, dari sisi fiskal, transisi pemerintahan menimbulkan beberapa program prioritas baru yang membutuhkan tambahan anggaran, sehingga pemerintah berusaha untuk melakukan realokasi anggaran dari satu program ke program lain. Subsidi PSO untuk KRL adalah salah satu dari program yang menjadi opsi rencana realokasi anggaran tersebut.

Penerapan tiket berbasis NIK akan menyebabkan sebagian pengguna atau mereka yang tidak memenuhi kriteria penerima subsidi PSO berdasarkan NIK harus membayar biaya transportasi yang lebih mahal untuk menggunakan KRL.

"Bagi kelompok ini, pengaruh dari kenaikan biaya transportasi terhadap pilihan moda transportasi akan sangat bergantung pada total biaya dari alternatif moda transportasi yang dimiliki," tuturnya.

Jika tarif KRL pascakebijakan masih lebih rendah dari biaya transportasi menggunakan moda transportasi lain, maka tidak akan ada perubahan perilaku commuting dari kelompok ini. Dalam kondisi di atas, penerapan tiket berbasis NIK tidak akan berdampak signifikan terhadap tingkat kemacetan di Jabodetabek.

Hanya saja, kelompok pengguna KRL yang tidak memenuhi kriteria subsidi PSO akan mengalami penurunan tingkat kesejahteraan karena kenaikan biaya transportasi akan menggerus alokasi belanja lain. 

Baca Juga: Skema Tarif KRL Berbasis NIK Bisa Turunkan Jumlah Penumpang

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya