Suku Bunga Acuan Harusnya Turun, Ini Alasannya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan tingkat suku bunga acuan BI-Rate seharusnya sudah mulai menurun. Hal ini seiring dengan tingkat inflasi nasional yang kian menyusut.
"BI Rate kenapa dalam dua bulan kemarin kami tahan? Padahal mestinya turun karena ditentukan oleh proyeksi inflasi ke depan yang ternyata tahun ini masih rendah, tahun depan pun masih rendah," kata Perry dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8/2024).
Berdasarkan data BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Juli menunjukkan deflasi sebesar 0,18 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau month to month (mtm).
Sementara secara tahunan atau year on year (yoy), menunjukkan inflasi hingga 2,13 persen dengan rincian inflasi harga bergejolak tercatat sebesar 3,63 persen yoy, inflasi harga diatur pemerintah 1,47 persen yoy, dan inflasi inti 1,95 persen yoy.
1. BI harus menjaga stabilitas keuangan
Saat ini suku bunga acuan masih bertahan di level 6,25 persen sejak kenaikannya pada April 2024. Menurut Perry, suku bunga acuan tak hanya ditentukan oleh inflasi namun juga harus memperhatikan kondisi global.
Di sisi lain, BI juga harus menjaga stabilitas keuangan di tengah kondisi global dengan ketidakpastian yang masih meningkat.
"Prioritasnya adalah menjaga stabilitas terutama dalam melindungi ekonomi dari dampak rambatan global termasuk nilai tukar rupiah, dampak terhadap aliran modal asing dan dampak lainnya," tegasnya.
Baca Juga: 7 Hewan Langka di Indonesia yang Terancam Punah, Dilindungi!
Editor’s picks
2. Ekonomi global diproyeksi 3,2 persen
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang stabil.
Dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) Juli 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh 3,2 persen yoy pada 2024, dibandingkan 3,3 persen yoy pada tahun sebelumnya.
"Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik didorong permintaan domestik, sedangkan ekonomi Tiongkok belum kuat dengan pertumbuhan triwulan Il-2024 sebesar 4,7 persen yoy, seiring lemahnya permintaan domestik dan berlanjutnya tekanan sektor properti," tegasnya.
3. Yield US Treasury tetap tinggi
Perkembangan terkini menunjukkan inflasi AS di Juni 2024 menurun sejalan dengan turunnya tekanan harga energi dan perumahan, sementara tingkat pengangguran di AS meningkat, yang kemudian mendorong perkiraan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.
Namun demikian, yield US Treasury 10 tahun diperkirakan tetap tinggi karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran Pemerintah AS.
"Selain itu, indeks mata uang dolar juga masih kuat. Perkembangan ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, yang bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang belum mereda, dan perkembangan politik yang dinamis seiring penyelenggaraan Pemilu di berbagai negara (termasuk AS), mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas," tegasnya.
Baca Juga: Ini 3 Tips Investasi Emas secara Online, Siap Cuan!