Skema Power Wheeling Picu Tambahan Biaya bagi Pokok Penyediaan Listrik

Beban APBN berpotensi bertambah

Intinya Sih...

  • Usulan skema power wheeling bisa tambahkan beban APBN karena biaya penyediaan listrik dari EBT yang intermiten.
  • Tambahan cadangan putar spinning reserve untuk menjaga keandalan sistem akan merugikan Rp3,44 triliun per masuknya 1 GW pembangkit power wheeling.
  • Pemerintah sebaiknya konsisten jalankan RUPTL 2021-2030 tanpa pemanis investasi seperti power wheeling yang tidak relevan dan berpotensi membebani keuangan negara.

Jakarta, IDN Times - Peneliti dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov menilai usulan skema power wheeling yang diiming-iming menjadi pemanis dalam investasi pembangkit EBT bisa menjadi jebakan bagi pemerintah mendatang.

“Lonjakan beban APBN berisiko muncul karena adanya tambahan Biaya Pokok Penyediaan listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling yang bersumber dari energi terbarukan karena sifatnya yang intermiten,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/8/2024).

1. Power wheeling akan tambah beban biaya

Skema Power Wheeling Picu Tambahan Biaya bagi Pokok Penyediaan Listrikilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai dampak langsung, kata Abra, bakal muncul tambahan cadangan putar spinning reserve atau backup cost untuk menjaga keandalan dan stabilitas sistem sehingga setiap masuknya 1 GW pembangkit pada power wheeling akan merugikan Rp3,44 triliun.

“Dan itu akan mengakibatkan tambahan beban biaya hingga Rp3,44 triliun (biaya Take or Pay+backup cost) yang tentu akan membebani keuangan negara. Jika dikalkulasi, tambahan biaya bisa mencapai Rp165-192 triliun," jelasnya.

Baca Juga: Komisi VII DPR RI Sebut Power Wheeling Tak Perlu Dibahas dalam RUU EBT

2. RUPTL, target tambahan pembangkit EBT capai 20,9 GW

Skema Power Wheeling Picu Tambahan Biaya bagi Pokok Penyediaan Listrik

Abra menambahkan, pemerintah sebetulnya sudah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran energi baru terbarukan/EBT sebagaimana yang dijaminkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu memberikan gula-gula pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Dalam RUPLT terbaru, target tambahan pembangkit EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW), porsi swasta sudah mencapai 56,3 persen atau setara dengan 11,8 GW.

“Hanya dengan menjalankan RUPTL 2021-2030 secara konsisten saja, secara alamiah bauran pembangkit EBT hingga akhir 2030 akan mencapai 51,6 persen,” katanya.

Baca Juga: Asosiasi Energi Angin Dukung Pemerintah Capai Target EBT

3. Gagasan soal ide power wheeling tidak relevan

Skema Power Wheeling Picu Tambahan Biaya bagi Pokok Penyediaan ListrikPT PLN (Persero) menjamin kelancaran pasokan listrik di Ibukota Negara (IKN) Nusantara, Jumat (2/8/2024). Foto PLN

Abra memaparkan, ide penerapan skema power wheeling sudah sangat tidak relevan mengingat saat ini beban negara yang semakin berat menyusul masih adanya kelebihan suplai listrik. Kondisi sektor ketenagalistrikan sangat miris karena terjadi disparitas yang lebar antara supply dan demand listrik.

“Kondisi tersebut juga tidak lepas dari melesetnya asumsi pertumbuhan demand listrik dimana pada RUPTL 2019-2028 ditargetkan pertumbuhan demand rata-rata 6,4 persen per tahun. Namun karena pandemi Covid, realisasinya selama 2015-2023 rata-rata hanya 4,3 persen per tahun.”

Sekali lagi, Abra menegaskan pemerintah harus terus waspada terhadap pembahasan RUU energi baru dan energi terbarukan/EBET yang didalamnya memuat pasal power wheeling.

"Risiko terbesarnya adalah membebani keuangan negara yang bisa berdampak langsung terhadap pembangunan dan masyarakat kecil," jelasnya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya