Setoran Cukai Hasil Tembakau Baru Rp126,8 Triliun, Susut 5,8 Persen

Penerimaan CHT bisa jadi tak capai target 

Sidoarjo-IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok sampai akhir Agustus 2023 hanya mencapai Rp126,8 triliun. Realisasi ini turun 5,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp134,65 triliun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, realisasi tersebut baru setara 54,53 persen dari target APBN 2023 sebesar Rp232,5 triliun.

"Capaian penerimaan cukai hasil tembakau sampai dengan Agustus 2023 sebesar Rp 126,8 triliun atau 54,53 persen," ujar Nirwala kepada awak media di Sidoarjo, Rabu (13/9/2023).

Baca Juga: Pemerintah Diminta Pertimbangkan Dampak Kenaikan CHT di 2023

1. Faktor CHT berpotensi tak capai target

Setoran Cukai Hasil Tembakau Baru Rp126,8 Triliun, Susut 5,8 Persenilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan outlook terlihat bahwa target penerimaan cukai hasil tembakau tidak akan tercapai di akhir tahun 2023. Nirwala mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi target penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2023. 

Pertama, downtrading ke rokok golongan II. Fenomena downtrading dinilainya akan merugikan negara baik dari sisi penerimaan dan terbukti menjadi salah satu penyebab anjloknya penerimaan cukai rokok alias CHT.

Penyebab lainnya CHT tidak capai target setoran adalah peralihan konsumsi dari konvensional ke elektrik. Faktor ketiga adalah maraknya peredaran rokok ilegal.

Baca Juga: Tolak Kenaikan Cukai Rokok, Petani Tembakau Geruduk Kantor Sri Mulyani

2. Penerimaan CHT akan dipengaruhi produksi rokok

Setoran Cukai Hasil Tembakau Baru Rp126,8 Triliun, Susut 5,8 PersenBea Cukai menggelar pemusnahan barang kena cukai (BKC) hasil penindakan di wilayah Jawa Timur. (IDN Times/Triyan)

Sementara itu Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jawa Timur I, Untung Basuki mengatakan komponen penerimaan cukai hasil tembakau tentu akan dipengaruhi jumlah produksi rokok. Saat ini ada tiga jenis rokok yaitu golongan I, II, dan III. 

Mengenai fenomena downtrading, dia mengatakan penurunan golongan I akan lebih signifikan dibandingkan golongan II dan III. Kondisi ini dinilainya akan menjadi tantangan bagi DJBC untuk mengumpulkan penerimaan cukai hasil tembakau.

Pada saat yang sama DJBC juga harus menjalankan fungsi pengawasan yaitu memberantas peredaran rokok ilegal.

“Tentu menjadi perhatian kita adalah apakah struktur itu sudah dalam posisi yang dioptimalkan. Artinya ketika dinaikkan lagi malah justru menimbulkan rokok ilegal atau karena golongan I bebannya sudah terlalu tinggi mereka akan cenderung untuk golongan II yang relatif tarif cukainya lebih rendah,” ucap Untung.

3. Penerimaan cukai per Juli baru Rp111,23 triliun

Setoran Cukai Hasil Tembakau Baru Rp126,8 Triliun, Susut 5,8 PersenIDN Times/Arief Rahmat

Penerimaan cukai hingga Juli 2023 hanya Rp111,23 triliun. Lagi-lagi, realisasi ini turun 8,93 persen year on year (YoY), jika dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama.

Penurunan ini disebabkan produksi kumulatif sampai dengan Mei 2023 yang turun 3,69 persen YoY dan tarif rata-rata tertimbang yang hanya naik 2,02 persen dari yang seharusnya 10 persen. Ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) golongan satu.

Adapun menyusutnya penerimaan cukai rokok ini disebabkan turunnya pemesanan pita cukai. Kemudian penurunan produksi pada bulan Maret yang diikuti produksi April yang relatif stagnan.

Berdasarkan pembahasan kebijakan tarif cukai rokok tahun 2023, dengan rata-rata tertimbang kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10 persen, maka produksi sigaret di tahun 2023 diproyeksikan akan tetap menurun. 

Baca Juga: Bea Cukai Jatim Bidik Penerimaan Rp148,89 Triliun di 2023

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya