Rupiah Menguat di Level Rp16.277,5 Per Dolar AS

Rupiah menguat 52,50 poin

Jakarta, IDN Times - Pergerakan rupiah pada Jumat (5/7/2024) ditutup menguat pada level Rp16.277,5 per dolar AS. 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 52,50 poin atau 0,32 persen dibandingkan sehari sebelumnya di level Rp16.330 per dolar AS. 

Baca Juga: Sejarah Bank Indonesia, Bank Sentral Penjaga Kestabilan Nilai Rupiah

1. Mayoritas mata uang di kawasan Asia menguat

Di Asia, mayoritas mata uang menguat terhadap dolar AS sore ini dengan rincian, Yen Jepang mencatat penguatan terbesar yakni 0,33 persen, disusul rupiah yang menguat 0,32 persen, baht Thailand menguat 0,19 persen, dolar Singapura menguat 0,16 persen, dan pesso Filipina menguat 0,12 persen.

Lalu, won Korea menguat 0,08 persen, dolar Taiwan menguat 0,02 persen, rupee India menguat 0,02 persen, yuan China menguat 0,01 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,006 persen terhadap dolar AS.

Sedangkan dolar Hong Kong menjadi satu-satunya mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS sore ini dengan pelemahan 0,03 persen. 

Baca Juga: 3 Perbedaan Uang dan Mata Uang yang Harus Diketahui agar Tidak Keliru

2. Data ekonomi AS lebih rendah dari perkiraan pasar

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra mengatakan,  indeks dolar AS masih dalam tekanan bergerak di kisaran 105,08.

"Padahal pagi sebelumnya sempat bergerak di kisaran 105,30 an," jelasnya.

Pergerakan indeks dolar AS Ini masih karena efek data yang dirilis hari Rabu malam yaitu data ADP Non-farm Payrolls dan data PMI sektor jasa yang lebih rendah dari perkiraan pasar.

Baca Juga: Mata Uang: Pengertian, Sejarah, Fungsi, Daya Beli, dan Nilai Tukar

3. Indeks dolar AS merosot ke posisi terendah dalam 3 pekan

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar berjangka merosot ke posisi terendah tiga minggu dalam perdagangan yang sepi karena libur, sementara meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga juga melemahkan greenback.

"Fokus saat ini tertuju pada data utama nonfarm payrolls, yang akan dirilis pada hari Jumat, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga," jelasnya. 

Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan kemungkinan lebih dari 66 persen Federal Reserve akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September.

Namun, optimisme terhadap penurunan suku bunga agak teredam oleh sinyal hawkish dari The Fed, dengan risalah pertemuan bank tersebut pada bulan Juni menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan masih skeptis terhadap penurunan suku bunga.

"Data nonfarm payrolls juga akan memberikan isyarat yang lebih pasti mengenai pasar tenaga kerja, yang juga menjadi perdebatan utama bagi The Fed dalam menurunkan suku bunga," jelasnya. 

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya