Prabowo Beberkan Alasan Ingin Bentuk Badan Penerimaan Negara

Wajib pajak taat pajak jangan diperas!

Jakarta, IDN Times - Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto buka suara terkait alasan utama dirinya berencana memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan membentuk badan penerimaan negara, apabila terpilih pada Pilpres 2024.

Menteri Pertahanan itu menjelaskan alasan utama pemisahan adalah untuk mendorong efisiensi dan transparansi, serta berkomitmen untuk mengurangi beban Menkeu.

"Kita pisahkan supaya lebih efisien. Si Menteri Keuangan tidak perlu mikirin atau mengurusi itu," kata Prabowo dalam Dialog Capres Bersama Kadin, Jumat (12/1/2024).

Baca Juga: Anies Tak Bakal Laporkan Umpatan Prabowo: Itu Proses Demokrasi

1. Prabowo bidik tax rasio naik 5-6 persen

Prabowo Beberkan Alasan Ingin Bentuk Badan Penerimaan Negarailustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Prabowo mengatakan, pihaknya berkomitmen menggenjot rasio pajak Indonesia. Sebab, RI ketinggalan jauh dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Dengan pemisahan Ditjen Pajak dan Kemenkeu, ia membidik rasio pajak naik 5-6 persen. 

Berdasarkan data Kemenkeu, rasio pajak mencapai 10,21 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.

"Negara lain itu sudah di sekitar 12 persen. Thailand, Vietnam tetangga-tetangga kita sudah 16 persen sampai 18 persen. Saya bertanya apa sih bedanya kita dengan orang Thailand dan orang Vietnam? Apa kita lebih bodoh atau apa masalahnya? Jadi they can do it, we must so do it. Kita tidak boleh menyerah," tegas Prabowo. 

Tax rasio atau rasio penerimaan pajak terhadap PDB umumnya digunakan sebagai salah satu indikator kinerja perpajakan, baik di negara berkembang maupun negara maju.

2. Strategi dorong kepatuhan wajib pajak

Prabowo Beberkan Alasan Ingin Bentuk Badan Penerimaan Negarailustrasi pajak dan retribusi (IDN Times/Aditya Pratama)

Untuk meningkatkan penerimaan pajak, Prabowo pun akan mendorong strategi ekstensifikasi atau memperbanyak pembayar pajak. Bahkan, ia memastikan tidak akan menerapkan strategi menambah kenaikan tarif pajak, karena wajib pajak yang sudah patuh akan menjadi enggan membayar pajak. 

"Istilahnya pembayar pajak yang sudah baik, sudah taat, jangan diperas terus. Itu sering disebut apa (oleh praktisi pajak) berburu di kebun binatang, ujungnya pengalaman banyak negara, yaitu justru akan menimbulkan penggelapan pajak," ucap dia.

Sebaliknya, Prabowo ingin memberikan kemudahan pajak kepada pengusaha agar mereka tetap taat bayar, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi, investasi dan kegiatan perdagangan.

"Jadi pajak sangat penting efisiensi transparansi menutup lubang-lubang kebocoran dan memudahkan usaha, dan memperbaiki iklim bisnis dan kita harus memudahkan perizinan jangan orang mau dagang itu dipersulit," tegas Prabowo. 

Sebagai informasi, ekstensifikasi ialah kegiatan pengawasan yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) terhadap wajib pajak yang sudah memenuhi syarat objektif dan subjektif, tetapi belum bisa mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Lebih rinci, kegiatan ekstensifikasi menargetkan berbagai jenis wajib pajak yang meliputi badan, orang pribadi, warisan belum terbagi, dan bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Sedangkan, intensifikasi pajak ialah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subjek pajak yang sudah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, serta hasil pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak.

Baca Juga: Prabowo Bakal Dorong Hilirisasi 21 Komoditas, Butuh Dana Rp8.484 T

3. Penerimaan pajak 2023 lampaui target

Prabowo Beberkan Alasan Ingin Bentuk Badan Penerimaan NegaraRealisasi penerimaan pajak 2023. (Dok/Youtube Kemenkeu RI)

Kementerian Keuangan menyampaikan data sementara penerimaan pajak sepanjang 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau tumbuh 8,9 persen (yoy). Realisasi itu berhasil tembus di atas target yakni 108,8 persen dari target awal APBN 2023 dan 102,8 persen dari Perpres 75 Tahun 2023. 

Lebih rinci, realisasi penerimaan pajak tersebut berasal dari PPh non migas yang mencapai Rp993 triliun atau 101,5 persen dari target. Kemudian PPN dan PPnBM mencapai Rp764,3 triliun atau 104,6 persen dari target atau tumbuh 11,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Serta PBB dan pajak lainnya mencapai Rp43,1 triliun atau 114,4 persen dari target atau tumbuh 39,2 persen. Namun, PPh migas tidak capai target atau 96 persen dengan penerimaan Rp68,8 triliun. Realisasi itu juga turun 11,6 persen dibandingkan tahun lalu karena berbagai harga komoditas mengalami penurunan.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya