Pemerintah Diminta Hati-Hati Tentukan Tarif CHT

Banyak tenaga kerja terserap di industri hasil tembakau

Intinya Sih...

  • Presiden Jokowi paparkan RAPBN 2025, target penerimaan cukai Rp244,198,4 miliar atau naik 5,9 persen dari tahun sebelumnya.
  • Kenaikan tarif CHT berdampak pada tenaga kerja, industri, pertanian; konsumen cenderung mencari rokok yang harganya sesuai daya beli.
  • Rokok ilegal meningkat 6,86 persen pada 2023, potensi penerimaan negara tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun; GAPPRI minta tidak menaikkan tarif CHT di 2025.

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memaparkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Gedung DPR RI pada Jumat (16/8/2024).

Dalam Nota Keuangan, pemerintah menetapkan target penerimaan cukai sebesar Rp244,198,4 miliar atau meningkat 5,9 persen dari tahun sebelumnya.

Lantas, apa dampak dari kenaikan target penerimaan cukai tahun depan?

1. Pemerintah harus hati-hati terapkan kenaikan CHT

Pemerintah Diminta Hati-Hati Tentukan Tarif CHTilustrasi tembakau (pixabay.com/PublicDomainPictures)

Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah, menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam menetapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT). 

Imanina mengingatkan implikasi yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan CHT. Misalnya, dampak ekonomi dan sosial ke masyarakat. Sebab, kebijakan CHT ini bukan soal pendapatan negara maupun kesehatan semata.

"Banyak yang bakal terdampak dari kebijakan CHT di Indonesia, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian," kata Imanina dalam keterangannya dikutip Senin (19/08/2024).

Baca Juga: Langgar Ketentuan DHE SDA, Dirjen Bea Cukai Blokir 69 Perusahaan   

2. Naiknya tarif CHT tak serta merta turunkan minat merokok masyarakat

Pemerintah Diminta Hati-Hati Tentukan Tarif CHTilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Berdasarkan hasil kajian PPKE FEB UB (2023), peningkatan tarif CHT tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.

Oleh sebab itu, setiap kenaikan tarif CHT perlu diiringi peningkatan pengawasan yang semakin ketat terhadap sejumlah perusahaan rokok yang diduga memproduksi rokok ilegal.

"Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.

Baca Juga: Dirjen Bea Cukai Buka Suara soal Makanan Siap Saji Kena Cukai

3. Peredaran rokok ilegal meningkat pada 2023

Pemerintah Diminta Hati-Hati Tentukan Tarif CHTilustrasi rokok (unsplash.com/johnmcclane)

Data Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal pada 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86 persen. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.

Menurut Imanina, penyebab meningkatnya rokok ilegal dikarenakan kenaikan harga rokok yang telah cukup tinggi disertai dengan kenaikan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahunnya.

Hal ini mendorong perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok yang terjadi. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah.

"Sebagian perokok di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," kata Imanina.

Adapun kontributor terbesarnya dari rokok ilegal jenis polosan dan salah peruntukan (saltuk). Tingginya rokok ilegal jenis polosan mengindikasikan bahwa kenaikan harga rokok yang sudah sangat tinggi.

4. Pengusaha harap pemerintah tak simplifikasi tarif dan golongan

Pemerintah Diminta Hati-Hati Tentukan Tarif CHT(IDN Times/Arief Rahmat)

Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengungkapkan situasi yang tidak baik-baik saja bagi iklim usaha industri hasil tembakau (IHT) legal nasional. Beban yang dihadapi IHT legal, mulai kenaikan CHT yang eksesif, serta padatnya regulasi (heavy regulated).

Pada titik inilah, GAPPRI memberikan 3 catatan penting untuk pemerintah.
Pertama, tidak menaikkan tarif CHT di tahun 2025, mengingat IHT akan terbebani akibat rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 10,7 persen

"IHT legal yang sudah berkontribusi besar untuk penerimaan negara (CHT), menyerap tenaga kerja linting yang mayoritas perempuan (padat karya), selain itu rokok konvensional sebagian besar menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN).

Kedua, GAPPRI berharap pemerintah tidak melakukan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif dan golongan untuk menjaga kinerja IHT dalam rangka tetap mendorong optimalisasi penerimaan cukai dan pajak.

"GAPPRI juga menolak arah kebijakan cukai yang mendekatkan disparitas tarif antar layer," tegas Henry Najoan.

Ketiga, mendorong operasi gempur rokok ilegal agar terus dilakukan secara konsisten dan terukur. Mengingat saat ini dampak meningkatnya tarif cukai rokok yang terlalu tinggi, pasar rokok sudah leluasa beredar rokok ilegal dan strukturnya semakin kuat.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya