Eks Direktur WHO Sebut Indonesia Berpeluang Turunkan Perokok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pangestu, menjelaskan bahwa Indonesia berpeluang menurunkan angka perokok dengan mengoptimalkan produk tembakau alternatif. Terlebih saat ini prevelansi merokok di Indonesia masih tinggi.
"Sebab, prevalensi merokok di Indonesia saat ini sudah menembus 69,1 juta jiwa," kata dia dalam keterangannya pada Selasa (21/11/2023).
Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021.
1. Langkah Swedia dan Norwegia diharapkan ditiru Indonesia
Swedia dan Norwegia berhasil menurunkan prevalensi merokok melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti kantong nikotin, rokok elektronik, dan produk tembakau yang dipanaskan.
"Langkah ini diharapkan dapat ditiru oleh Indonesia," kata Tikki.
Baca Juga: Cegah Rokok Elektrik Ilegal, Asosiasi Janji Tambah Pengawasan
2. Tingkat penurunan perokok di Swedia dan Norwegia
Editor’s picks
Pada November 2022, Swedia telah mengonfirmasi tingkat merokok di negaranya turun menjadi 5,16 persen, dari sebelumnya 11 persen pada 2015.
Prestasi tersebut diwujudkan melalui strategi pengurangan bahaya tembakau dengan mamaksimalkan produk tembakau alternatif. Dengan angka tersebut, Swedia menjadi negara bebas asap pertama di Eropa.
Sementara itu, Norwegia berhasil menurunkan prevalensi merokok secara signifikan. Pada 2000, prevalensi merokok di Norwegia sebesar 44 persen. Dalam 20 tahun kemudian, prevalensi merokok di negara ini menjadi 16,20 persen.
3. Perlu optimalkan produk tembakau alternatif
Tikki menyarankan agar pemerintah Indonesia menghapus berbagai hambatan seperti masalah ekonomi politik, sosial budaya, hingga kebijakan supaya potensi dari produk tembakau alternatif dapat dioptimalkan.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti senior di Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia, Karl Erik Lund, mengatakan produk tembakau alternatif yang popular digunakan di Nowegia dan Swedia adalah snus.
Snus, kata Carl, memang tidak sepenuhnya bebas risiko kesehatan. Namun, produk ini menawarkan pengurangan risiko kesehatan jika dibandingkan dengan merokok.
Baca Juga: Cukai Rokok Naik 10 Persen, Pengamat Sumsel Sebut UMKM Bisa Hancur