Ekonom Desak BI Pangkas Suku Bunga Acuan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta Bank Indonesia (BI) segera memangkas suku bunga acuan atau BI-rate yang saat ini masih bertahan di level 6,25 persen.
Level suku bunga acuan ini pun sudah bertahan selama 5 bulan. Alhasil diperlukan langkah untuk segera menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, tensi global sudah memberikan sinyal membaik.
1. BI tak perlu mengekor kebijakan suku bunga negara maju
Ekonom sekaligus Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengatakan, dengan perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memberikan sinyal kuat untuk menurunkan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) perlu disambut oleh BI
Ia pun mengingatkan agar BI tak perlu selalu menunggu aksi dari negara-negara maju untuk berani mengambil kebijakan moneternya yang lebih ekspansif. Namun tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini global.
"Dengan perkembangan ekonomi AS dan posisinya semakin terlihat hilal penurunan Fed Fund Rate Itu harus kita (BI) sambut jangan telalu lama menunggu action negara maju," tegasnya dalam diskusi bertajuk Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis (12/9/2024).
Baca Juga: Bank Tabungan Bersama: Pengertian, Layanan, Fungsi dan Aturannya
2. Inflasi AS dan tensi geopolitik mulai mereda
Editor’s picks
Ia menjelaskan ada beberapa faktor yang mendorong BI harus segera menurunkan suku bunganya. Pertama, inflasi AS yang cenderung menurun di level 2,5 persen.
Hal ini pun menjadi indikasi kuat untuk FFR akan mulai dipangkas. Adapun suku bunga The Fed sekarang di level 5,5 persen.
"Suku bunga acuan AS masih tinggi 5,5 persen jadi kecenderungan kebijakan moneter di Indonesia itu menjaga selisih atau spread suku bunga. Agar suku bunga tidak di bawah FFR, jadi kalau suku bunga The Fed naik kita juga naik lebih tinggi dan kalau stay kita juga stay," ungkapnya.
Lebih lanjut, tensi geopolitik yang mulai mereda, meskipun pada sejumlah isu konflik masih terjadi, namun kecenderungannya mulai menurun. Hal ini membuka ruang untuk momentum menggerakan sektor riil.
3. Sisi domestik, rupiah terus menguat
Dari domestik, nilai tukar rupiah juga menguat terhadap dolar AS, di mana pada beberapa bulan yang lalu rupiah tembus diatas Rp16 ribu per dolar AS, namun saat ini sudah menguat di level Rp15.400 per dolar AS.
“Jadi sebetulnya semakin terlihat tanda-tanda bahwa kita harus merespon secara cepat untuk menggerakan perekonomian,” imbuh Eko.
Baca Juga: Bank Tabungan Bersama: Pengertian, Layanan, Fungsi dan Aturannya