ADB Beri Pinjaman Rp7,59 Triliun, Bantuan atau Jebakan Utang Baru?

Seharusnya bantuan dalam bentuk hibah bukan pinjaman

Intinya Sih...

  • Pinjaman ADB senilai 500 juta dolar AS untuk transisi energi akan memperberat utang negara dan BUMN energi.
  • Pemerintah harus mengingat skema kemitraan JETP yang memberikan porsi hibah kecil, sementara pinjaman cukup dominan.
  • Bentuk bantuan lembaga internasional seperti ADB seharusnya berupa hibah, bukan pinjaman, agar tidak menambah beban utang Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Ekonom menilai pinjaman senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,59 triliun (asumsi kurs Rp15.185 per dolar AS) dari Asian Development Bank (ADB) kepada Indonesia untuk mendanai program transisi energi akan memperberat beban utang negara, termasuk BUMN energi.

Adapun, pinjaman yang telah disetujui ADB tersebut bertujuan memperkuat kebijakan dan regulasi untuk transisi energi bersih serta mendukung tata kelola sektor energi yang lebih baik.  

Baca Juga: RI Dapat Pinjaman dari ADB Rp7,6 Triliun untuk Transisi Energi

2. Pinjaman ADB tambah beban utang negara

ADB Beri Pinjaman Rp7,59 Triliun, Bantuan atau Jebakan Utang Baru?Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa transisi energi memang membutuhkan dana yang cukup besar, namun diharapkan tidak menambah beban utang pemerintah maupun BUMN. 

“Jumlah utang pemerintah saat ini sudah lebih dari Rp8.500 triliun. Belum ditambah beban utang jatuh tempo plus bunga di 2025 sebesar Rp1.350 triliun, yang sebagian akan dibayar lewat penambahan utang baru," ucap Bhima, Senin (23/11/2024).

Dengan begitu, estimasi tahun depan utang pemerintah bisa tembus Rp9.500-10.000 triliun. Tambahan beban utang baru dari ADB akan mempersempit ruang fiskal, dan meningkatkan ketergantungan pada utang luar negeri.

Baca Juga: Kawal Target Pertumbuhan Ekonomi Prabowo, Konsumsi Listrik Digenjot

2. Pertanyakan peran ADB ringankan beban negara

ADB Beri Pinjaman Rp7,59 Triliun, Bantuan atau Jebakan Utang Baru?ilustrasi utang (IDN Times/Nathan Manaloe)

Selain ADB, pemerintah juga tak boleh melupakan skema kemitraan JETP, yang hanya memberikan porsi hibah 1,32 persen setara 284,4 juta dolar AS dari total komitmen 21,6 miliar dolar AS. Sementara pinjaman dengan persyaratan (concessional loan) cukup dominan.

Peneliti CELIOS, Atinna Rizqiana atau yang akrab disapa Kiki, mempertanyakan peran dari lembaga multilateral seperti ADB dalam meringankan beban negara berkembang. 

“Seharusnya dari sini kita patut mempertanyakan niatan lembaga internasional dalam urun tangan membantu proses transisi energi di Indonesia," ucapnya.

 

3. Bentuk bantuan seharusnya hibah bukan pinjaman

ADB Beri Pinjaman Rp7,59 Triliun, Bantuan atau Jebakan Utang Baru?ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Kiki sapaan akrabnya, untuk mendukung kebijakan dan mewujudkan proses transisi menuju energi yang lebih baik dan berkelanjutan, bentuk bantuannya semestinya berbentuk hibah, bukan pinjaman yang pada akhirnya hanya akan menambah dalam lubang utang Indonesia.

Pemerintah idealnya lebih tegas dalam mendesak ADB, maupun lembaga keuangan internasional lain, agar porsi hibah lebih besar, sebagai bentuk tanggung jawab negara maju dan lembaga multilateral dalam membantu negara berkembang.

“Transisi energi yang terlalu bertumpu pada utang akan menciptakan persepsi bahwa transisi energi itu mahal dan tidak menguntungkan. 

Bahkan pinjaman ini dapat masuk pada kategori Structural Ad justment Program (Penyesuaian Struktural), yakni upaya untuk memberi pinjaman bersyarat perubahan regulasi, dengan kedok membantu negara berkembang dalam melakukan transisi energi. 

Kondisinya de ja vu dengan model SAP pada krisis 1998. Bedanya saat ini krisis iklim yang dijadikan jalan masuk oleh lembaga kreditur asing.

 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya