Riset Indef: Netizen Ragu Prabowo Bisa Tangani Warisan Utang Jokowi

Netizen anggap utang negara jadi beban buat mereka

Jakarta, IDN Times - Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto memaparkan temuan terkait pembicaraan publik di media sosial (medsos) dan Google Trends mengenai isu utang negara.

Eko menjelaskan, crawling data dari Twitter dilakukan selama 15 hari terakhir untuk menangkap persepsi publik terhadap isu utang. Data menunjukkan adanya 22 ribu perbincangan dari 18 ribu akun di Twitter yang membahas isu utang negara.

"Ini artinya masyarakat atau setidaknya masyarakat di sosial media ya, di Twitter itu aware dengan isu hari ini, yaitu isu utang. Dan ini ya wajar berarti ini isu yang cukup strategis ya," kata dia dalam diskusi Indef di Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Selain itu, Google Trends menunjukkan sejak Juni hingga 1 Juli 2024, terdapat 218 ribu pencarian dengan keyword terkait utang. Peningkatan pencarian tersebut kemungkinan dipicu oleh isu jatuh tempo utang yang semakin mengemuka.

1. Netizen menganggap utang negara menjadi beban buat mereka

Riset Indef: Netizen Ragu Prabowo Bisa Tangani Warisan Utang JokowiIlustrasi beban utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Eko mengungkapkan pandangan netizen mengenai utang negara yang menjadi beban atau manfaat bagi rakyat. Menurut data yang dipaparkannya, hampir 80 persen netizen menganggap utang negara sebagai beban.

Dari 22 ribu perbincangan yang dianalisis, 79 persen di antaranya menyatakan bahwa kenaikan utang merupakan beban bagi masyarakat. Eko menjelaskan dengan situasi saat ini dan utang yang jatuh tempo tahun depan, isu ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah.

Meskipun mayoritas netizen melihat utang sebagai beban, sekitar 21 persen lainnya menyatakan utang memberikan manfaat, terutama dalam pembangunan infrastruktur dan jalan tol. Sejumlah netizen jumlah menganggap utang Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang jika dilihat dari rasio utang terhadap PDB.

“Walaupun kita tahu lah kalau jadi peneliti ya ukurannya bukan cuma itu. Jadi walaupun (utang) Jepang 250 persen terhadap GDP ya utangnya ke negaranya sendiri, ke penduduk sendiri dan kita tahu lah Jepang negara maju ya, produktivitasnya tinggi,” ujar dia.

Baca Juga: APBN Tekor Rp21,8 T, Sri Mulyani: Tak Lepas dari Rambatan Global

2. Netizen khawatir terhadap proyek IKN karena bisa bebani APBN

Riset Indef: Netizen Ragu Prabowo Bisa Tangani Warisan Utang Jokowiilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Eko menyampaikan kekhawatiran netizen terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Meskipun secara proporsional proyek IKN bukan yang terbesar dalam konteks utang, ketidakberhasilan menarik investor menjadi isu utama yang dibicarakan masyarakat.

Menurut dia, netizen khawatir tentang keberlanjutan proyek tersebut karena minimnya investor yang berpartisipasi. Terlebih, kata dia, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hanya bisa mengeksekusi anggaran negara yang tidak seberapa untuk melanjutkan IKN, kecuali ada tambahan dana.

“Saya juga tahun lalu sempat sampaikan itu jangan-jangan bukan 20 persen APBN, 80 persen swasta, tapi kebalik nanti ceritanya, 80 persen atau bahkan mungkin 100 persen adalah harus dari pemerintah, dari APBN. Mereka sudah mengkhawatirkan itu, kelihatan dari perbincangan yang dilakukan mereka ya,” tuturnya.

Baca Juga: Program Prabowo-Gibran Hadapi Tantangan Pembiayaan, Bisa Terlaksana?

3. Netizen ragu Prabowo mampu bereskan warisan utang Jokowi

Riset Indef: Netizen Ragu Prabowo Bisa Tangani Warisan Utang Jokowiilustrasi utang negara (IDN Times/Aditya Pratama)

Berdasarkan analisis data dari 18 ribu akun media sosial yang mencakup 22 ribu perbincangan, sebagian besar netizen juga pesimis mengenai kemampuan Prabowo dalam menangani warisan utang dari pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

“Ternyata 72,5 persen pesimis bahwa utang ini akan mampu diselesaikan atau setidaknya bisa ditangani lah ya di pemerintahan Pak Prabowo-Gibran dalam 5 tahun mendatang,” ujarnya.

Hal itu mencerminkan pandangan masyarakat di media sosial yang menilai kondisi keuangan negara sudah terlalu buruk, sehingga menurunkan optimisme mereka terhadap masa depan ekonomi Indonesia.

Eko menambahkan, sikap pesimis tersebut bersifat rasional, mengingat situasi sektor riil dan sektor keuangan yang kurang stabil. Misalnya, penetapan APBN dengan defisitnya tidak disambut dengan antusiasme bahwa ekonomi akan tumbuh lebih tinggi, malah menyebabkan kekhawatiran dan ketidakstabilan ekonomi.

“Yang terjadi justru kabur ya dan menahan diri, bahkan akhirnya gonjang ganjing di perekonomian terjadi ya. Jadi itu rasional aja, sebenarnya ini gambaran sisi rasionalnya begitu,” tambah dia.

Baca Juga: Faisal Basri Minta Prabowo Hati-hati Pilih Menkeu, Ini Alasannya

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya