Pemerintah Guyur APBN Rp20,8 Triliun untuk Industri Sawit

Untuk biodiesel hingga sawit rakyat

Intinya Sih...

  • Pemerintah melalui APBN memberikan dukungan fiskal sektor perkebunan sawit di Indonesia pada 2023, mencapai Rp20,8 triliun.
  • Fasilitas perpajakan diberikan untuk menarik investasi dan mendukung pengembangan industri, termasuk tax allowance, pembebasan bea masuk, dan Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE).

Belitung Timur, IDN Times - Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memberikan dukungan fiskal terhadap sektor perkebunan sawit di Indonesia pada 2023. Totalnya mencapai Rp20,8 triliun.

Analis Kebijakan Madya PKPN Badan Kebijakan Fiskal, Nursidik Istiawan menjelaskan, dana yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu digunakan untuk berbagai program strategis, di antaranya insentif biodiesel sebesar Rp18,5 triliun, program peremajaan sawit rakyat (PSR) senilai Rp1,7 triliun, riset senilai Rp0,1 triliun, dan program lainnya Rp0,5 triliun.

"Kita berusaha untuk menghasilkan penerimaan pungutan negara yang kemudian bisa dikembalikan lagi kepada para pelaku industri tersebut yaitu melalui peremajaan, promosi, penelitian, sarana, perasaan, dan pekembangan sumber daya manusia dan beberapa hal lain," katanya dalam Press Tour Belitung 2024: Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian, dikutip Rabu (28/8/2024).

1. Fasilitas perpajakan untuk dorong investasi

Pemerintah Guyur APBN Rp20,8 Triliun untuk Industri Sawitilustrasi kebun kelapa sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Pemerintah menyediakan sejumlah fasilitas perpajakan untuk menarik investasi dan mendukung pengembangan industri di Indonesia. Fasilitasnya mencakup tax allowance dan pembebasan bea masuk, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2019 dan beberapa peraturan menteri keuangan.

Tax allowance memberikan pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari nilai investasi dalam bentuk aktiva tetap, termasuk tanah. Fasilitas tersebut berlaku selama 6 tahun dan ditujukan bagi 145 bidang usaha yang memenuhi kriteria tertentu, seperti orientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, serta tingkat kandungan lokal.

Selain itu, terdapat keuntungan lain seperti percepatan penyusutan dan amortisasi, pengenaan PPh atas dividen 10 persen atau tarif lebih rendah sesuai perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), dan kompensasi kerugian selama 5 hingga 10 tahun.

Pada tahun ini, terdapat lima wajib pajak (WP) sektor sawit yang telah memanfaatkan fasilitas ini, dengan rencana investasi sebesar Rp8,27 triliun dan nilai fasilitas yang disetujui mencapai Rp7,78 triliun.

Baca Juga: Bisnis Sawit Setor Rp88,7 Triliun ke Kantong Negara

2. Pembebasan bea masuk untuk pengembangan industri

Pemerintah Guyur APBN Rp20,8 Triliun untuk Industri Sawitilustrasi kebun kelapa sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Pembebasan bea masuk diberikan untuk mesin dan peralatan yang diimpor guna pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.

Pembebasan itu berlaku selama 2 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 4 tahun bagi perusahaan yang menggunakan mesin produksi dalam negeri dengan nilai minimal 30 persen dari total mesin yang digunakan. Pembebasan bea masuk ini juga meliputi bahan baku untuk produksi.

Fasilitas pembebasan bea masuk juga mencakup berbagai sektor industri jasa, termasuk pariwisata, transportasi, pelayanan kesehatan, pertambangan, konstruksi, telekomunikasi, dan kepelabuhanan.

"Pembebasan bea masuk atas impor barang-barang untuk pembangunan penanaman modal dalam rangka penanaman modal menggunakan PMK 176, di mana pembebasan bea masuk diberikan untuk industri yang baru dibangun berupa pembangunan pabriknya," ujar dia.

3. Permudah impor untuk tujuan ekspor

Pemerintah Guyur APBN Rp20,8 Triliun untuk Industri Sawitilustrasi tandan buah segar (TBS) atau buah sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Pemerintah memberikan kemudahan bagi pelaku industri yang berorientasi ekspor melalui fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2018.

Fasilitas itu memungkinkan perusahaan untuk mengimpor barang dari luar negeri atau memasukkan barang dari Kawasan Berikat (KB), Pusat Logistik Berikat (PLB), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tanpa dikenakan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Pelaku usaha yang menggunakan fasilitas KITE diwajibkan untuk melakukan ekspor paling lambat 12 bulan setelah impor atau sesuai dengan periode pembebasan yang diberikan. Untuk memanfaatkan fasilitas ini, perusahaan harus menaruh jaminan minimal sebesar nilai Bea Masuk dan pajak yang tidak dipungut.

Kegiatan yang mendapat manfaat dari fasilitas meliputi proses pengolahan, perakitan, dan pemasangan. Setelah proses tersebut selesai, barang hasil produksi harus diekspor, dan perusahaan diwajibkan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban paling lambat satu bulan setelah berakhirnya periode pembebasan.

Baca Juga: Jokowi Putuskan Badan Sawit Ikut Kelola Kelapa dan Kakao

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya