Pedagang Bakal Desak Prabowo Revisi PP Kesehatan

Ada dua poin yang ditolak pedagang

Intinya Sih...

  • Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) berharap pemerintahan baru merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan.
  • Aparsi menolak aturan zonasi yang melarang pedagang berjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan, karena sulit diukur dan bertentangan dengan SNI Pasar Rakyat.
  • Aparsi juga menolak aturan kemasan polos pada produk rokok karena akan menyulitkan pedagang membedakan rokok legal dan ilegal serta membingungkan konsumen.

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden terpilih, Prabowo Subianto, dapat merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan.

Salah satu poin penting yang diajukan Aparsi adalah penghapusan aturan zonasi yang melarang pedagang berjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.

Ketua Umum Aparsi, Suhendro menegaskan hal itu merupakan tuntutan utama yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah demi menjaga keberlangsungan usaha para pedagang pasar rakyat.

"Nah, kita udah menggantungkannya ke pemerintahan yang baru nih. Presiden Prabowo. Poin penting yang dilakukan oleh pemerintah baru, satu, kita minta melakukan revisi PP Kesehatan," kata dia dalam sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Baca Juga: Larangan Jual Rokok di Perda KTR, Pedagang Pekanbaru Ketar-Ketir

1. Pedagang tolak keras larangan jual rokok dalam radius 200 meter

Pedagang Bakal Desak Prabowo Revisi PP KesehatanPenjual rokok toko kelontong. (IDN Times/Trio Hamdani)

Suhendro menyampaikan dua poin utama penolakan terhadap peraturan larangan berjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan, seperti sekolah, tempat kursus, dan area bermain anak.

Menurutnya, aturan itu mengancam keberlangsungan hidup pedagang pasar karena sulit diukur dan diawasi. Dia juga menyoroti sebagian besar pendapatan pedagang berasal dari produk cepat terjual, termasuk rokok.

Dia menambahkan, aturan tersebut bertentangan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pasar Rakyat yang telah ditetapkan Kementerian Perdagangan. Dalam SNI tersebut, ruang merokok dan tempat bermain anak justru disediakan di dalam pasar.

"Jadi ini yang kami makanya kami sangat menolak gitu," ujar Suhendro.

Baca Juga: Standar Kemasan Polos Rokok Menyulitkan Pelaku Industri

2. Pedagang juga tolak aturan kemasan polos untuk bungkus rokok

Pedagang Bakal Desak Prabowo Revisi PP KesehatanPenjual rokok toko kelontong. (IDN Times/Trio Hamdani)

Dia juga menyatakan aturan kemasan polos pada produk rokok akan menyulitkan para pedagang dalam membedakan rokok legal dan ilegal karena kemasannya serupa.

Selain itu, dia menyoroti konsumen rokok cenderung loyal terhadap merek tertentu, sehingga aturan tersebut dapat membingungkan mereka.

Karena alasan tersebut, Suhendro menegaskan Aparsi juga menolak aturan mengenai kemasan polos, menjadikannya sebagai salah satu dari dua poin utama penolakan asosiasi terhadap kebijakan tersebut.

"Jadi itu hal-hal yang pasti di tataran di lapangannya gak bisa. Jadi kami juga menolak. Sehingga dua hal ini kami tolak," paparnya.

Baca Juga: Bea Cukai Solo Musnahkan Jutaan Batang Rokok Ilegal

3. Pemerintah harus lebih fokus lakukan edukasi ke masyarakat

Pedagang Bakal Desak Prabowo Revisi PP Kesehatanilustrasi simbol dilarang merokok di dalam rumah (pixabay.com/Raphael)

Suhendro menilai hal yang lebih penting dalam revisi PP Kesehatan adalah memperkuat edukasi kepada masyarakat, terutama generasi muda, mengenai bahaya merokok.

Menurut dia, Kementerian Kesehatan seharusnya lebih memaksimalkan media edukasi yang sudah tersedia, termasuk media online, dengan alokasi anggaran yang lebih besar untuk kampanye kesehatan.

Dia juga menegaskan pasar rakyat siap menjadi mitra pemerintah dalam menjalankan program edukasi kesehatan, misalnya dengan menyediakan tempat untuk memasang spanduk dan membagikan flyer.

"Jadi, saya pikirin ini yang penting, Kementerian Kesehatan punya tangan banyak banget, puskesmas, posyandu segala macem. Itu digunakan, itu masuk di PP gitu loh. Jadi, hal-hal itu yang harusnya diperbaiki, diperkuat. Bukan hal-hal yang lain-lain gitu," tambahnya.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya