Luhut Ungkap Krisis Iklim Bikin Dunia Tekor 23 Triliun Dolar

Ancam ketahanan pangan dan kemiskinan

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan gentingnya ancaman krisis iklim. Bahkan, situasi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi.

"Krisis iklim merugikan ekonomi global sebesar 23 triliun dolar AS pada tahun 2050 dengan 3 juta kematian setiap tahunnya," kata Luhut dalam Indonesia Sustainability Forum di Park Hyatt Jakarta, Kamis (7/9/2023).

1. Krisis iklim mengancam ketahanan pangan dan kemiskinan

Luhut Ungkap Krisis Iklim Bikin Dunia Tekor 23 Triliun DolarIlustrasi kekeringan (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Dia mengingatkan bahwa bumi menjadi semakin tidak layak huni dengan jumlah bencana yang terus meningkat dan skala bencana yang semakin merusak.

Dikatakan Luhut, periode Juli 2023 merupakan suhu rata-rata global tertinggi dalam sejarah, dengan 1,5 derajat Celcius lebih hangat dari rata-rata suhu pada masa pra-industri.

"Sebagai pengganda ancaman, krisis iklim berdampak pada ketahanan pangan, pembangunan wilayah pedesaan, dan kemiskinan," sebutnya.

Baca Juga: Luhut Tagih Dana Transisi Energi Senilai 20 Miliar Dolar AS

2. Seluruh pihak harus mengambil tindakan selamat generasi mendatang

Luhut Ungkap Krisis Iklim Bikin Dunia Tekor 23 Triliun DolarIlustrasi protes (unsplash.com/Markus Spiske)

Mantan Menkopolhukam itu menjelaskan bahwa dunia berada pada masa yang sangat penting dalam sejarah, di mana adanya tindakan atau tidak adanya tindakan akan menentukan nasib generasi yang akan datang.

Oleh karenanya, setiap pihak perlu mengambil langkah dan bertindak untuk menyelamatkan masa depan yang dilibatkan oleh perubahan iklim.

"Secara global, begitu banyak hal yang telah dilakukan di atas kertas. Namun, kolaborasi internasional yang konkret, dengan kecepatan dan skala yang besar, sangat dibutuhkan saat ini," tuturnya.

3. Setiap negara perlu berkolaborasi mengatasi krisis iklim

Luhut Ungkap Krisis Iklim Bikin Dunia Tekor 23 Triliun DolarANTARA FOTO/REUTERS/Charles Platiau

Selama perjalanan dekarbonisasi dan pengalaman kemitraan yang dilakukan oleh Indonesia, Luhut menyadari bahwa setiap negara berbeda, baik dalam hal kapasitas dan kemampuan, serta keterbatasan untuk melakukan dekarbonisasi.

"Tetapi krisis iklim adalah hal yang umum, krisis iklim adalah masalah semua orang. Kegagalan satu negara adalah kegagalan seluruh dunia," tegasnya.

Oleh karena itu, ditambahkan Luhut, kolaborasi diperlukan agar semua pihak dapat berhasil dengan semangat kolaborasi global.

Baca Juga: Luhut Buka Suara soal Rencana Campur Pertalite dengan Etanol

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya