Jokowi Beri Restu Pangan Olahan Kena Cukai

Diatur di PP Kesehatan

Intinya Sih...

  • Pemerintah pusat memiliki kewenangan menetapkan pengenaan cukai pada pangan olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak.
  • Langkah tegas diambil untuk mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak dengan menetapkan batas maksimum kandungan bahan tersebut dalam pangan olahan.
  • Proses penetapan barang kena cukai melibatkan banyak tahap serta mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, kesehatan, dan lingkungan.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah pusat kini memiliki kewenangan untuk menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

PP tersebar diundangkan dan ditetapkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 26 Juli 2024. Dalam Pasal 194 ayat (4) PP tersebut, disebutkan pemerintah pusat dapat menerapkan cukai pada pangan olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak.

“Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” Pasal 194 ayat (4) dikutip IDN Times, Selasa (30/7/2024).

Baca Juga: Sistem Cukai Rokok di RI Problematik, Pemerintah Didesak Sederhanakan

1. Pemerintah tetapkan batas maksimum gula, garam dan lemak

Jokowi Beri Restu Pangan Olahan Kena Cukaiilustrasi menuang gula ke dalam air (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Pemerintah pusat mengambil langkah tegas dalam pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak dengan menetapkan batas maksimum kandungan bahan-bahan tersebut dalam pangan olahan. Kebijakan ini diatur dalam Pasal 194.

Pasal 194 ayat (1) menyatakan pemerintah pusat menetapkan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Ayat (2) menjelaskan koordinasi untuk penetapan batas maksimal dilakukan oleh menteri yang terkait dengan urusan kesehatan dan pengendalian urusan lainnya yang relevan, termasuk kementerian yang menangani pembangunan manusia dan kebudayaan.

Kemudian ayat (3) menegaskan penetapan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak tersebut didasarkan pada kajian risiko dan standar internasional.

Ayat (4) dari Pasal 194 memberikan wewenang kepada pemerintah pusat untuk menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang melebihi batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak.

2. Barang kena cukai harus memenuhi kriteria tertentu

Jokowi Beri Restu Pangan Olahan Kena CukaiIlustrasi mi instan (Pixabay)

Sebelumnya, Bea Cukai merespons isu ekstensifikasi cukai dengan menegaskan perluasan atau penambahan jenis barang kena cukai masih bersifat usulan dan belum masuk kajian resmi.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, menjelaskan barang yang dikenakan cukai harus memenuhi kriteria tertentu seperti konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya diawasi, memiliki dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan, atau membutuhkan pembebanan pungutan negara demi keadilan.

Hingga kini, barang kena cukai meliputi etil alkohol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau, sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. Proses penetapan barang kena cukai melibatkan banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," kata Nirwala dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Tiket Konser, BBM dan Detergen Kena Cukai, Bea Cukai: Masih Usulan

3. Pemerintah hati-hati menetapkan barang kena cukai

Jokowi Beri Restu Pangan Olahan Kena CukaiIlustrasi nugget (everylastbite.com)

Pemerintah berhati-hati dalam menetapkan barang kena cukai. Contohnya, cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, meskipun penerimaannya sudah dicantumkan dalam APBN, belum diimplementasikan.

Nirwala menegaskan pemerintah sangat berhati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, kesehatan, dan lingkungan.

"Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas," tambah Nirwala.

Baca Juga: Bea Cukai dan Polri Ungkap Clandestine Lab Terbesar di Indonesia

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya