BBM Subsidi Mau Dibatasi, Ahli Usul Ini ke Pemerintah

Pembatasan BBM dinilai masuk akal

Intinya Sih...

  • Pembatasan subsidi BBM untuk kebijakan ekonomi dan lingkungan yang masuk akal.
  • Subsidi perlu direformasi agar lebih tepat sasaran dan adil, dengan realokasi dana untuk meningkatkan kualitas udara dan transportasi umum.

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Perdagangan Indonesia dan Braintrust Think Policy Mari Elka Pangestu merespons rencana pemerintah terhadap kebijakan pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurutnya, kebijakan tersebut perlu dipahami dari sudut pandang luas untuk melihat dampaknya secara menyeluruh. Kesimpulan tersebut muncul dalam diskusi "Ruang Tengah" yang diadakan Think Policy pada 9-10 Juli 2024.

“Isu ini bukan hanya tentang kesehatan dan polusi, tetapi juga ekonomi. Polusi yang menurunkan hasil kesehatan akan berdampak pada produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” kata Mari Elka dalam keterangannya, Jumat (12/7/2024).

Dia menekankan subsidi yang produktif memerlukan penargetan yang tepat dan metode penyampaian yang efektif. Penting untuk mengidentifikasi penerima kompensasi yang sesuai dan merancang mekanisme distribusi subsidi secara detail. Selain itu, transisi menuju penghapusan subsidi harus dilakukan secara bertahap dengan jadwal yang jelas.

Baca Juga: Luhut: Pembelian BBM Subsidi Bakal Dibatasi Mulai 17 Agustus 2024

1. Luhut mau subsidi BBM direalokasi agar tepat sasaran

BBM Subsidi Mau Dibatasi, Ahli Usul Ini ke PemerintahMenteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. (dok Kemenko Marves)

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin menyampaikan subsidi seharusnya meningkatkan daya beli bagi yang rentan. Namun, subsidi BBM saat ini lebih banyak dinikmati oleh pemilik kendaraan roda empat daripada roda dua.

“Kita harus melihat bagaimana subsidi BBM bisa direformasi tanpa mengganggu ekonomi dan daya beli masyarakat. Caranya adalah dengan realokasi subsidi BBM yang lebih tepat sasaran dan lebih adil,” ujar Rachmat.

Oleh karena itu, reformasi subsidi diperlukan agar lebih tepat sasaran dan adil. Dengan realokasi yang tepat, ruang fiskal bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas udara dan transportasi umum. Meski tidak mudah, hal itu perlu dilakukan dengan bijak dan segera.

Baca Juga: Wacana BBM Subsidi Dibatasi per 17 Agustus, Airlangga: Belum Final

2. Kebijakan pembatasan BBM subsidi dianggap masuk akal

BBM Subsidi Mau Dibatasi, Ahli Usul Ini ke PemerintahSPBU Pertamina di Daan Mogot, Jakarta barat menjadi integratef energy refueling station pertama di Indonesia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

CEO Think Policy, Andhyta Firselly Utami menyatakan, kebijakan pembatasan subsidi BBM didasarkan pada pertimbangan ekonomi dan lingkungan yang masuk akal. Namun, tantangan, peluang, dan dampaknya perlu dipelajari dengan cermat agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Secara teknokratis, kebijakan ini memiliki dasar ekonomi dan lingkungan yang masuk akal. Namun, kita harus secara cermat mempelajari tantangan, kesempatan, dan dampak implementasinya agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan rakyat,” ujarnya.

Oleh karena itu, diskusi "Ruang Tengah" diadakan untuk memungkinkan para teknokrat berbagi pandangan ahli mereka. Dengan masukan dari berbagai pihak, diharapkan kebijakan ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan lingkungan.

“Dengan masukan dari berbagai pihak, kami berharap dapat memastikan bahwa kebijakan ini akan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan lingkungan,” uja dia.

3. Ada beberapa sorotan dan usulan terhadap pembatasan BBM

BBM Subsidi Mau Dibatasi, Ahli Usul Ini ke PemerintahIlustrasi SPBU Pertamina. (IDN Times/Shemi)

Adapun sorotan utama dalam diskusi ini mencakup:

Krisis Kesehatan Publik: Kandungan sulfur dari subsidi BBM kualitas rendah berdampak negatif terhadap polusi udara, terutama untuk diesel dan bensin RON 90 (pertalite). Pemerintah perlu mempertimbangkan transisi ke BBM kualitas tinggi yang memenuhi standar EURO-4.

Mistargeting Subsidi ‘Terbuka’ BBM: Subsidi BBM (diesel dan pertalite) lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah atas. Penghematan fiskal dari pengurangan subsidi ini seharusnya dialokasikan untuk program-program yang mendukung masyarakat kelas menengah bawah, rentan, dan miskin.

Implementasi Bertahap: Pembatasan subsidi BBM perlu dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan timeline implementasi, prioritisasi sektor, dan target kelompok masyarakat.

Sistem Evaluasi dan Monitor: Dibutuhkan sistem evaluasi dan monitor yang mendorong akuntabilitas dan transparansi, untuk menghindari salah sasaran di mana masyarakat kelas menengah ke atas lebih menikmati subsidi dibanding masyarakat miskin.

Diskusi pun menghasilkan beberapa rekomendasi relokasi dana subsidi BBM, yaitu:

Program Bantuan Langsung: Sejak hari pertama implementasi, harus sudah ada program bantuan langsung untuk memastikan dampak terhadap kelompok paling rentan dan miskin, termasuk dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).

Transisi Energi: Relokasi dana bisa diarahkan ke transportasi umum dan/atau integrasi sistem transportasi.

Sektor Produktif dengan Efek ‘Multiplier’ Pertumbuhan Ekonomi: Selain BLT, realokasi subsidi bisa diarahkan ke sektor produktif termasuk namun tidak terbatas pada manufaktur, pertanian, perikanan, dan sebagainya.

Program Pendidikan dan Kesehatan: Kelas menengah yang sebelumnya paling banyak mengkonsumsi subsidi BBM dapat menikmati kompensasi yang lebih membawa ‘eksternalitas positif’ seperti program pendidikan atau kesehatan.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya