Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Jokowi Dituding Untungkan Oligarki

Pengerukan pasir laut bisa sebabkan kerusukan ekosistem laut

Intinya Sih...

  • Presiden Jokowi membuka ekspor pasir laut dengan aturan baru
  • Publik curiga kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir oligarki dan merusak ekosistem laut
  • Organisasi lingkungan dan masyarakat meminta pemerintah mencabut aturan tersebut karena dapat merusak ekosistem laut dan perekonomian masyarakat

Jakarta, IDN Times - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai kebijakan terbaru Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang membuka kembali ekspor pasir laut bakal menguntungkan segelintir oligarki belaka. Namun, harga yang harus dibayar sangat mahal yakni ancaman rusaknya ekosistem laut. 

Pembukaan keran ekspor pasir laut diberi payung hukum lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Setahun setelahnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menerbitkan aturan turunan yaitu Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Dengan adanya dua peraturan turunan tersebut, maka kebijakan ekspor pasir laut resmi berlaku. 

"Publik patut mencurigai kebijakan buka keran ekspor pasir laut ini memiliki latar belakang rente ekonomi, dan menguntungkan segelintir oligarki dengan cara merusak ekosistem laut," ujar Anthony di dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (17/9/2024). 

Menurutnya, alasan yang disampaikan oleh pemerintah bahwa ekspor pasir laut demi membersihkan sedimentasi adalah alasan yang dicari-cari. Alasan itu, kata Anthony, hanya akal-akalan demi bisa meraup untung miliaran dolar. 

"Tetapi, mereka tidak mempedulikan kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup laut," tutur dia. 

"Kalau memang alasannya untuk pembersihan sedimentasi laut, maka Jokowi seharusnya menugaskan BUMN atau pemerintah daerah yang berwenang di sepanjang jalur pembersihan sedimentasi laut tersebut," imbuhnya. 

1. Jokowi diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai presiden

Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Jokowi Dituding Untungkan OligarkiPresiden Jokowi dalam acara pengarahan pejabat TNI-Polri di IKN (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Anthony mengatakan, ekspor pasir laut kali terakhir dilakukan 20 tahun lalu. Ketika tampuk kekuasaan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri, ia menghentikan praktik ekspor pasir tersebut. 

Anthony menilai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu seharusnya tidak boleh mengambil kebijakan strategis dan kontroversial seperti pembukaan keran ekspor pasir. Apalagi kebijakan itu menguntungkan pihak lain atau korporasi. Di sisi lain, dalam hitungan hari, Jokowi akan menyelesaikan jabatannya sebagai presiden. 

"Jokowi patut diduga secara terang-terangan telah menyalahgunakan kewenangannya dengan tujuan menguntungkan pihak lain atau korporasi," tutur dia. 

Anthony menegaskan, seandainya Jokowi terbukti menyalahgunakan kewenangannya maka ia dapat dipidana. Sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, maka Jokowi dapat diancam hukuman berkisar 1 tahun hingga 20 tahun. Ia juga bisa diancam dengan denda berkisar Rp50 juta hingga Rp1 miliar. 

"Kenapa Jokowi nekad menjadi beking para oligarki di penghujung kekuasaannya? Seharusnya ia sudah masuk ke tahap demisioner karena sudah akan ada presiden yang dilantik pada 20 Oktober mendatang," katanya. 

Baca Juga: KKP Bantah Buka Ekspor Pasir Laut demi Raih Investasi Singapura di IKN

2. Masyarakat didorong laporkan Jokowi ke KPK

Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Jokowi Dituding Untungkan OligarkiIlustrasi demonstrasi di Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

Anthony juga mendorong agar kebijakan kontroversial Jokowi itu dilawan secara keras oleh masyarakat. Caranya, dengan melaporkan Jokowi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Masyarakat dapat melaporkan Jokowi ke KPK atas dugaan telah melakukan pelanggaran Pasal 3 UU Tipikor," katanya. 

Ia menduga ada manfaat ekonomi yang diterima oleh Jokowi dari kebijakan kontroversial tersebut. Kebijakan serupa sudah pernah dilakukan oleh mantan Wali Kota Solo itu. 

Ia memberikan status Proyek Strategis Nasional (PSN) terhadap proyek yang dikelola swasta. Proyek tersebut berlokasi di Bumi Serpong Damai (BSD) dan Pantai Indah Kapuk (PIK)-2. 

"Dampak dari pemberian PSN itu, penduduk setempat bisa diusir secara paksa," tutur dia. 

Para pengusaha di PIK-2 dan BSD lalu berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN). 

3. WALHI minta dua Permendag segera dicabut

Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Jokowi Dituding Untungkan OligarkiAktivitas penambangan pasir laut di Perairan Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kecaman terhadap kebijakan pembukaan keran ekspor pasir laut juga disampaikan oleh organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Mereka meminta agar pemerintah mencabut dua Permendag yang menjadi payung hukum ekspor pasir tersebut. 

"WALHI secara tegas meminta pemerintah untuk mencabut Permendag 20/2024 dan Perpres Nomor 26 Tahun 2023 yang mengatur soal pengelolaan sedimentasi laut," ujar Manajer Kampanye Pesisir dan Pulau Kecil WALHI, Parid Ridwanuddin di dalam keterangan tertulis pada Senin. 

Parid mengatakan, penerapan regulasi ini dapat mengancam ekosistem laut, serta perekonomian masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya akan merusak lingkungan tetapi juga mengulang tragedi ekologis yang pernah terjadi di masa lalu, khususnya di wilayah Kepulauan Riau.

"Ekosistem laut akan rusak parah, dan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada laut, terutama perikanan, akan semakin sulit hidup," ujar Parid.

Ia juga menyebutkan bahwa keputusan ini merupakan kemunduran dalam tata kelola sumber daya alam Indonesia. Parid juga menyoroti bahwa kebijakan ekspor pasir laut ini lebih menguntungkan negara-negara lain, seperti Singapura, Hong Kong, dan China, yang memanfaatkan pasir laut Indonesia untuk reklamasi lahannya.

Menurutnya, negara-negara tersebut adalah pihak yang paling diuntungkan oleh kebijakan ini, sementara masyarsakat yang berada di kawasan pulau-pulau kecil harus menanggung dampak lingkungan dalam jangka waktu yang panjang.

"Masyarakat kita yang tinggal di pulau-pulau kecil menjadi korban, sementara negara-negara lain memperluas wilayah daratannya dengan pasir laut Indonesia," katanya. 

Baca Juga: WALHI Kecam Regulasi Ekspor Pasir Laut di Indonesia

Topik:

  • Sunariyah
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya