Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus Pariwisata

Kemenhub putar otak mendisiplinkan PO bus

Jakarta, IDN Times - Bus pariwisata menjadi objek yang kerap kali mengalami kecelakaan di jalan. Tak jarang kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata tersebut memakan banyak korban, baik luka-luka maupun meninggal.

Hal itu sejalan dengan data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bahwa kecelakaan di jalan raya pada 2023 didominasi oleh kendaraan berat seperti bus dan truk. Sejak 2023-2024, tercatat ada 8 kecelakaan bus pariwisata yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Gresik, Tangerang, Ciater, Pasuruan, Tol Ngawi, Imogiri, Bantul, dan teranyar pada Mei 2024 di Subang, Jawa Barat.

Banyaknya kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata tersebut bukannya tanpa alasan. Pengamat transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengungkapkan, perusahaan otobus (PO) kerap tidak tertib administrasi sehingga membuat kondisi bus pariwisata yang beroperasi tidak termonitor dengan baik.

“Banyak perusahaan tidak tertib administrasi, padahal sekarang sudah dipermudah pendaftaran dengan sistem online. Pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi," tutur Djoko kepada IDN Times, dikutip Minggu (30/6/2024).

1. Kecelakaan bus pariwisata Trans Putera Fajar

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataMobil derek berusaha mengevakuasi bus yang terlibat kecelakaan di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Terbaru, pada Sabtu, 11 Mei 2024 malam, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan oleh kecelakaan bus pariwisata yang kembali terjadi dan mengakibatkan banyak korban tewas. Ironisnya, para korban meninggal merupakan pelajar dari SMK Lingga Kencana Depok yang kala itu tengah melakukan study tour menggunakan bus pariwisata Trans Putera Fajar.

Sebanyak 11 orang meninggal dunia dalam kecelakaan antara bus pariwisata dengan motor tersebut. Adapun 10 orang korban meninggal merupakan siswa SMK Lingga Kencana Depok dan satu orang sisanya adalah pengendara motor.

Peristiwa nahas itu sendiri terjadi ketika bus bernomor polisi AD 7524 OG yang mengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana sedang mengarah dari Bandung menuju Subang. Bus kemudian tiba-tiba oleng ke arah kanan dan menabrak sepeda motor yang berada di jalur berlawanan dan bahu jalan sehingga bus terguling.

Apa yang disampaikan Djoko nyatanya terjadi pada PO Trans Putera Fajar. Usut punya usut, Bus yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok itu tidak terdaftar dan KIR-nya pun mati sejak 6 Desember 2023.

Selain itu, bus tersebut merupakan bus armada Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) berusia 18 tahun yang telah dijual dari pihak sebelumnya ke PO untuk dijadikan bus pariwisata.

Hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Adapun korban-korban fatal muncul dengan pola sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan body bus yang keropos sehingga saat terjadi kecelakaan ada deformasi membuat korban tergencet.

Kecelakaan bus pariwisata Trans Putera Fajar itu seolah menjadi alarm peringatan keras bagi pemerintah yang selama ini dianggap tidak serius dalam membuat aturan perihal usia kendaraan bus.

“Pemerintah membuat aturan batas usia kendaraan bus, tapi setengah hati. Bus yang lama tidak di-scrapping, tetapi dijual kembali sebagai kendaraan umum karena masih plat kuning sehingga bisa di-KIR, tapi tidak memiliki izin. Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan," beber Djoko.

Baca Juga: Soal Kecelakaan Bus, Menhub: Bukan Cuma Sopir yang Salah

2. Respons pemerintah terkait kecelakaan bus pariwisata Trans Putera Fajar

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataMenhub, Budi Karya Sumadi lakukan sidak terhadap bus pariwisata di Kebun Binatang Ragunan (dok. BKIP Kemenhub)

Beberapa hari pascakecelakaan, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan, bakal menyiapkan sejumlah langkah guna memberikan rasa jera pada pelaku pelanggaran peraturan, khususnya pada angkutan darat yang mengancam keselamatan penumpang.

Hal itu disampaikan Budi Karya agar kecelakaan Bus Trans Putera Fajar yang terjadi di Subang, Jawa Barat pada 11 Mei 2024 tidak terulang kembali di masa mendatang.

"Dalam jangka pendek, kami akan melakukan penegakan hukum dengan pasal-pasal dan penyelidikan yang benar, sehingga bukan saja sopir yang salah, tetapi harus ada pihak lain yang turut bertanggung jawab," tutur Budi Karya dalam rapat koordinasi dengan Korlantas, pengurus Organda, dan pakar transportasi di Jakarta pada 15 Mei 2024.

Lebih lanjut Budi Karya mengatakan, sebagai upaya sistematis dan terukur, pihaknya bersama Korlantas Polri dan pemangku kebijakan terkait akan membentuk proyek percontohan di enam provinsi yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Utara.

Proyek percontohan itu bertujuan untuk dilakukan pendataan, evaluasi, dan sosialisasi keselamatan bus pariwisata dan bus umum, termasuk prosedur ramp check.

"Kami sudah sepakat bersama Korlantas Polri, Dinas Perhubungan, dan Organda untuk melakukan pendataan dan evaluasi. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang memiliki anggota hingga tingkat provinsi juga memberikan dukungan," ujar Budi Karya.

Sementara itu, Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengatakan, para pakar telah memberikan banyak masukan dan rekomendasi terkait upaya meningkatkan keselamatan bus umum dan bus pariwisata.

Sejalan dengan masukan para pakar, penyelidikan kasus kecelakaan bus pariwisata, terutama bus Trans Putera Fajar akan dilakukan secara teliti dan penuh kehati-hatian.

"Semua yang terlibat dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas seperti di Subang akan kita periksa. Artinya, si pengusaha hingga perusahaan karoseri karena ada indikasi perubahan bentuk dimensi dari deck biasa menjadi high deck, itu juga kemungkinan ada pasalnya serta akan diterapkan di kasus tersebut," beber Aan.

3. Investigasi KNKT dan dugaan rem blong

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataKecelakaan bus melibatkan sejumlah kendaraan lainnya di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). Hingga Sabtu malam, petugas gabungan dari BPBD, Polri, TNI dan Damkar masih mendata jumlah korban meninggal dunia dan korban luka-luka pada kecelakaan tersebut. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Guna menemukan penyebab pasti kecelakaan bus Trans Putera Fajar, KNKT pun menurunkan tim yang bertugas untuk melakukan investigasi. Investigator Senior KNKT, Ahmad Wildan menyatakan pihaknya menurunkan tim investigasi yang terdiri atas tiga orang investigator sehari setelah kecelakaan terjadi.

Meski begitu, hingga artikel ini diterbitkan atau sebulan lebih sejak kecelakaan terjadi, KNKT masih belum merilis hasil investigasi atau penyebab insiden tersebut. Sementara itu, berdasarkan penelusuran IDN Times pada Minggu (30/6/2024) lewat situs resmi KNKT, laporan investigasi kecelakaan bus Trans Putera Fajar di Subang masih berstatus in progress.

Wildan mengatakan, KNKT melibatkan banyak hal sehingga tidak bisa dipastikan kapan waktu pasti pengungkapan penyebab utama kecelakaan.

"Tergantung dari tingkat kesulitan memperoleh datanya ya. Jadi ini kita lagi melakukan pengukuran-pengukuran tentang kondisi jalannya. Kemudian nanti memeriksa kendaraan, mengambil keterangan dari saksi-saksi, pengemudi, penumpang dan sebagainya," tutur Wildan.

Di sisi lain, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdat Kemenhub) menduga rem blong sebagai penyebab kecelakaan bus Trans Putera Fajar di Subang.

“Bus tiba-tiba oleng ke arah kanan, menabrak sepeda motor yang berada di jalur berlawanan, dan bahu jalan sehingga bus terguling. Kecelakaan tersebut diduga karena adanya rem blong pada bus. Ditjen Hubdat telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk terus melakukan investigasi mendalam terkait kecelakaan tersebut," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Hubdat Kemenhub, Aznal.

4. Tersangka kasus kecelakaan bus Trans Putera Fajar

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataDaftar Kecelakaan Bus Pariwisata Selama 2023-2024. (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski KNKT belum merilis hasil investigasi resmi terkait penyebab kecelakaan bus Trans Putera Fajar, pihak kepolisian telah menetapkan sejumlah tersangka. fTersangka pertama adalah S (50 tahun) yang merupakan sopir bus Trans Putera Fajar. Polisi menetapkan S sebagai tersangka dalam kecelakaan bus Subang karena terbukti lalai, tetap memaksakan bus untuk jalan meski mengetahui sudah rusak dan tak layak jalan.

Kemudian, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jawa Barat kembali menetapkan dua tersangka berinisial AI dan A dalam kasus kecelakaan tersebut.

“Sudah digelar perkara dan hasil gelar menetapkan bahwa dua orang tadi saudara A dan AI sebagai tersangka karena patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja kemungkinan dan kelalaian atau kealfaan," ucap Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Kombes Wibowo di Mapolda Jabar, akhir Mei lalu.

Dia menambahkan, tersangka AI merupakan pengusaha sekaligus pemilik bengkel yang mengubah rancang bangun bus Trans Putera Fajar menggunakan surat keputusan rancang bangun karoseri berizin. Di sisi lain, bengkel yang dikelola AI tidak memiliki izin.

"Bengkel yang bersangkutan tidak memiliki izin untuk mengubah dimensi atau rancang bangun kendaraan bus," ungkap dia.

Sementara itu, tersangka A merupakan pihak yang dipercaya AI untuk mengoperasionalkan bus tersebut. Ia mengatakan, tersangka A menyuruh S selaku sopir untuk membawa kendaraan bus yang membawa rombongan pelajar asal Depok.

"Yang bersangkutan juga orang yang menyuruh sopir yaitu S untuk membawa kendaraan bus dalam kondisi tidak laik jalan, antara yang bersangkutan dengan saudara S tidak ada ikatan kerja atau kontrak apapun. Tersangka S adalah freelance yang mungkin apabila dibutuhkan A dihubungi," kata Wibowo.

5. PO Trans Putera Fajar bisa terkena pidana

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataBus Trans Putera Fajar yang mengalami kecelakaan di Subang (dok. Kemenhub)

Selain pihak-pihak yang telah menjadi tersangka tersebut, pemerintah memastikan PO Trans Putera Fajar juga bisa terkena hukuman pidana imbas kecelakaan di Subang.

Hal itu karena PO tersebut tidak memiliki izin angkut dan status lulus uji berkala (BLU-e) telah kedaluwarsa pada 6 Desember 2023. Dengan kata lain, kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap enam bulan sekali sebagaimana yang ada di dalam ketentuan.

"Untuk PO bus yang tak berizin, tetapi mengoperasikan kendaraannya akan dikenakan pidana dan Kemenhub menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya," tulis Kemenhub dalam pernyataan resminya.

Sementara itu, di dalam Pasal 310 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.

Selain itu, Kemenhub menekankan pentingnya penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permenhub Nomor PM 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaran Bermotor, setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis.

"Persyaratan teknis tersebut terdiri atas perlengkapan keselamatan, yang salah satunya adalah Sabuk Keselamatan. Setiap bus wajib menyediakan tempat duduknya dengan sabuk keselamatan dan wajib digunakan oleh pengemudi maupun penumpang," sebut Kemenhub.

Apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis saat dilakukan uji oleh Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB), maka kendaraan bermotor dinyatakan tidak lulus uji berkala.

Jika itu terjadi, maka harus dilakukan perbaikan terlebih dahulu terhadap kendaraan bermotor, kemudian dapat dilakukan pengujian ulang sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu, Kemenhub meminta kepada seluruh PO untuk tertib administrasi dengan melakukan uji berkala secara rutin.

"Kami meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya sesuai dengan yang tercantum pada Permenhub Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, telah dinyatakan bahwa Uji Berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik. Bagi kendaraan yang telah beroperasi tentunya secara berkala, yakni setiap enam bulan wajib dilakukan uji berkala perpanjangan," tulis Kemenhub.

6. Sudah saatnya pemilik PO bermasalah terkena hukuman

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataKementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan uji kelaikan jalan bus pariwisata di sejumlah daerah. (dok. Kemenhub)

Apa yang disampaikan Kemenhub sejalan dengan pernyataan Djoko. Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) tersebut menjelaskan, dalam setiap kecelakaan bus pariwisata sopir selalu menjadi tumbal.

Pemilik bus sudah saatnya bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan, termasuk yang di Subang dan mengakibatkan 11 pelajar meninggal.

“Pengurusan izin KIR itu tanggung jawab pemilik bus, bukan sopir. Kendaraan yang tidak melalui uji KIR berarti rentan kondisinya, tidak laik jalan. Sangat jarang sekali pemilik perusahaan bus yang tidak lain jalan dan kecelakaan diperkarakan hingga ke pengadilan. Alhasil, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali. Kecelakaan bus di Subang harusnya menjadi momentum agar penegakan hukum dapat komprehensif dan adil,” papar Djoko.

Djoko menambahkan, Pasal 315 Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebenarnya telah mencantumkan adanya sanksi pidana bagi perusahaan angkutan umum. Sanksi pidana itu terkait kendaraan yang dikemudikan sopir tanpa melalui pengujian KIR.

Namun, aturan hukum tersebut tidak dijalankan dengan semestinya karena menurut Djoko selama ini perusahaan angkutan dalam peristiwa kecelakaan hanya dikenai sanksi administratif seperti pencabutan izin.

“Penyedia jasa angkutan umum yang tidak dapat menjamin kendaraannya laik jalan pantas diberikan sanksi hukum yang setimpal. Bahkan, para petugas dan pejabat pemerintah yang tidak berkompeten juga wajib diseret ke ranah hukum. Tunjangan fungsional petugas pemeriksa lain jalan kendaraan umum sudah saatnya harus disesuaikan dengan kondisi sekarang,” tutur Djoko.

Baca Juga: Buntut Kecelakaan Bus Ciater, Polri Sidak Ramp Check di Bandung

7. Pola kecelakaan bus pariwisata

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataKondisi bus pariwisata rusak parah usai menabrak truk di Tol Jombang. IDN Times/Zainul Arifin

Terlepas dari kecelakaan bus Trans Putera Fajar dan belum diketahui pasti penyebabnya, Djoko mengungkapkan sejumlah pola kecelakaan bus pariwisata yang disampaikan oleh KNKT.

Kecelakaan pada bus wisata itu hanya memiliki dua pola. Pertama, rem blong pada jalan yang substandar dan kedua micro sleep disebabkan pengemudi mengalami kelelahan mengemudi.

Pola tersebut dipicu dari karakteristik angkutan wisata yang tidak diatur trayeknya dan tidak diatur waktu operasinya. Mereka bisa beroperasi di mana saja dan kapan saja tanpa ada batasan waktu operasi.

Sementara itu, jalan jalan menuju destinasi wisata hampir semuanya adalah jalan substandar atau tidak sesuai regulasi yang memiliki hazard dan berpotensi risiko rem blong bagi kendaraan besar terutama bagi pengemudi yang tidak paham rute karena menggunakan gigi tinggi saat turun.

Demikian juga terkait panjang jari jari tikungan dan lebar lajur yang tidak ramah bagi kendaraan besar dengan panjang 12 meter dan lebar 2,5 meter.

“Hal inilah yang seringkali mencelakakan bus wisata karena mereka dituntut harus mengantar ke tujuan wisata oleh penggunanya,” kata Djoko. Kemudian, sambungnya, hampir semua pengguna bus pariwisata membuat itinerari perjalanan yang sungguh tidak manusiawi.

Aktivitas dari pagi hingga sore untuk berwisata, kemudian malamnya berada di jalan untuk pulang. Djoko mencontohkan, bus pariwisata Ardiansyah dengan plat nomor kendaraan S 7322 UW menabrak tiang pesan-pesan (variable message sign/VMS) di KM 712.400A Tol Surabaya-Mojokerto pada 2022 silam yang terjadi karena pengguna tidak memberi waktu pengemudi untuk beristirahat.

“Kalaupun ada waktu istirahat, hampir semuanya tidak ada yang memberi pengemudi tempat istirahat memadai. Peserta wisata tidur di hotel, pengemudi tidur di bus. Inilah yang memicu sering terjadinya kecelakaan bus wisata karena pengemudinya tidur saat mengemudi karena kelelahan,” ujar Djoko.

Tak heran jika kemudian karakteristik bus pariwisata yang bebas ke mana saja dan kapan saja ini menjadi ladang subur untuk digunakan oleh bus bekas hasil peremajaan yang membuat banyak bus pariwisata tanpa izin.

“Pengawasan di lapangan sangat sulit dan masih berplat kendaraan warna kuning. Semua kecelakaan bus wisata yang diinvestigasi KNKT adalah bus tanpa izin yang merupakan bus bekas peremajaan dari bus AKAP/AKDP,” kata Djoko.

Berkaca terhadap kecelakaan bus Trans Putera Fajar, Kemenhub pun berencana merancang peraturan jual beli bus. Peraturan itu dirancang agar jual beli armada bus dapat terdata dan terkontrol sehingga alurnya akan jelas.

Dari status bus Trans Putera Fajar, terdapat lima kali perpindahan kepemilikan hingga adanya modifikasi pada tubuh bus. Kemudian, Kemenhub juga meminta agar Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk membenahi database kendaraan-kendaraan bus agar dapat lebih mengawasi armada mana yang Uji KIR nya masih aktif dan sudah mati.

8. Masih banyak kendaraan pariwisata tidak berizin

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataKementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan uji kelaikan jalan bus pariwisata di sejumlah daerah. (dok. Kemenhub)

Di sisi lain, kecelakaan bus Trans Putera Fajar di Subang menguak fakta terkait masih banyaknya kendaraan pariwisata yang tidak memiliki izin. Menurut Direktorat Lalu Lintas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, per November 2023, ada 16.297 unit jumlah kendaraan pariwisata di Indonesia.

Dari jumlah itu, baru 10.147 bus (62,26 persen) yang terdaftar di Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (Spionam). Sementara itu, sisanya 6.150 bus (37,74 persen) adalah angkutan liar alias tidak terdaftar.

Kemudian, bertepatan dengan momen libur panjang Hari Raya Waisak beberapa waktu lalu Kemenhub memeriksa lebih dari 900 bus pariwisata di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, NTB serta sebagian Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dari pemeriksaan tersebut didapati masih banyak bus yang tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Dari 984 unit bus yang diperiksa, terdapat 445 bus atau 45 persen yang memenuhi aspek administrasi dan persyaratan teknis. Sementara didapati masih banyak bus yang tidak memenuhi aspek administrasi dan persyaratan teknis yaitu sebanyak 539 bus atau 55 persen dari total kendaraan yang diperiksa.

Adapun bus yang tidak memenuhi aspek administrasi dan persyaratan teknis tersebut sebagian besar karena tidak melakukan perpanjangan uji kir. Bus-bus yang belum melakukan perpanjangan uji kir tersebut lalu mendapatkan rampcheck oleh para penguji kendaraan untuk kelayakan operasional serta diberikan sanksi tilang.

"Untuk yang hasil rampcheck-nya menunjukkan secara teknis kendaraan tidak laik jalan diminta untuk mengganti kendaraannya. Kemudian, tindakan selanjutnya yaitu kami akan memanggil perusahaan-perusahaan angkutan pariwisata yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak sesuai ketentutan untuk diberi sanksi administratif dan dilakukan pembinaan," tulis Kemenhub.

Selain itu, Kemenhub juga melakukan sosialisasi kepada para penumpang atau pengguna jasa terkait penggunaan aplikasi Mitra Darat dan website @@ sebagai salah satu media pengecekan izin dan kelaikan armada bus.

9. Usulan KNKT agar kecelakaan bus pariwisata tidak berulang

Menguak Penyebab Berulangnya Kecelakaan Bus PariwisataIlustrasi bus pariwisata. (Dok. Istimewa)

KNKT pun mengusulkan sejumlah hal yang dianggap bisa membuat kecelakaan bus pariwisata tidak terjadi terus menerus.

Pertama, pembuatan terminal wisata di destinasi wisata, seperti wisata pansela di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonosobo (wisata Dieng). Semua bus besar nantinya berhenti di satu titi, dan untuk menuju titik wisata menggunakan kendaraan lain yang lebih kecil dan sesuai dengan geometrik jalannya.

Kedua, untuk pengawasan operasional bus wisata, sulit jika menggunakan pengawasan manusia seperti kepolisian dan Dinas Perhubungan karena mereka tidak memiliki trayek.

KNKT mengusulkan agar mewajibkan bus pariwisata menggunakan teknologi ADAS (Advanced Driver Assistance System) yang merupakan inovasi teknologi terintegrasi dalam kendaraan dengan tujuan utama meningkatkan keselamatan pengemudi dan penumpangnya. Teknologi itu juga dapat memantau ke mana kendaraan itu serta kondisi kebugaran dan disiplin pengemudinya secara real time.

Ketiga, pembuatan suatu mekanisme pada saat peremajaan kendaraan pada bus AKAP/AKDP sehingga otomatis platnya menjadi hitam dan tidak bisa lagi digunakan sebagai kendaraan umum. Dengan begitu, kendaraan tidak bisa digunakan sebagai bus wisata ilegal.

Baca Juga: Sidak di Jakarta-Bogor, Kemenhub: 37 Bus Pariwisata Gak Laik Jalan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya