Komunitas Kretek Minta Prabowo-Gibran Memihak Industri Tembakau

Industri tembakau dianggap hadapi regulasi merugikan

Intinya Sih...

  • Komunitas Kretek memohon pemerintahan baru untuk berpihak pada industri tembakau
  • Peraturan Menteri Kesehatan tentang kemasan rokok polos tanpa merek dinilai merugikan industri tembakau

Jakarta, IDN Times - Komunitas Kretek memohon pemerintahan baru yang dipimpin Prabowo-Gibran untuk berpihak terhadap industri tembakau usai munculnya berbagai regulasi diskriminatif dari pemerintahan saat ini.

Salah satu yang menjadi polemik bersama adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dengan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek di dalamnya.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin menilai, berbagai penolakan terhadap aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang disuarakan oleh DPR dan sejumlah asosiasi menandakan aturan yang diinisiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut dibuat secara terburu-buru, tidak menyeluruh, dan tanpa partisipasi publik memadai.

Kebijakan ini dianggap tidak menunjukkan keberpihakan dan kurang mempertimbangkan pekerja industri tembakau yang akan terdampak secara langsung nantinya.

“Aturan ini jelas akan mengancam ekosistem industri tembakau. Bukan cuma konsumen akan kebingungan, hak ekspresi produsen dimatikan, tapi industri kecil juga akan mati. Produsen tidak akan memiliki brand awareness karena semua kemasan sama. Mengingat industri tembakau adalah satu kesatuan, jika satu elemen pincang, maka yang lain ikut terdampak,” ujar Khoirul dalam keterangan resminya, Selasa (23/9/2024).

1. Aturan dalam PP 28/2024 mengadopsi FCTC

Komunitas Kretek Minta Prabowo-Gibran Memihak Industri Tembakauilustrasi produk tembakau (pexels.com/Basil MK)

Khoirul menambahkan, banyak aturan dalam PP 28/2024 dan RPMK yang dinilai mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Hal itu menjadi anomali lantaran Indonesia tidak pernah meratifikasi FCTC karena mempertimbangkan peranan industri tembakau di Indonesia bagi ekonomi dan tatanan sosial masyarakat. Indonesia juga merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar dan menjadi bagian dari sosial ekonomi Indonesia.

Selain itu, keputusan ini juga dinilai tidak sejalan dengan pesan Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk tidak merumuskan kebijakan ekstrem yang dapat menimbulkan gejolak di masa transisi pemerintahan. Bahkan sebelumnya, Jokowi juga menekankan untuk menjaga situasi yang kondusif demi stabilitas pembangunan, dalam hal ini menjaga daya beli masyarakat, inflasi, pertumbuhan, keamanan, dan ketertiban.

“Jelas ini akan menjadi beban bagi pemerintahan baru mengingat pendapatan negara masih bergantung dari cukai rokok. Bahkan, 2023 lalu target cukai hasil tembakau tidak tercapai. Belum lagi pemerintahan baru juga akan menghadapi maraknya rokok ilegal yang makin marak. Ini PR besar,” kata Khoirul.

Baca Juga: Kemendag Kritisi Wacana Kemasan Rokok Polos, Picu Pemalsuan Produk

2. Komunitas Kretek minta RPMK tidak disahkan

Komunitas Kretek Minta Prabowo-Gibran Memihak Industri Tembakauilustrasi petani tembakau (pixabay.com/Carlos/Saigon/Vietnam)

Mewakili komunitas pertembakauan, Khoirul meminta agar RPMK tidak disahkan karena memiliki dampak negatif yang signifikan. Dia juga meminta aturan lainnya seperti PP 28/2024 untuk direvisi dengan pertimbangan kondisi industri tembakau ke depan.

“Sudah semestinya pemerintah baru nanti berpihak kepada industri tembakau karena sektor ini sudah sekian lama mengalami penderitaan. Padahal, cukainya sangat diandalkan,” ujarnya.

Selain itu, rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK dan PP 28/2024 juga dinilai dapat mematikan ekosistem industri tembakau yang menyerap 6 juta tenaga kerja meliputi petani tembakau, petani cengkeh, pekerja di sektor perkebunan, pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, hingga pedagang.

Hal itu dianggap Khoirul juga bertentangan dengan target peningkatan lapangan kerja yang diusung dalam Asta Cita milik Prabowo-Gibran.

3. Ancaman kehilangan ekonomi, penerimaan pajak, dan tenaga kerja

Komunitas Kretek Minta Prabowo-Gibran Memihak Industri TembakauDiskusi publik INDEF terkait PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sebelumnya diberitakan, rencana kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta pembatas iklan rokok luar ruang dalam radius 500 meter, dan pembatasan iklan TV serta online berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 persen dari PDB.

Hal itu tercantum dalam hasil studi dampak dari penerapan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Selain itu, dampak terhadap penerimaan perpajakan diperkirakan akan kehilangan sebesar Rp160,6 triliun atau setara dengan 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.

Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri tembakau dan produk turunannya atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja. Lalu, jika menilik secara lebih mendalam perhitungan dampak dari aturan kemasan rokok polos tanpa merek didapatkan potensi dampak ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp182,2 triliun, sedangan penerimaan perpajakan dapat menurun hingga Rp95,6 triliun.

“Karena itu kami merekomendasikan PP 28/2024 ini harus direvisi, termasuk membatalkan RPMK khususnya pasal yang dinilai akan memberikan dampak ke perekonomian negara. Jika tidak, maka ini akan memberatkan situasi yang terjadi,” tuturnya.

Baca Juga: Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos, Ekonomi RI Bisa Hilang Rp308 T

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya