Dua Sisi Manufaktur: Kunci Pertumbuhan dan Biang Kerok Perubahan Iklim

Industrialisasi menyumbang emisi karbon

Intinya Sih...

  • Industrialisasi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan emisi karbon yang merusak lingkungan.
  • Sri Mulyani menyatakan bahwa perubahan iklim dari emisi karbon telah menciptakan ancaman nyata bagi banyak penduduk, membutuhkan perhatian serius semua pihak.

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa industri manufaktur dalam seabad terakhir menjadi kunci pertumbuhan ekonomi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.

Namun, bak dua sisi mata uang, industri manufaktur itu tidak melulu berdampak pada pertumbuhan ekonomi, melainkan juga terhadap kehadiran emisi karbon yang merusak lingkungan.

"Secara historis, pertumbuhan ekonomi sejalan dengan tantangan lingkungan. Selama lebih dari satu dekade terakhir, kunci utama pertumbuhan di banyak negara adalah industrialisasi, industri manufaktur. Ini juga terjadi di Indonesia," tutur Sri Mulyani dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

"Manufaktur dan industrialisasi menciptakan kemakmuran, mengeluarkan banyak orang dari kemiskinan, tetapi di saat bersamaan memiliki dampak mengerikan. Dampak negatif emisi karbon tidak dapat terhindarkan," sambungnya.

1. Hubungan antara industrialisasi dan perubahan iklim bisa semakin parah

Dua Sisi Manufaktur: Kunci Pertumbuhan dan Biang Kerok Perubahan IklimIlustrasi pekerjaan manufaktur(pexels.com/kateryna babaieva

Sri Mulyani menambahkan, jika isu tersebut tidak mendapatkan perhatian serius semua pihak maka hubungan antara perkembangan industrialisasi dan perubahan iklim bakal semakin parah.

Hal itu terbukti dengan kondisi yang terjadi saat ini. Banyak kejadian atau peristiwa terkait lingkungan terjadi tanpa bisa diprediksi kehadirannya.

"Kita telah menyaksikan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal meningkatnya emisi karbon, dan hal itu dapat menciptakan situasi, di mana kita berada dalam banyak pencapaian pembangunan. Risiko iklim, seperti naiknya permukaan air laut dan pola curah hujan yang telah berubah, dan juga tingginya kejadian bencana alam, telah menciptakan tantangan dan ancaman yang cukup nyata bagi banyak penduduk kita," beber Sri Mulyani.

Baca Juga: Menperin Ungkap Penyebab Aktivitas Manufaktur RI Kontraksi Makin Dalam

2. Ancaman buat semua negara

Dua Sisi Manufaktur: Kunci Pertumbuhan dan Biang Kerok Perubahan Iklimprotes Climate Change Camp pada 2007 di Bandara Heathrow, London (commons.wikimedia.org/Andrew)

Hal-hal tersebut jadi bukti nyata perubahan iklim dari emisi karbon yang ugal-ugalan. Oleh karena itu, Sri Mulyani meminta semua pemimpin negara, para pemangku kepentingan untuk serius membahas perihal emisi karbon tersebut.

Menurutnya, kejadian-kejadian tidak terduga sebagai akibat perubahan iklim bisa terjadi di semua negara di muka bumi ini.

"Kita akan melihat bahwa tantangan-tantangan ini juga nyata tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi banyak negara, terlepas apakah negara maju atau berkembang, negara berpendapatan tinggi atau rendah. Namun, bagi banyak negara berpendapatan rendah, hal ini tidak sama. Bagi banyak negara berpendapatan tinggi serta bagi negara miskin, konsekuensi ini menjadi tantangan bagi kelangsungan hidup mereka," tutur Sri Mulyani.

3. Komitmen Indonesia kurangi emisi karbon (CO2)

Dua Sisi Manufaktur: Kunci Pertumbuhan dan Biang Kerok Perubahan IklimJejak Karbon C02 (pixabay/geralt)

Indonesia, kata Sri Mulyani, menyadari harus melakukan sesuatu demi bisa berkontribusi atas kelangsungan hidup masyarakat pada masa mendatang. Hal itu yang menjadi alasan Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon atau gas CO2 lewat National Determined Contribution (NDC).

"Target yang ditetapkan adalah menurunkan emisi CO2 dan dalam hal ini yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kita ingin melanjutkan pembangunan, tetapi pada saat yang sama menurunkan emisi CO2. Bahkan kita akan mencapai net zero emission economy pada tahun 2060. Dokumen NDC kita menyebutkan bahwa Indonesia akan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen," papar Sri Mulyani.

Dia mengungkapkan, hal tersebut bakal menjadi langkah besar menuju masa depan. Secara domestik atau dengan menggunakan upaya dan sumber daya kita sendiri, Indonesia dapat meningkatkan pengurangan emisi karbon menjadi 43,2 persen.

"Jika kita menerima dan bekerja sama dengan mitra internasional kita, kita telah meningkatkannya melalui NDC kedua yang saat ini sedang dirumuskan dan akan diterbitkan pada akhir tahun 2024 dan indonesia telah memperbaruinya dua kali. Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai target emisi nol bersih kita pada tahun 2060. Komitmen ini telah disampaikan dalam COP26 di Glasgow," tutur dia.

Baca Juga: Kelas Menengah Menyusut, Manufaktur Diklaim Bisa Jadi Penopang Ekonomi

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya