Beban Pengusaha Diklaim Semakin Berat Jika Ditambah Iuran Tapera

Pengusaha telah menanggung banyak iuran

Intinya Sih...

  • Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, memperingatkan pengusaha akan semakin terbebani dengan iuran Tapera yang baru. Beban iuran yang harus ditanggung pengusaha termasuk JHT, Jaminan Kesehatan, dan Cadangan Pesangon. Apindo menolak kewajiban ikut iuran Tapera dan mengusulkan pemerintah memanfaatkan jaminan sosial yang sudah ada.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, mengungkapkan dampak terhadap pengusaha atau pemberi kerja jika kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) benar-benar diberlakukan.

Beban yang dipikul pengusaha, menurut Shinta, bakal semakin berat dengan adanya iuran Tapera. Hal itu disebabkan pengusaha selama ini telah menanggung banyak potongan bagi pekerjanya.

"Kalau kita lihat sekarang ini, aturan Tapera ini yang terbarunya akan menambah tentu saja beban baru bagi pemberi kerja maupun pekerja. Saat ini beban pungutan yang telah ditanggung itu hampir 18,24 persen sampai 19,74 persen. Ini ada Jamsostek, JHT, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun, Jaminan Sosial Kesehatan," tutur Shinta dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Baca Juga: Apindo Pertimbangkan Judicial Review UU Tapera ke MK

1. Jenis beban iuran yang ditanggung pengusaha

Beban Pengusaha Diklaim Semakin Berat Jika Ditambah Iuran Taperailustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Shinta pun menjabarkan beban iuran yang harus ditanggung pengusaha setiap bulannya, sebagai berikut:

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU Nomor 3/1999)

  • Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,7 persen
  • Jaminan Kematian (JKM) sebesar 0,3 persen
  • Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,24-1,74 persen
  • Jaminan Pensiun (JP) sebesar 2 persen.

Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU Nomor 40/2004)

  • Jaminan Kesehatan sebesar 4 persen.

Cadangan Pesangon (berdasarkan UU Nomor 13/2003)

  • Sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.

2. Pengusaha tolak kewajiban iuran Tapera

Beban Pengusaha Diklaim Semakin Berat Jika Ditambah Iuran TaperaKonferensi pers APINDO dan SBSI soal polemik isu Tapera (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Kendati ada ancaman beban yang semakin berat, Shinta menegaskan, yang ditolak Apindo adalah adanya kewajiban ikut iuran Tapera. Shinta membantah Apindo menolak Tapera secara keseluruhan, baik dari peraturan pemerintah (PP) maupun undang-undang.

Shinta mengemukakan seharusnya iuran Tapera tidak diwajibkan bagi pekerja dan pemberi kerja.

"Prinsipnya kami bukan against Tapera, tapi dari sisi iuran yang harus dibayarkan. Kalau mau pake konsep ini, namanya tabungan ya sukarela aja, jadi gak mengharuskan. Yang kedua saya rasa kalo ASN, TNI, Polri kalau mau menjalankan ya silakan, mungkin ini bermanfaat, tapi kalau dari pihak swasta, kami menilai bahwa perlu ada pertimbangan dari pemerintah untuk menilik kembali PP dan UU (Tapera)," papar Shinta.

Baca Juga: Moeldoko: Potongan Gaji di Tapera Bukan Buat Program Makan Gratis

3. Usulan dari pengusaha

Beban Pengusaha Diklaim Semakin Berat Jika Ditambah Iuran TaperaKartu BPJS Ketenagakerjaan (ANTARA FOTO)

Alih-alih mencari iuran tambahan dari Tapera, Shinta mengusulkan, pemerintah memanfaatkan jaminan sosial yang sudah ada saat ini. Jaminan sosial tersebut adalah Manfaat Layanan Tambahan (MLT) yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.

Diketahui, dalam BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua (JHT) terdapat MLT yang bisa dimanfaatkan dananya untuk perumahan pekerja.

"Ini sudah jalan programnya dan jumlahnya juga sudah besar, sudah hampir Rp136 triliun ya dari total 30 persen dari total JHT. Jadi menurut kami ini buat apa ada iuran tambahan lagi kalau ini sudah ada programnya yang bisa dioptimalkan. Justru kita mau memperluas pemanfaatan daripada MLT ini supaya lebih banyak pekerja yang bisa memanfaatkan ini," kata Shinta.

Usulan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2015, tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dalam PP tersebut, maksimal 30 persen (Rp138 triliun), maka aset JHT sebesar Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.

Adapun dana dari JHT untuk program MLT itu bisa disalurkan menjadi empat manfaat, yakni:

  • Pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta
  • Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp150 juta
  • Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta
  • Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK).

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya