APTI: RPMK Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani Tembakau

Pelaku industri tembakau menolak RPMK

Intinya Sih...

  • Ketua Umum DPN APTI menuduh Menkes 'masuk angin' karena menerbitkan RPMK yang tidak sesuai dengan PP 28/2024.
  • Pelaku usaha industri tembakau menolak penyeragaman kemasan dan pita cukai yang diatur dalam RPMK.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji menduga Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin 'masuk angin' lantaran memaksakan terbitnya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Dugaan itu muncul karena ada beberapa kejanggalan atau disharmoni antar pasal. Menurut Agus, Budi Gunadi belum lama menerbitkan PP 28/2024 yang menuai kontroversi bagi kalangan petani tembakau, termasuk kalangan industri kretek nasional.

Namun, saat ini mantan Wakil Menteri BUMN itu tengah menyiapkan RPMK yang secara norma inkonstitusional alias mengabaikan mandat PP 28/2024.

"Kami mensinyalir menkes memang sengaja melanggar konstitusi dalam membuat RPMK. Apakah pak menkes sudah 'masuk angin' karena ada titipan dari pihak tertentu? Atau ada pihak tertentu yang cawe-cawe RPMK? Sejatinya Pak Menkes bekerja untuk pihak asing atau bekerja untuk rakyat Indonesia", kata Agus dalam keterangan resminya, Rabu (11/09/2024).

1. Penolakan atas kemasan polos rokok

APTI: RPMK Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani TembakauRazia rokok ilegal di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Sebagaimana diketahui, hampir seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait penerapan penyeragaman kemasan atau kemasan polos. Agus mengatakan, ketentuan penyeragaman kemasan atau kemasan polos pada dasarnya tidak dimandatkan oleh PP 28/2024.

"Beberapa negara yang menerapkan penyeragaman kemasan/kemasan polos terbukti tidak secara drastis menurunkan angka perokok aktif. Yang terjadi justru peredaran rokok illegal makin meningkat. Dampak lain, penerimaan cukai negara turun, serta melahirkan kemiskinan baru," ujar Agus.

Agus juga mencatat adanya kejanggalan dalam RPMK, yakni jangka waktu penerapan ketentuan standarisasi kemasan yang tidak sesuai amanat PP 28/2024. Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun sejak PP diundangkan, yaitu pada Juli 2026.

"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024 yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standarisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan dalam waktu 1 tahun sejak PP 28/2024 diundangkan, yaitu Juli 2025," tutur Agus.

Baca Juga: Standar Kemasan Polos Rokok Menyulitkan Pelaku Industri

2. Pengecualian terhadap rokok elektronik padat

APTI: RPMK Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani Tembakauilustrasi rokok elektrik memakai vape atau pod (unsplash.com/Elsa Donald)

Catatan lain yang dikritisi DPN APTI adalah aturan seluruh bentuk produk tembakau dan rokok elektronik (RE) kecuali Rokok Elektronik Padat. Hal itu diduga diskriminatif lantaran akan menguntungkan pihak tertentu.

"Ada disharmoni antara Pasal 3 dan Pasal 7. Kami mencium aroma titipan pihak tertentu untuk tidak mengatur dan tidak mengendalikan Rokok Elektronik Padat yang merupakan produk padat impor," kata Agus.

Pasal 3 ayat (1) RPMK menyebutkan, ruang lingkup Permenkes mencakup Standarisasi Kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa Rokok Elektronik meliputi: (i) sistem terbuka atau isi ulang cairan nikotin; (ii) sistem tertutup atau cartridge sekali pakai; dan (iii) padat.

Namun, pengaturan lebih lanjut mengenai standarisasi kemasan di Pasal 7 ayat (1) hanya mengatur untuk standardisasi kemasan rokok elektronik sistem terbuka atau isi ulang dan Pasal 7 ayat (2) mengatur kemasan sistem tertutup (cartridge).

"Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai rokok elektronik padat. Ada apa dengan Menkes? Menkes mengabdi untuk rakyat Indonesia atau mengabdi proxy agen kesehatan global? Ataukah ada cawe-cawe pihak tertentu ke Menkes demi ingin memenangkan pasar?" ujar Agus.

3. Aturan pita cukai

APTI: RPMK Ancaman Kemiskinan Baru bagi Petani Tembakauilustrasi rokok (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Kemudian, hal lain yang dikritisi DPN APTI terkait aturan pita cukai tidak boleh menutupi peringatan kesehatan. Pada Pasal 9 RPMK mengatur bahwa peringatan kesehatan tidak boleh tertutup oleh apapun termasuk pita cukai rokok, dan harus dapat terbaca dengan jelas.

Menurut Agus, jika aturan itu diterapkan, maka posisi perekatan pita cukai untuk rokok mesin yang saat ini dilakukan harus diubah dengan menyesuaikan aturan RPMK.

"Itu akan makin membebani pelaku industri kretek karena harus ada investasi tambahan untuk pengadaan mesin perekat pita cukai yang baru, mengingat ukuran pita cukai rokok mesin saat ini tidak memungkinkan untuk perekatan pada kemasan tanpa menutupi peringatan kesehatan," tutur Agus.

Pada poin tersebut, DPN APTI, kata Agus menolak dengan tegas PP 28/2024 dan RPMK yang inkonstitusional, diskriminatif, tidak deliberatif sehingga akan berdampak ganda (multiflier effect) bagi kelangsungan usaha industri kretek nasional di Tanah Air.

"Menkes semestinya arif dan bijak dalam merumuskan produk hukum dengan mematuhi norma hukum yang berlaku. Jangan sampai pak Menkes masuk angin oleh pihak tertentu sehingga membunuh petani tembakau yang merupakan soko guru ekonomi bangsa," kata Agus.

Baca Juga: Dibatasi Jual Rokok, Separuh Lebih Toko Kelontong Bisa Gulung Tikar

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya