Algoritma TikTok Hadirkan Iklan Tersembunyi, Munculkan Impulsive Buyer

Iklan tersembunyi bikin pengguna belanja secara impulsif

Jakarta, IDN Times - Pola algoritma TikTok dituding punya dampak tersendiri buat para penggunanya. Salah satu dampak tersebut adalah penggiringan masyarakat untuk membeli produk lewat TikTok Shop yang sampai saat ini masih jadi satu bagian dengan media sosial TikTok.

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Perdana Sasmita Jati Karim mengungkapkan bahwa algoritma platform asal China tersebut mampu 'membius' masyarakat untuk berbelanja tanpa didasari pertimbangan-pertimbangan atau kerap disebut sebagai impulsive buying.

"Sebagaimana pengguna mayoritas TikTok Shop sebelum ditariknya TikTok Shop dari peredaran adalah lebih kepada pengguna kasual yang hanya kebetulan saja tergiur oleh promo-promo murah yang ditawarkan oleh TikTok Live (cenderung impulsive buying)," ujar Karim, dikutip Kamis (11/1/2024).

Baca Juga: TikTok Shop Masih Langgar Aturan, Pemerintah Gak Berani Tegakkan Hukum

1. Konten iklan tersembunyi

Algoritma TikTok Hadirkan Iklan Tersembunyi, Munculkan Impulsive BuyerAplikasi TikTok Shop. (dok. Kemenkop UKM)

Karim menambahkan, ketidaksadaran masyarakat diperkuat dengan konten-konten di TikTok yang secara tidak langsung mendekatkan preferensi mereka. Sebagai contoh, konten yang menjadi tren hasil rekayasa algoritma terus-menerus didekatkan kepada para pengguna TikTok.

Dengan begitu, regulasi yang masih abu-abu saat ini menjadi celah. Karim menilai, mesti ada aturan jelas untuk mengatur mana fungsi platform sebagai media sosial dan mana platform e-commerce.

"Akibat ketidaktahuan ini, bisa jadi platform semakin kenceng dalam memberikan atau menyusupi konten-konten yang sebenarnya adalah undisclosed ads (iklan tersembunyi/ rahasia). Konten yang nampak natural dan normal, tetapi nyatanya merupakan iklan bagi suatu produk,” tutur Karim.

"Nah akibatnya, masyarakat tidak akan menyadari bahwa yang membuat mereka tertarik untuk membeli suatu produk bukanlah dari keinginan sendiri, tetapi karena mereka menjadi korban tidak langsung dari iklan-iklan yang semakin personal dan semakin senada dengan interest mereka," tambahnya.

Baca Juga: 5 Kontroversi yang Melibatkan TikTok, Diblokir di Banyak Negara

2. TikTok bakal terus memaksakan ketertarikan kepada penggunanya

Algoritma TikTok Hadirkan Iklan Tersembunyi, Munculkan Impulsive Buyerilustrasi TikTok (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Karim, logika berpikirnya kini bukan lagi masyarakat memiliki ketertarikan terhadap suatu produk, kemudian algoritma menyuguhi iklan kepada mereka.

Namun, algoritma yang memaksakan suatu ketertarikan kepada produk sehingga secara tidak sadar pengguna jadi tertarik dan ingin membeli.

"Menanam benih dalam pikiran mereka yang sebenarnya memang tidak ada, tetapi menjadi ada dengan algoritma," ujarnya.

3. TikTok buka lagi di Indonesia, kena tegur pemerintah

Algoritma TikTok Hadirkan Iklan Tersembunyi, Munculkan Impulsive BuyerKementerian Koperasi dan UKM (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sebelumnya diberitakan, TikTok kembali kena tegur pemerintah karena dianggap operasionalnya masih berjalan sebagai sociocommerce, bukan diarahkan ke Tokopedia yang telah digandengnya.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari mengingatkan TikTok agar mematuhi aturan pemerintah untuk tidak menggabungkan media sosial dengan e-commerce.

"Saya melihat apa yang sudah terjadi mulai kemarin di 12.12 dan program Beli Lokal. Namun, mereka masih berjualan di media sosialnya. Seharusnya tidak boleh, secara regulasi dilarang, bahwa media sosial adalah platform komunikasi sedangkan TikTok melakukan transaksi," ujar Fiki Satari Desember 2023 lalu.

Pihaknya menyayangkan kembalinya TikTok Shop masih belum disertai dengan perubahan berarti, terutama untuk aktivitas belanja dan transaksi yang masih bisa dilakukan pada platform media sosial.

Dia menekankan seharusnya media sosial hanya digunakan sebagai sarana promosi, sedangkan transaksi bisa dilakukan di marketplace.

"Dari sisi medsosnya, kami ingin membuka ruang link out pada platform atau web lainnya. Catatan-catatan ini sudah banyak sekali kami bahas, sangat rawan terkait penyalahgunaan data dan algoritma," kata Fiki.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya