3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHT

Kemenkeu memastikan tidak menaikkan cukai rokok pada 2025

Intinya Sih...

  • Kemenkeu tidak akan menaikkan cukai rokok pada 2025.
  • Hasil kajian PPKE FEB UB menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi berisiko mendorong peredaran rokok ilegal.
  • Kebijakan kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai titik optimum dan moratorium kenaikan tarif cukai direkomendasikan untuk menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau.

Jakarta, IDN Times - Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menyatakan, kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi berisiko mendorong peredaran rokok ilegal. Hasil kajian PPKE juga menunjukkan adanya hubungan elastisitas harga terhadap permintaan rokok.

Direktur PPKE FEB UB Candra Fajri Ananda mengatakan, rokok golongan 1 memiliki elastisitas harga yang negatif dan lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan konsumen rokok golongan 2 dan 3.

"Hasil analisis tersebut selaras dengan perkembangan industri hasil tembakau (IHT), di mana penurunan produksi terjadi paling besar pada golongan 1 sehingga berdampak juga pada penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT)," kata Candra dalam keterangan resminya, Senin (30/9/2024).

Baca Juga: Cukai Rokok Gak Naik, Kemasan Polos Rokok Jadi Tantangan IHT pada 2025

1. Perpindahan dari rokok golongan 1 ke golongan 2 dan 3

3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHT(IDN Times/Arief Rahmat)

Candra menambahkan, ketika tarif cukai naik dan harga rokok golongan 1 yang dikategorikan sebagai rokok mahal menjadi semakin tinggi. Hal itu membuat konsumen yang sensitif terhadap harga mungkin mulai berpindah ke rokok golongan 2 dan 3 atau golongan lebih murah, yang cukainya lebih rendah.

"Sehingga sebetulnya, jumlah total rokok yang dikonsumsi tidak berkurang, hanya pergeseran dari produk mahal ke yang lebih murah terjadi pada konsumen," kata Candra.

Candra menyampaikan, ada korelasi negatif yang kuat antara volume produksi rokok golongan 2 dan 3 terhadap peredaran rokok ilegal. Ketika volume produksi rokok golongan 2 dan 3 meningkat, peredaran rokok ilegal cenderung menurun. Artinya, peningkatan ketersediaan rokok golongan 2 dan 3 yang lebih terjangkau dapat menekan pasar rokok illegal.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai tidak efektif menurunkan jumlah konsumsi rokok karena ketika tarif cukai dinaikkan, maka mendorong konsumen untuk beralih ke produk ilegal yang lebih terjangkau," ujarnya.

Baca Juga: Cukai Rokok Gak Naik, Kemasan Polos Rokok Jadi Tantangan IHT pada 2025

2. Kenaikan tarif cukai telah mencapai titik optimum

3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHTRokok ilegal yang beredar di Bali (IDN Times/Ayu Afria)

Hasil kajian PPKE FEB UB juga menunjukkan, kebijakan kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai titik optimum. Hal itu membuat kenaikan tarif lebih lanjut tidak akan efektif dalam menurunkan konsumsi rokok.

"Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah. Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal tetapi juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari CHT," kata Candra.

Menurut Candra, peredaran rokok ilegal di Indonesia telah meningkat seiring dengan kenaikan harga rokok akibat tarif cukai yang terus naik. Meskipun pemerintah telah meningkatkan operasi penindakan terhadap rokok ilegal, data menunjukkan bahwa ketika harga rokok meningkat, jumlah rokok ilegal di pasaran turut mengalami peningkatan.

Pada 2023, hasil penelitian PPKE FEB UB mengungkapkan, lebih dari 40 persen konsumen rokok pernah membeli rokok polos tanpa pita cukai. Selain itu, simulasi yang dilakukan oleh PPKE menunjukkan kenaikan tarif cukai dari 0 persen hingga 50 persen dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal menjadi 11,6 persen dari sebelumnya 6,8 persen.

Di sisi lain, hasil simulasi menunjukkan bahwa potensi CHT yang hilang akibat peredaran rokok illegal seiring dengan kenaikan tarif cukai, dari Rp4,03 triliun ketika tidak ada kenaikan tarif cukai (0 persen) hingga mencapai Rp5,76 triliun ketika cukai dinaikkan sebesar 50 persen

Perlu dicatat angka tersebut diasumsikan bahwa pemerintah juga masih menjalankan upaya pengawasan dan penindakan rokok illegal sebagaimana yang dilakukan saat ini.

"Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara," ujar Candra.

Baca Juga: Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Bea Cukai Jelaskan Pengawasannya

3. Rekomendasi PPKE FEB UB untuk pemerintah

3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHTilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

PPKE FEB UB merekomendasikan tiga hal penting bagi pemerintah. Pertama, moratorium kenaikan tarif cukai untuk menjaga keberlangsungan IHT dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal. Hal itu dilakukan sejalan dengan tetap menjaga stabilitas penerimaan negara dan sektor tenaga kerja yang bergantung pada industri ini.

Kedua, kata Candra, apabila tarif cukai ditujukan mencapai keseimbangan pilar kebijakan IHT, maka tarif cukai sebesar 4–5 persen (dari tarif yang berlaku saat ini) adalah tarif cukai yang direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri hasil tembakau IHT.

"Pada tarif ini, penerimaan negara dari CHT cukup signifikan dan risiko peningkatan rokok ilegal lebih rendah," ujar Candra.

Rekomendasi ketiga adalah mendorong pemerintah terus meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal dan menyesuaikan harga rokok sesuai daya beli masyarakat.

"Langkah-langkah ini perlu dilakukan agar kebijakan tarif cukai dapat memberikan solusi yang seimbang bagi konsumen, produsen, dan penerimaan negara," ujar Candra.

Baca Juga: Kanwil Bea Cukai Sumbagbar Musnahkan 28,5 Juta Batang Rokok Ilegal

4. GAPPRI rekomendasikan hal yang sama dengan PPKE FEB UB

3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHTilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Menyikapi hasil kajian PPKE FEB UB, Sekjen Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Petrus Riwu mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok di atas 10 persen tiap tahun dapat menyebabkan masyarakat beralih ke rokok dengan harga lebih murah atau bahkan rokok ilegal, terutama pada golongan 2 dan 3.

"GAPPRI merekomendasikan moratorium kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) selama 2025-2027 serta tidak menaikkan PPN untuk menjaga keberlangsungan proses pemulihan industri dan daya beli masyarakat. Serta, lebih menggencarkan operasi penindakan rokok ilegal untuk menekan peredarannya," tutur dia.

Baca Juga: Kanwil Bea Cukai Sumbagbar Musnahkan 28,5 Juta Batang Rokok Ilegal

5. Kemenkeu tidak naikkan tarif CHT tahun depan

3 Rekomendasi PPKE FEB UB ke Pemerintah untuk Jaga Keseimbangan IHTDirektut Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Askolani (IDN Times/Triyan P)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani telah mengumumkan tidak akan ada penyesuaian tarif pada CHT 2025.

“Mengenai kebijakan CHT 2025 bahwa sampai dengan penutupan pembahasan RUU APBN 2025 yang minggu lalu sudah ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” katanya pada konferensi pers APBN KiTa di Jakarta beberapa waktu lalu.

Askolani menyampaikan, kebijakan tarif CHT 2025 akan berfokus pada penanganan fenomena downtrading yang marak terjadi, yaitu peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah.

Jika fenomena ini terus terjadi, maka penerimaan cukai rokok pun akan sulit mengalami pertumbuhan. Meski tidak ada penyesuaian CHT, pemerintah berencana mengeluarkan alternatif lainnya dengan menyesuaikan HJE di tingkat industri.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya