Imbas Invasi ke Ukraina, Ekonomi Rusia Jadi Kacau Balau

Inflasi dan angka pengangguran di Rusia meningkat tajam

Jakarta, IDN Times – Rusia mulai merasakan kesulitan ekonomi setelah negara-negara Barat memberlakukan serangkaian sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya karena melakukan invasi ke Ukraina.

Seperti diketahui, setelah ketegangan meningkat selama berminggu-minggu, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi darat, laut dan udara pada 24 Februari ke Ukraina. Langkah itu memicu serangkaian sanksi ekonomi, seperti gelombang pembatasan keuangan yang telah menjatuhkan nilai rubel, meroketnya inflasi, dan menyebabkan banyak pengangguran.

Berikut adalah bagaimana sanksi yang dijatuhkan Barat mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga negara yang dipimpin PResiden Vladimir Putin tersebut.

Baca Juga: IMF: Ekonomi Ukraina Bisa Runtuh jika Perang Berlarut-Larut

1. Peningkatan inflasi

Imbas Invasi ke Ukraina, Ekonomi Rusia Jadi Kacau BalauTinta merah dioleskan ke foto Presiden Rusia Vladimir Putin saat protes anti perang di luar Kedubes Rusia, setelah Rusia meluncurkan operasi militer besar terhadap Ukraina, di Bucharest, Romania, Sabtu (26/2/2022). ANTARA FOTO/Inquam Photos/Octav Ganea via REUTERS.

Badan statistik resmi Rosstat mengatakan pada Rabu (16/3/2022) bahwa inflasi adalah sebesar 2,1 persen antara 5-11 Maret. Ini merupakan angka mingguan tertinggi kedua dalam lebih dari 20 tahun. Menurut kementerian ekonomi, inflasi tahunan melonjak menjadi 12,5 persen pada 11 Maret dari 10,4 persen pada minggu sebelumnya.

Surat kabar bisnis Kommersant melaporkan kenaikan 10,4 persen harga pangan dari 26 Februari hingga 4 Maret, kenaikan tertinggi sejak 1998.

Seorang pengguna media sosial dari kota barat daya Samara, yang mengaku bernama Ivan, mengatakan harga sekaleng tuna sekarang antara 160-180 rubel, dari yang dulu 130 rubel. Dia juga mengatakan dalam sebuah postingan di Twitter bahwa gula tidak dapat ditemukan di banyak toko.

Mata uang Rusia telah kehilangan sekitar 20 persen nilainya selama tiga minggu terakhir, membuat banyak pedagang eceran menaikkan harga jualan mereka. Kommersant melaporkan bahwa salah satu yang menaikkan harga adalah Procter & Gamble. Perusahaan telah menaikkan harga rata-rata 40 persen karena biaya logistik, material, dan penurunan nilai rubel yang lebih parah. Produk kebersihan wanita sekarang harganya 30 persen lebih mahal.

Untuk mengimbangi kenaikan biaya, pengecer berkomitmen untuk menaikkan harga hingga lima persen untuk barang-barang dasar, termasuk produk susu dan beberapa sayuran, kata kantor berita TASS.

2. Kelangkaan obat

Imbas Invasi ke Ukraina, Ekonomi Rusia Jadi Kacau BalauGedung Kementerian Pertahanan Federasi Rusia di Kota Moskow, Rusia. twitter.com/mod_russia

Sasha, seorang perempuan yang tinggal di Saint Petersburg, mengatakan bahwa terjadi antrean panjang di depan apotek dengan harga obat-obatan juga meningkat. Dua temannya, katanya, sedang mempertimbangkan pergi ke Finlandia untuk mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan.

Meski penjualan obat-obatan tidak dikenai sanksi, harga diperkirakan akan meningkat, meskipun tidak sebanyak barang lainnya. Ini karena banyak perusahaan pelayaran besar menghentikan layanan mereka ke Rusia. Media lokal melaporkan harga obat di wilayah Saratov meningkat 2,3 persen sampai dengan 6,7 persen.

Baca Juga: Memahami Konflik Ukraina-Rusia dari Perspektif Ekonomi Politik

3. Meningkatnya pengangguran

Imbas Invasi ke Ukraina, Ekonomi Rusia Jadi Kacau BalauMenteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu, dan Staf Militer Rusia sedang melakukan pengawasan latihan militer di Semenanjung Krimea, pada 22 April 2021. (Twitter.com/mod_russia)

Setelah sempat ragu, negara-negara Barat setuju untuk menghapus beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT. Ini berarti perusahaan seperti Visa, Mastercard, dan lainnya akan sangat membatasi layanan mereka.

Langkah seperti itu, ditambah dengan sanksi lain, dapat menyebabkan ekonomi Rusia berkontraksi sebesar 10 persen, menurut Elina Ribakova, seorang ekonom di Institute of International Finance, sebagaimana dikutip dari Al-Jazeera.

Meski angka resmi belum tersedia, penutupan atau kepergian sejumlah besar perusahaan multinasional seperti Apple dan IKEA diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap angka ketenagakerjaan. Sebelumnya waralaba makanan cepat saji Amerika Serikat (AS) McDonald’s, sebelum menghentikan operasinya pada 8 Maret, telah menyampaikan penyesalan karena keputusannya harus berdampak pada sekitar 62 ribu orang yang bekerja di 850 restorannya di Rusia.

Seorang analis yang dikutip oleh Kommersant memperkirakan akan terjadi penurunan upah dan peningkatan pengangguran sekitar tujuh persen pada akhir 2022.

Sergei Grishunin, direktur pelaksana Badan Pemeringkat Nasional, mengatakan kepada situs berita lokal Gazeta.ru bahwa pihaknya memperkirakan akan ada pertumbuhan pesat dalam jumlah kasus kebangkrutan pada 2022, yakni lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Media lokal juga melaporkan bahwa operator tur memperkirakan biaya liburan di dalam negeri Rusia pada musim panas mendatang akan mengalami kenaikan harga 30 persen.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya