Industri Kelapa Sawit Berkomitmen Capai Net Zero Emission

Lewat hilirisasi dan pengelolaan biomassa yang berkelanjutan

Jakarta, IDN Times – Industri kelapa sawit merupakan salah satu program prioritas hilirisasi industri  yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah komoditas ekspor Indonesia. Pada 2023, nilai ekonomi sektor perkelapasawitan, dari hulu hingga hilir, mencapai lebih dari Rp750 triliun, yang berkontribusi sekitar 3,5 persen terhadap PDB Nasional. Sektor industri kelapa sawit telah menjadi penghela pertumbuhan perekonomian Indonesia termasuk menyebarkan bangkitan ekonomi khususnya di luar Pulau Jawa. 

Karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen mendukung program nasional hilirisasi industri berbasis sumber daya alam (SDA) serta mendorong sektor industri, termasuk industri hilir kelapa sawit untuk berkontribusi pada upaya global pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pencapaian Net Zero Emission (NZE) yang dipercepat.  

Dirjen Industri Agro, Putu Juli Ardika, menyampaikan bahwa sesuai dengan amanat Presiden RI, Kementerian Perindustrian senantiasa konsisten mendukung penumbuhan industri hilir pengolahan sumber daya alam serta menciptakan industri hijau yang ramah lingkungan dan lestari berkelanjutan. 

“Salah satu upaya konkret adalah pemanfaatan produk samping tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi aneka produk hilir bernilai tambah tinggi,” ujar Putu melalui keterangan tertulis, Selasa (10/9). 

1. TKKS akan menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomis

Industri Kelapa Sawit Berkomitmen Capai Net Zero Emissionilustrasi tandan buah segar (TBS) atau buah sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Putu menyampaikan bahwa pengolahan TKKS sebagai sumber daya industri menjadikan posisi TKKS naik kelas, dari yang semula dianggap sebagai limbah, ke depan TKKS akan menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomis yang potensial. 

“Dengan teknologi enzymatic, TKKS yang semula tidak diinginkan karena dapat menjadi tempat bertumbuhnya hama penyakit kelapa sawit, dapat diolah menjadi produk industri biokimia untuk substitusi impor, termasuk untuk produksi bioethanol, asam-asam organik, dan bahan kimia bernilai tambah lainnya,” tambahnya. 

Salah satu inovasi pengelolaan biomassa sawit yang diinisiasi Kemenperin adalah pengembangan teknologi fraksionasi TKKS menjadi aneka prekursor bahan kimia terbarukan, yaitu glukosa, xylosa, dan lignin. Prekursor adalah bahan baku dasar untuk menghasilkan aneka produk kima berbasis nabati yang menjadi kunci penumbuhan hilirisasi industri.  

Baca Juga: Unila Uji Coba Bahan Bakar dari Kelapa Sawit, Lebih Ramah Lingkungan

2. Dukung upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

Industri Kelapa Sawit Berkomitmen Capai Net Zero Emissionilustrasi tandan buah segar (TBS) atau buah sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Kemenperin mempunyai Pilot Plant Fraksionasi TKKS berkapasitas 1 ton biomassa per hari untuk mendukung penumbuhan industri bioetanol, industri asam organik, dan precursor bioplastic/biopolimer bernilai tambah tinggi. Fasilitas pilot plant ini merupakan kolaborasi Kemenperin dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PT Rekayasa Industri, atas pendanaan BPDPKS dan telah diresmikan Menteri Perindustrian pada 8 Agustus 2024 yang lalu.

Glukosa dan xylosa yang dihasilkan dari fraksionasi TKKS memiliki aplikasi luas dalam industri, termasuk produksi bioetanol, pakan ternak, dan bahan baku untuk pembuatan plastik. Selain itu, lignin, yang diperoleh dari proses ini, dapat digunakan dalam industri kertas, biokomposit, dan sebagai bahan bakar alternatif.

“Dengan mengolah biomassa sawit menjadi bahan baku yang berguna, kita tidak hanya menciptakan nilai tambah bagi industri kelapa sawit, tetapi juga mendukung upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Inovasi ini sejalan dengan komitmen kita untuk menuju kebijakan industri yang berkelanjutan dan pro-lingkungan,” ungkap Putu.

3. Optimalkan potensi kelapa sawit sebagai salah satu solusi mengurangi dampak perubahan iklim

Industri Kelapa Sawit Berkomitmen Capai Net Zero Emissionilustrasi kebun kelapa sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Inovasi dalam pengelolaan biomassa ini tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga meningkatkan keberlanjutan sektor perkelapasawitan di Indonesia. Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber daya, diharapkan industri kelapa sawit dapat bertransformasi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan. 

Kemenperin melalui Ditjen Industri Agro saat ini tengah menyusun peta jalan (roadmap) bertajuk ‘Sawit Indonesia Emas 2045’. Peta jalan ini diharapkan dapat mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan, mencakup semua aspek dari hulu hingga hilir, hingga tahun 2045. Inisiatif ini bertujuan memastikan kelangsungan dan keberlanjutan sektor kelapa sawit di Indonesia, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi perekonomian dan lingkungan.

Sebagai komoditas yang paling siap mendukung pencapaian net zero emission pada sektor industri tahun 2050, Roadmap Sawit Indonesia Emas 2045 telah dirancang dengan fokus untuk mengeliminasi emisi karbon dalam industri nasional. Inisiatif ini bertujuan mengoptimalkan potensi kelapa sawit sebagai salah satu solusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim, sekaligus menjaga keberlanjutan produksi dan menguntungkan perekonomian Indonesia. (WEB)

Baca Juga: Pemerintah Guyur APBN Rp20,8 Triliun untuk Industri Sawit

Topik:

  • Marwan Fitranansya
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya