TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pro-Kontra Ekspor Pasir Laut, Dibuka Jokowi di Akhir Masa Jabatannya

Dibuka mulai 11 Oktober 2024

Penambangan pasir laut di perairan Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Intinya Sih...

  • Presiden Jokowi membuka kembali kebijakan ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang.
  • Berdasarkan dua Permendag, kebijakan ini menjadi kontroversi karena dianggap menguntungkan Singapura dan hanya segelintir oligarki.
  • Kebijakan ini menuai protes dari berbagai pihak, termasuk WALHI dan KIARA, yang mengecam kebijakan tersebut sebagai bentuk kemunduran dalam tata kelola sumber daya alam Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo membuka kembali kebijakan ekspor sedimentasi laut alias pasir laut. Padahal, ekspor pasir laut sudah dilarang selama 20 tahun.

Pembukaan keran ekspor pasir laut dituangkan dalam dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 26 Agustus 2024 lalu. Keduanya adalah revisi dari Permendag yang diterbitkan pada 2023.

Pertama, Permendag No 20/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 22/2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor. Kedua, Permendag No 21/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Keduanya merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang disahkan Presiden Jokowi tahun lalu. Aturan ini merupakan tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 Kebijakan itu menjadi kontroversi karena dinilai hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dampaknya ke lingkungan dan juga luas teritori Indonesia. Pembukaan ekspor pasir laut juga dinilai akan menguntungkan Singapura yang berambisi menambah luas daratannya.

1. Pernah dihentikan Megawati

Ketua umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri (Instagram/@presidenmegawati)

Jika membahas kaitannya dengan Singapura, negara tetangga itu memang pernah mengimpor pasir laut dari Indonesia untuk menambah luas daratannya. Bahkan, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan Singapura merupakan importir pasar laut terbesar di dunia sebesar 517 juta meter kubik. Pemerintah Singapura berencana menambah luasan daratannya sebesar 30 persen sejak 1965 hingga 2030 mendatang.

Pada 2003 silam, Presiden ke-5 Republik Indonesia (RI), Megawati Soekarnoputri menghentikan kebijakan ekspor pasir laut. Megawati menilai kegiatan itu merusak lingkungan.

Pada saat masih dibuka, dilaporkan bahwa Indonesia bisa mengekspor pasir laut hingga 2 juta meter kubik sehari. Padahal, yang diperbolehkan hanya 900 ribu meter kubik.

Di negara-negara tetangga kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ekspor pasir laut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Singapura. 

“Impor pasir laut yang dilakukan Singapura bukan hanya dari Indonesia. Sejak ekspor pasir laut Indonesia ditutup pada 2002, mereka beralih ke Kamboja, Vietnam, Malaysia, Myanmar, dan Filipina," kata Muhamad Karim dari Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Universitas Trilogi Jakarta dalam konferensi pers virtual, Jumat (20/9/2024).

Di sisi lain, Myanmar yang sempat membuka keran ekspor pasir laut, juga menutup eksploitasi pasir laut sudah terbuktu memberi dampak negatif pada nelayan.

Baca Juga: RI Pernah Ekspor Pasir Laut dari Kepri ke Singapura Senilai Rp153 T

2. Betapa menggiurkannya bisnis ekspor pasir

Penggunaan pasir laut untuk proses reklamasi pantai Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai kebijakan ekspor pasir laut hanya menguntungkan segelintir oligarki. Sedangkan, harga yang harus dibayar sangat mahal yakni ancaman rusaknya ekosistem laut. 

"Publik patut mencurigai kebijakan buka keran ekspor pasir laut ini memiliki latar belakang rente ekonomi, dan menguntungkan segelintir oligarki dengan cara merusak ekosistem laut," ujar Anthony di dalam keterangannya.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2002, saat terakhir Indonesia mengekspor pasir laut menunjukkan nilai luar biasa. Nilai ekspor pasir laut Provinsi Kepulauan Riau ke Singapura pada periode tersebut mencapai 27.332.260.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp153,06 triliun.

Di sisi lain, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) membuat estimasi perhitungan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kebijakan ekspor pasir laut yang mencapai lebih dari Rp1.000 triliun.

Estimasi tersebut dibuat berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif Atas Jenis PNPB. Di dalam beleid tersebut ditetapkan harga patokan pasir laut untuk pemanfataan dalam negeri sebesar Rp93 ribu per meter kubik, dan pemanfaatan luar negeri mencapai Rp186 ribu per meter kubik.

Kemudian di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dijelaskan formula atau rumus perhitungan kegiatan pemanfaatan pasir laut.

Untuk pemanfaatan pasir laut di dalam negeri, formula tarif PNBP yang digunakan adalah 30 persen x volume x harga patokan. Sementara untuk pemanfaatan pasir laut ke luar negeri, rumusnya 35 persen x volume x harga patokan.

3. Sejahterakah nelayan?

Ilustrasi perahu nelayan (unsplash.com/deviyahya)

Data Bappenas menunjukkan perolehan ekspor pasir laut sangat fantastis. Sayangnya, menurut Karim, ekspor pasir laut tidak membuat nelayan dan masyarakat pesisir di Kepulauan Riau hidup sejahtera kala itu. Dia berpendapat, hal itu bisa terulang lagi saat Jokowi membuka kembali izin ekspor pasir laut.

"Kalau dibilang mampu menyejahterakan nelayan, nelayan mana yang sejahtera di Kepri? Itu omong kosongnya para korporasi mafia, kompardor, dan oligarki yang membekingi para bisnis gelap/ilegal pasir laut yang beroperasi di Singapura," tutur Karim.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pun mengecam kebijakan ekspor pasir laut. Manajer Kampanye Pesisir dan Pulau Kecil WALHI, Parid Ridwanuddin mengatakan kebijakan tersebut akan berdampak buruk pada ekosistem laut serta kehidupan masyarakat pesisir.

WALHI mengatakan ekspor pasir laut akan mengulang tragedi ekologis yang pernah terjadi di masa lalu, khususnya di wilayah Kepulauan Riau.

"Ekosistem laut akan rusak parah, dan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada laut, terutama perikanan, akan semakin sulit hidup," ujar Parid. Menurut WALHI, pembukaan kembali ekspor pasir laut adalah bentuk kemunduran dalam tata kelola sumber daya alam (SDA) Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah Berpotensi Raup Rp1.000 T Lebih dari Ekspor Pasir Laut

4. Dalih Jokowi soal kebijakan ekspor pasir laut

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri BUMN, Erick Thohir dan Menpora, Dito Ariotedjo. (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Di tengah kontroversi kebijakan itu, Jokowi memberikan respons dengan mengatakan keran ekspor tidak dibuka untuk pasir laut, melainkan untuk sedimentasi laut.

"Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya, yang dibuka, adalah sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal," ujar Jokowi di Jakarta, Selasa (17/9/2024).

Pada 23 September 2024 lalu, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan meski regulasi ekspor pasir laut diteken Kemendag, namun kebijakan itu dikeluarkan pemerintah Indonesia.

“Kok nanya saya? Itu kan kebijakan pemerintah,” ucap Zulhas di Tangerang, Banten.

Dia mengatakan sebagai Menteri, dirinya tak bisa berbicara soal setuju atau tidak, sebab kebijakan itu merupakan keputusan pemerintah.

“Saya ini pemerintah, menteri, bukan setuju enggak setuju, kalau ada keputusan pemerintah ya harus dilaksanakan,” tutur Zulhas.

5. Alasan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut

Infografis syarat ekspor pasir hasil sedimentasi laut. (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan keran ekspor dibuka kembali untuk mengatasi sedimentasi berlebih yang mengancam ekosistem pesisir. Dia menjelaskan, pengaturan ekspor bertujuan untuk menanggulangi dampak sedimentasi yang bisa mengurangi daya dukung dan kapasitas ekosistem pesisir serta kesehatan laut. Dia juga memastikan kebijakan tersebut selaras dengan PP Nomor 26 Tahun 2023.

Isy menegaskan ekspor pasir laut hanya bisa dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Isy.

Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kemendag, Andri Gilang Nugraha Ansari mengatakan, kebijakan ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang memang baru berlaku bulan depan.

“Sampai dengan saat ini belum ada yang mengajukan izin ekspor pasir hasil sedimentasi di laut,” kata Andri saat dihubungi IDN Times.

Per akhir Juli 2024 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan sudah ada 66 perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan pasir laut. Namun, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro mengatakan prosesnya masih panjang untuk bisa sampai diekspor.

“Karena di dalam negeri sendiri masih dilakukan verifikasi dan validasi. Sesuai dengan instruksi Pak Menteri, prinsip kehati-hatian dijaga betul sehingga dari 66 perusahaan yang mendaftar, itu betul-betul kami teliti," ucap Kusdiantoro dikutip dari YouTube KKP.

Kusdiantoro mengatakan pihaknya belum menerbitkan izin pemanfaatan pasir laut per Juli 2024 karena KKP masih melakukan pengecekan ulang.

"Kami belum mengatur ekspor, meskipun peminatnya banyak. Yang diatur baru di dalam negeri," ucap Kusdiantoro.

Baca Juga: Media Asing Soroti Indonesia Buka Keran Ekspor Pasir Laut

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya