Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Boeing akhirnya mengaku bersalah atas dua kecelakaan fatal yang terjadi pada pesawat tipe 737 Max pada 2018 dan 2019 lalu.
Dua kecelakaan itu terjadi pada maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610 pada 29 Oktober 2018 lalu, yang menewaskan 189 orang. Kedua, maskapai Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan 302 pada 10 Maret 2019 yang menewaskan 157 orang.
Dilansir BBC, Selasa (9/7/2024), Boeing mengaku bersalah telah melakukan penipuan terhadap regulator penerbangan, yakni Federal Aviation Administration (FAA) tentang sistem kendali penerbangan MCAS yang digunakan di Boeing 737 Max.
Atas tuntutan itu, Boeing didenda sebesar 243,6 miliar dolar AS, atau setara Rp3,96 triliun (kurs Rp16.272,3 per dolar AS).
Baca Juga: AS akan Tuntut Boeing Rp7,9 Triliun, Keluarga Korban Tidak Puas
1. Boeing gagal bebas dari tuntutan pengadilan
Ilustrasi keputusan (IDN Times/Arief Rahmat) Adapun tuntutan terhadap Boeing jatuh pada 2021 lalu. Namun, jaksa setuju untuk tidak menuntut Boeing jika perusahaan tersebut membayar denda dan berhasil menyelesaikan peningkatan pemantauan dan pelaporan selama tiga tahun.
Sayangnya, pada 5 Januari 2024 lalu, sebelum periode bebas tuntutan itu berakhir, panel pintu Boeing 737 Max 9 yang dioperasikan maskapai Alaska Airlines dengan nomor penerbangan 1282 meledak setelah pesawat baru saja lepas landas.
Tak ada korban jiwa ataupun korban luka dalam insiden tersebut. Namun, pengawasan intensif dilakukan terhadap seberapa besar kemajuan yang telah dicapai Boeing dalam meningkatkan catatan keselamatan dan kualitas penerbangannya.
Pada bulan Mei lalu, Departemen Kehakiman AS mengatakan pihaknya menemukan Boeing telah melanggar ketentuan perjanjian, sehingga membuka kemungkinan penuntutan.
2. Keluarga korban telah mendesak agar Boeing diadili
Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti) Dalam kesepakatan tahun 2021, Boeing setuju untuk membayar 2,5 miliar dolar AS atau setara Rp35,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.200 per dolar AS pada 2021), termasuk denda pidana 243 juta dolar AS atau sekitar Rp3,45 triliun, dan 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,1 triliun untuk dana korban.
Kesepakatan itu memicu kemarahan anggota keluarga korban dua kecelakaan pesawat Boeing 737 Max. Para keluarga korban pun mendesak Departemen Kehakiman AS untuk mengadili Boeing.
Keputusan Boeing untuk mengaku bersalah menjadi tanda hitam yang signifikan bagi perusahaan tersebut. Sebab, Boeing merupakan kontraktor untuk militer AS, dan kini memiliki catatan kriminal.
Belum jelas bagaimana catatan kriminal akan mempengaruhi bisnis kontraktor perusahaan tersebut. Pemerintah AS biasanya melarang atau menangguhkan perusahaan-perusahaan yang memiliki catatan untuk berpartisipasi dalam penawaran, namun dapat memberikan keringanan.